Anak-anak Sambut Riang Festival Budaya dan Seni Sunda

Bandung, Jabar - “ORAY-ORAYAN luar leor mapay sawah. Entong ka sawah parena keur sedeng beukah. Oray-orayan luar leor mapay leuwi. Entong ka leuwi , di leuwi loba nu mandi. Saya anu mandi anu mandina pandeuri. Oray-orayan luar leor mapay kebon. Entong ka kebon loba barudak keur ngangon. Mending ge teuleum di di leuwi loba nu mandi. Saha anu mandi anu mandina pandeuri.”

Sejumlah anak menyanyikan lagu “Oray-orayan” dengan sangat riang sambil memperagakan bagaimana permainan itu dilakukan. Dua anak mengangkat tangan dengan posisi perpegangan sedangkan beberapa anak lainnya terus berjalan beriringan sambil memegang bagian pundak teman yang ada di bagian depannya. Pernainan terus dilakukan seperti itu samabil menyanyi lagu.

Zaman dahulu, permainan ini biasa dilakukan anak-anak saat terang bulan atau siang hari saat bermain di tempat yang lumayan luas atau terkadang di depan sekolah saat istirahat belajar.

Kini, permainan tersebut hanya terlihat dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti hari anak atau festival seperti yang diselenggarakan di halaman Kecamatan Panyingkiran, Selasa 25 Juli 2016.

Menurut keterangan Camat Panyingkiran Junaedi, pihaknya sengaja menyelenggarakan festival budaya dan seni Sunda untuk semua tingkatan sekolah mulai TK hingga SLTA yang ada di Kecamatan Panyingkiran. Festival itu dihelat untuk menggelorakan kembali tradisi Sunda yang biasa dimainkan semasa anak-anak oleh warga.

“Lagu ‘Oray-orayan’, mungkin hanya sebagian sekolah saja yang mengajarkannya kembali kepada anak-anak. Itu pun mungkin pada ekstrakurikuler atau saat akan melaksanakan lomba. Saya ingin budaya ini terus terpelihara dan dimainkan anak-anak masa kini. Terlebih, Kecamatan Panyingkiran sebagian besar adalah wilayah pedesaan bukan perkotaan seperti wilayah lain sehingga permainan itu bisa tetap lestari,” kata Junaedi.

Salah seorang murid SD yang menjadi peserta festival, Meliawati mengatakan, ia bersama beberapa temannya mendadak belajar jaipongan untuk mengikuti festival budaya dan seni Sunda. Sebelumnya mereka tidak pernah mengikuti kegiatan kesenian di sekolah ataupun di luar sekolah.

“Latihan sekitar seminggu menggunakan kaset. Kalau permainan anak-anak itu diajari juga oleh guru,” ujar Meliawati.

Demikian juga yang disampaikan Aulia yang sama menjadi peserta jaipongan dari SD Bantrangsana. Dia menyatakan, hanya belajar tiga hari sebelum mengikuti festival. Dia diajar oleh guru meski sudah bisa menari jaipong.

Dari kegiatan festival tersebut, sebagian besar peserta memperagakan tari jaipong. Hanya beberapa sekolah yang memperagakan permainan dan nyanyian anak tempo dulu, seperti oray-orayan, eundeuk-eunduken lagoni, serta oyong-oyong bangkong.

Namun demikian, acara berlangsung meriah. Sejumlah orangtua anak yang mengikuti festival, guru, dan aparat desa hadir memberi semangat bagi perwakilannya masing-masing. Mereka pun berupaya memberi saweran saat anak-anaknya pentas, tak terkecuali camat dan aparat desa. Tak ayal, uangpun berserakan di panggung.

-

Arsip Blog

Recent Posts