Gairahkan Randai Dalam Seni Kontemporer

Padang, Sumbar - Kesenian randai yang berasal dari tanah Minangkabau, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) kini tidak lagi ditampilkan dalam bentuk konvensional. Pemain duduk melingkar dan tokoh lainnya berdialog di tengah lingkaran tersebut.

Namun di tengah gempuran budaya modern, kini kesenian sendratari itu ditampil dalam bentuk kotemporer. Hasilnya pun tidak kalah mengundang decak gakum dari penonton.

Semua itu ditampilkan oleh tujuh kelompok pegiat seni tradisional Minangkabau. Alhasil, randai yang dipertontonkan mendapatkan sambutan meriah dari penonton yang menyaksikan penampilan mereka di Gedung Utama Taman Budaya Sumatera Barat.

Ketujuh kelompok tari yang terlibat dalam pertunjukan ini yakni Sanggar Alang Bangkeh, grup randai Palito Nyalo asal Pauh, Kota Padang; Syafrini dari Batusangkar; Rahmania Hasanda dari Sendratasik UNP.

Dua lainnya, yakni Utari Irenza dari Agam; Sanggar San Alida asal Painan dan Deslenda milik SMK 7 Padang.

Semua kelompok seni yang berlomba menghidupkan randai dalam kesenian tari ini memang didaulat untuk mengisi Festival Tari Berbasis Randai yang berlangsung sejak Kamis (15/9) lalu.

Mereka memadukan gerakan tari modern rasa randai, teaterikal rasa randai dan ada pula kolaborasi kesenian tradisional lain, seperti Indang Piaman, namun dihidupkan dengan ruh randai. Memang tidak semua penonton mampu menyadur nilai yang disampaikan.

Koreografer asal Sumbar Viveri Yudi mengungkapkan, kelebihan perpaduan tari kontemporer dengan kesenian randai, selain mengusung misi tontotan juga harus mengusung nilai tuntunan. Nilai tuntutan ini tercermin dari tampilan tujuh peserta.

“Peserta tidak menghilangkan nilai etika dan estetika. Selain tontonan, ada tuntunan bagi penonton,” kata Viveri Yudi sebagaimana yang dilansir Padang Ekspres (Jawa Pos Group), sabtu (17/9).

Lebih jauh dia menuturkan, kini saatnya hiburan tidak harus menjual keseksian. Berpakaian sopan sekalipun bila betul-betul digarap dengan serius dapat menjadi tontonan yang menarik.

Terbukti dengan membeludaknya penonton yang menyaksikan festival. Kelebihan permainan kelompok tari yang mungkin baru pertama digelar di Indonesia itu, mereka membawa spirit tradisi.

Transformasi seni tradisi randai harus dilakukan mengingat semakin tertinggalnya tontotan randai dibandingkan hiburan lain.

Diakuinya pegiat kesenian tradisional tidak mau beranjak dari suguhan bersifat monoton dan turun temurun. Memang ada yang diperbaharui sebagian oleh sebagian kalangan, sayangnya upaya itu mengakibatkan kesenian yang ditampilkan lari dari akar kesenian tari itu sendiri.

Melihat fenomena kesenian itu, kini Taman Budaya Sumbar pun mengambil sikap terhadap gempuran kebudayaan luar yang mewabah di kalangan generasi Minangkabau.

Kepala UPT Taman Budaya Sumbar, Muasri mengatakan, kesenian tradisional Minangkabau termasuk randai akan mampu “terjual” bila dibubuhi ragam kesenian dari luar.

"Randai bisa masuk dalam tari, musik dan sebagainya. Bukan sebaliknya," tandas Muasri.

-

Arsip Blog

Recent Posts