Tandaki, Budaya Buton yang Tak Pernah Luntur

Buton, Sultra - Tandaki atau tradisi khitanan dalam budaya Buton menjadi tradisi yang diperkenalkan dalam Festival Budaya Tua Buton tahun ini.

Sekira 500 anak yang baru dikhitan pun diundang untuk memperkenalkan tradisi ini di festival budaya tahunan tersebut.

Konon, pada zaman dahulu, Tandaki dilakukan dengan memotong sebagian ujung alat vital anak laki-laki dengan bambu.

Prosesi yang telah menjadi tradisi sebelum Islam masuk, juga dikuti dengan membacakan doa keselamtan untuk anak yang disunat dan syukuran dengan makan bersama.

"Tandaki sudah dilakukan sejak abad 15 sebelum Islam masuk ke Buton. Setelah Islam ada, ternyata ini relevean dengan ajaran Islam. Perbedaan dengan yang dulu, sekarang khitan dilakukan secara medis," tutur Abdul Zainuddin, SE, Ketua Dinas Pariwisata Kabupaten Buton, saat ditemui di Hari Puncak Festival Budaya Tua Buton, di Pasarwajo, Kab Buton, Sulawesi Tenggara.

Dalam festival, anak-anak yang telah disunat tampil hanya dengan selembar kain berwarna dasar hitam yang dililit ke tubuh dan diikat di satu pundak.

Sebuah mahkota dengan kepala burung warna emas dan hiasan lain menghiasi kepala anak-anak tersebut.

Menurut salah seorang ibu yang menemani salah seorang peserta Tandaki pun menjelaskan maksud dari pakaian yang dikenakan.

"Setelah sunat anak pakai sarung ini saja, sampai luka sunatnya sembuh. Kalau sudah sembuh, baru bisa pakai celana lagi," jelas ibu yang memiliki putra usia tujuh tahun dan mengikuti festival setelah disunat seminggu sebelumnya.

Dalam Festival Budaya Tua Buton 2016 ini, Tandaki dilakukan dengan hajatan makan bersama yang juga menjadi tradisi Buton, yaitu Pekande-kandea yang menyajikan makanan tradisional Buton dalam 2000 talang. Jumat lalu (19 Agustus) atau di pembukaan festival, telah ditampilkan juga acara tindik telinga sebagai perlambang lain khitan bagi anak perempuan.

-

Arsip Blog

Recent Posts