Palembang - Kota Palembang belum banyak memiliki tempat wisata bagi anak-anak dari keluarga menengah ke bawah. Kalaupun ada, lokasinya hanya sesuai bagi mereka yang berasal dari keluarga mampu. Sebagai bentuk kewajiban pemenuhan hak anak, pemerintah didesak peduli dan membantu persoalan ini.
Demikian salah satu masalah yang mengemuka dalam diskusi ”Perkembangan Bisnis Perhotelan sebagai Indikator Pertumbuhan Ekonomi dan Pariwisata”, Jumat (28/3) di Kantor Harian Kompas Biro Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel).
Diskusi yang diprakarsai Kompas ini menghadirkan pembicara Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata RA Rachman Zeth serta Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sumsel Iwan Setiawan serta dihadiri organisasi nonpemerintah, pelaku usaha kecil dan menengah (UKM), pelaku bisnis perhotelan, dan wartawan.
Menurut Rina Bakrie dari Yayasan Puspa Kota Palembang, pengembangan infrastruktur pariwisata tidak seharusnya hanya melayani kepentingan orang dewasa saja. Namun, pariwisata juga bermakna luas, yakni turut mengakomodasi kepentingan anak. Ini karena anak juga punya hak yang sama untuk mendapatkan fasilitas tempat wisata dan hiburan.
”Namun, lihat di Palembang, hampir tidak ada tempat wisata anak dari kalangan keluarga menengah-bawah. Yang ada hanya bagi anak keluarga kaya saja. Dulu ada Taman Ria, tetapi sudah hilang karena tergusur kepentingan pembangunan hotel dan mal. Jelas ini timpang,” katanya.
Menanggapi itu, Rachman mengakui minimnya tempat wisata anak. Dia berjanji membawa usulan baik ini kepada pemegang kebijakan, khususnya gubernur dan wali kota terkait.
Berbasis masyarakat
Rachman mengatakan, pengembangan sektor pariwisata di Sumsel menggunakan prinsip tourism community based atau pariwisata berbasis masyarakat. Ini berarti ada keterlibatan masyarakat sehingga sektor pariwisata nantinya diharapkan bisa berdampak positif bagi perekonomian masyarakat.
”Melalui 78 agenda Visit Musi 2008, kami tidak hanya menarik wisatawan murni, tetapi juga wisatawan MICE sehingga ada multiplier effect,” katanya.
Belum menyentuh
Meski demikian, Iwan Setiawan menilai Visit Musi 2008 masih belum banyak menyentuh kalangan masyarakat di kawasan pinggiran Sungai Musi. Dia menyarankan agar keterlibatan masyarakat sungai dimaksimalkan, misalnya dengan pembinaan produsen makanan khas daerah, organisasi kaum pemuda, dan pendirian perpustakaan terapung.
Sumber: www.kompas.com (29 Maret 2008)