Yogyakarta - Kita tidak perlu kecewa dan jangan sakit hati apabila Candi Borobudur dinyatakan bukan lagi sebagai salah satu dari 7 keajaiban dunia. Tapi, kita boleh marah besar andai saja ada pernyataan bahwa Borobudur adalah “milik” badan dunia atau lembaga internasional. Sebab, kata “milik” bisa dikonotasi menjadi “dikuasai” dan bangsa Indonesia apalagi orang Jawa sudah tidak punya “hak” terhadap karya agung itu. Idealnya, Candi Borobudur sudah harus dikuasai dan dimiliki kembali secara utuh oleh bangsa Indonesia tanpa campur tangan pihak asing manapun. Borobudur harus menyejahterakan masyarakat sekitarnya yang hingga kini masih banyak berada dalam suasana kemiskinan.
“Borobudur harus disandera dan dikembalikan oleh bangsa Indonesia. Borobudur hanya memperkaya orang lain bukan untuk masyarakat sekitarnya,” kata Umar Syaiful, pematung dan spiritual, dalam jumpa pers di Warung Mbak Sasa Yogya, Selasa (14/4). Pernyataan Umar tersebut berkaitan akan digelarnya hajatan budaya di EloProgo Art, Desa Bajen, Wanurejo, Borobudur, Magelang, yang akan diisi oleh pameran lukisan, diskusi budaya dan peluncuran sekaligus pentas musik album Pitulungan. Dalam jumpa pers tersebut, selain Umar, juga hadir Sony Santosa (pelukis), Heri Machan (musisi), dan Budi Laut (pelukis). Kegiatan akan berlangsung 16-22 April 2009 mengambil tema “Pekerti Melahirkan Budi. Pusaran Hening Borobudur”. Rencananya acara akan dibuka oleh Mendagri Mardiyanto.
Terkesan menggugat Borobudur yang masih dikuasai pihak-pihak asing, Umar Syaiful yang juga penggagas acara menegaskan bahwa candi agung tersebut merupakan hasil karya masyarakat dan para seniman Jawa yang dalam proses pembangunannya tanpa memiliki rasa pamrih atau pun berdasar dorongan agama. “Saya ini pematung dan kalau membuat patung tidak ada terkait agama. Jadi, bikin ya... bikin saja. Nah, orang Jawa pada saat itu membuat Borobudur tanpa pamrih, mereka tidak banyak menuntut dan bukan pula ada dorongan untuk agama tertentu. Borobudur itu simbol kerja orang Jawa dan hasil kearifan lokal,” tegasnya.
Sebagai upaya membangkitkan semangat bahwa Borobudur merupakan hasil karya budaya orang Jawa, maka kegiatan pameran yang berkait dengan keagungan Borobudur perlu dilakukan. “Kita perlu memunculkannya lagi. Sebab, Borobudur bukan hanya sekadar candi tapi menggambarkan kehidupan yang unggul terutama kehidupan dan budaya Jawa,” kata Letjen (Pur) Suyono, Penasihat Panitia Penyelenggara Pameran Relief Borobudur kepada wartawan di Jakarta.
Dari dalam pameran yang akan digelar di daerah Bejen itu, direncanakan sebanyak 40 dari ribuan relief pada dinding Candi Borobudur karya Sony Arya Santosa akan dipamerkan. “40 lukisan relief ini saya siapkan sejak empat tahun lalu,” kata Sony. Selama pameran berlangsung juga diadakan dialog budaya dengan tema `Borobudur, Seni dan Perdamaian Abadi` yang menampilkan sejumlah pembicara terkenal termasuk Romo Murita, KPH Darudriyo Sumodiningrat, dan Gus Mus. (Cdr/Sim)
Sumber: http://www.kr.co.id 16 April 2009