Jakarta - Pemerintah perlu melestarikan dan mengabadikan berbagai data, informasi dan benda atau bangunan yang terkait dengan sejarah gula nasional, serta menyusun program pariwisata jejak gula.
"Hal itu mengingat sejarah gula nasional sudah menjadi rujukan bagi perkembangan gula di berbagai negara. Kota Pasuruan (Jawa Timur) bahkan merupakan kiblat penelitian gula internasional. Ahli-ahli gula dunia memulai penelitian dari sana," kata penulis buku "Jejak Gula, Warisan Industri Gula di Jawa" Krisnina Maharani di Jakarta, Senin.
Buku setebal 220 halaman tersebut, diterbitkan dalam rangka 10 tahun Yayasan Warna-Warni yang dipimpin Krisnina Maharani.
Peluncuran buku tersebut secara resmi akan dilakukan pada 11 April 2010 di museum yang dulunya adalah gedung keuangan Belanda bernama Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM) dan kini menjadi Museum Bank Mandiri.
Krisnina yang juga istri mantan Ketua DPR Akbar Tandjung mengemukakan, ulasan dalam bukunya lebih menitikberatkan pada sisi sosial dan budaya sebagai sejarah penting yang harus dilestarikan. Buku itu sama sekali tidak menyentuh sisi politik dari komoditas gula.
"Saya menyadari gula ini sangat politis dan sejarah sudah menulis hal itu. Namun saya tidak akan menyentuh sisi politik, tetapi lebih sisi sosial-budayanya," kata Krisnina.
Dia mengemukakan, dari hasil penelusurannya di lapangan maupun survei di berbagai obyek dari bukunya, jejak gula nasional mengandung sejarah yang perlu menjadi perhatian untuk dikembangkan.
"Kebetulan saya menyukai sejarah, kita harus bersyukur bahwa jejak gula memiliki peninggalan yang sangat penting. Persoalannya bagaimana kita menempatkan jejak sejarah itu," katanya.
Krisnina yang tepat berusia 50 tahun mengemukakan, berdasarkan penelusuran atas data dan informasi serta survei di lapangan, gula telah memberi sumbangan besar bagi kemakmuran Belanda di masa silam. Karena itu, ahli sejarah perekonomian Belanda Cornelis Fasseur menyatakan "gula adalah gabus yang mengapungkan Nederland".
"Meski kemakmuran itu tidak banyak yang bisa dinikmati untuk Tanah Air, tetapi meninggalkan warisan yang tak ternilai. Warisan berharga itu kini sebagian dalam kondisi terbiarkan dan kurang terawat," katanya.
Dia mengusulkan, pemerintah menyusun program pariwisata untuk melestarikan warisan jejak gula. Program wisata itu, misalnya, menyangkut pelestarian "bebanda" atau barang terkait sejarah jejak gula, panorama sekitar daerah penghasil gula serta kuliner.
Buku "Jejak Gula, Warisan Industri Gula di Jawa" mengangkat potensi terpendam dalam narasi ringan dan populer disertai foto peninggalan masa lalu maupun kondisi saat ini. Dari buku ini, tergambar bahwa industri gula pernah menjalankan peran sebagai lokomotif menuju kehidupan modern.
Meski bukan buku sejarah, tetapi buku ini akan mengantar pembaca menjelajahi kisah perjalanan industri gula dari waktu ke waktu, termasuk menjadi penopang keuangan Belanda sebelum depresi ekonomi tahun 1930-an. (JY)
Sumber: http://oase.kompas.com
"Hal itu mengingat sejarah gula nasional sudah menjadi rujukan bagi perkembangan gula di berbagai negara. Kota Pasuruan (Jawa Timur) bahkan merupakan kiblat penelitian gula internasional. Ahli-ahli gula dunia memulai penelitian dari sana," kata penulis buku "Jejak Gula, Warisan Industri Gula di Jawa" Krisnina Maharani di Jakarta, Senin.
Buku setebal 220 halaman tersebut, diterbitkan dalam rangka 10 tahun Yayasan Warna-Warni yang dipimpin Krisnina Maharani.
Peluncuran buku tersebut secara resmi akan dilakukan pada 11 April 2010 di museum yang dulunya adalah gedung keuangan Belanda bernama Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM) dan kini menjadi Museum Bank Mandiri.
Krisnina yang juga istri mantan Ketua DPR Akbar Tandjung mengemukakan, ulasan dalam bukunya lebih menitikberatkan pada sisi sosial dan budaya sebagai sejarah penting yang harus dilestarikan. Buku itu sama sekali tidak menyentuh sisi politik dari komoditas gula.
"Saya menyadari gula ini sangat politis dan sejarah sudah menulis hal itu. Namun saya tidak akan menyentuh sisi politik, tetapi lebih sisi sosial-budayanya," kata Krisnina.
Dia mengemukakan, dari hasil penelusurannya di lapangan maupun survei di berbagai obyek dari bukunya, jejak gula nasional mengandung sejarah yang perlu menjadi perhatian untuk dikembangkan.
"Kebetulan saya menyukai sejarah, kita harus bersyukur bahwa jejak gula memiliki peninggalan yang sangat penting. Persoalannya bagaimana kita menempatkan jejak sejarah itu," katanya.
Krisnina yang tepat berusia 50 tahun mengemukakan, berdasarkan penelusuran atas data dan informasi serta survei di lapangan, gula telah memberi sumbangan besar bagi kemakmuran Belanda di masa silam. Karena itu, ahli sejarah perekonomian Belanda Cornelis Fasseur menyatakan "gula adalah gabus yang mengapungkan Nederland".
"Meski kemakmuran itu tidak banyak yang bisa dinikmati untuk Tanah Air, tetapi meninggalkan warisan yang tak ternilai. Warisan berharga itu kini sebagian dalam kondisi terbiarkan dan kurang terawat," katanya.
Dia mengusulkan, pemerintah menyusun program pariwisata untuk melestarikan warisan jejak gula. Program wisata itu, misalnya, menyangkut pelestarian "bebanda" atau barang terkait sejarah jejak gula, panorama sekitar daerah penghasil gula serta kuliner.
Buku "Jejak Gula, Warisan Industri Gula di Jawa" mengangkat potensi terpendam dalam narasi ringan dan populer disertai foto peninggalan masa lalu maupun kondisi saat ini. Dari buku ini, tergambar bahwa industri gula pernah menjalankan peran sebagai lokomotif menuju kehidupan modern.
Meski bukan buku sejarah, tetapi buku ini akan mengantar pembaca menjelajahi kisah perjalanan industri gula dari waktu ke waktu, termasuk menjadi penopang keuangan Belanda sebelum depresi ekonomi tahun 1930-an. (JY)
Sumber: http://oase.kompas.com