Rafly: Seni Aceh Berlandaskan Islam

Banda Aceh, NAD - Piasan Seni merupakan ajang pertunjukan seni yang diadakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh. Rangkaian kegiatan seni yang dilaksanakan selama lima hari tersebut bertujuan untuk memberikan ruang apresiasi dan edukasi kesenian para seniman, pekerja seni, serta masyarakat peminat kesenian.

Salah seorang yang berkecimpung dalam dunia seni Aceh, Rafly memberikan apresiasi kepada Pemerintah Kota Banda Aceh atas terselenggaranya kegiatan ini. Saat ditemui The Globe Journal usai penampilannya pada malam pembukaan Piasan Seni, Rabu (28/11/2012), pria kelahiran tahun 1967 tersebut mengharapkan agar agenda ini dapat terus berlanjut di tahun yang akan datang. “Menjadi agenda rutin, kontinuitasnya tetap, dan merangkul banyak seniman, budayawan juga, dan harus variatif. Dan yang paling penting, apapun yang dibawa bukan sekedar hiburan, tapi ada esensinya,” tuturnya.

Baginya, setiap kegiatan yang dilaksanakan, terutama pentas seni harus mengandung makna yang bisa disampaikan kepada masyarakat. Seni, ujar Rafly bisa memberikan esensi yang benar-benar bermanfaat untuk rakyat. “Untuk apa sajalah, yang penting ada manfaatnya,” ujarnya.

Menanggapi dunia seni Aceh, pria asal Samadua, Aceh Selatan ini mengatakan secara keseluruhan belum dilakukan pendekatan budaya yang maksimal. Baginya, melalui pendekatan budaya, itu menjadi perekat bagi insan seni. “Jadi artinya hal ini betul-betul harus dilakukan secara berkesinambungan baik melalui seniman-seniman di pedesaan dan di pedalaman Aceh,” tuturnya.

Rafly menginginkan seni menjadi sebuah kesejukan dengan adanya pesan-pesan keagamaan, sosial, alam, lingkungan dan hal-hal lainnya. “Sehingga kontennya bukan hanya geografis. Seni yang dikemas menjadi seni Aceh kontemporer tapi tetap dalam kearifan ke-Acehan. Tetap dinamis, jadi Islam kita Islam yang dinamis. Bukan Islam yang kaku,” jelasnya.

Pelantun tembang ‘Seulanga’ ini mengatakan bahwa seni yang berkembang di Aceh adalah sebuah kesenian yang berlandaskan Islam. Meski terjerat dengan batasan-batasan nilai-nilai keislaman, Rafly mengatakan para pelaku seni dan masyarakat Aceh tetap harus bangga dengan batasan-batasan yang ada. “Karna dengan itulah keindahan seni Islam,”ungkapnya.

“Dalam seni, estetika itu pasti, nah etika malah lebih pasti. Ini yang harus menjadi tanggung jawab, harus diskusi-diskusi selanjutnya,” lanjutnya.

Dia juga mengharapkan agar seniman-seniman Aceh terus menghasilkan karyanya, dan menjadikan seni itu kebutuhan sehari-hari dalam hidup mereka. “Jangan punya ketergantungan untuk siapa, jadikanlah seni itu kebutuhan keseharian kita. Hingga dengan seni, hati menjadi bijak,” ungkapnya.

Selain itu, dia juga mengharapkan agar pemerintah terus melihat dan juga menjadi media yang selalu berkompromi dengan seniman. “Hingga menjadi satu kebersamaan dan sinergi untuk kemajuan Aceh seluruhnya,” harapnya.

-

Arsip Blog

Recent Posts