Oleh Ajisman
Pengantar
Era otonomi daerah memacu setiap daerah untuk semaksimal mungkin menggali dan mengembangkan berbagai potensi yang ada yang ditujukan bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sektor kepariwisataan merupakan salah satu sumber terpenting bagi Pendapatan Asli Daerah. Dengan adanya tuntutan ini, maka penggalian dan pengembangan potensi-potensi kepariwisataan menjadi kegiatan yang perlu menjadi perioritas dalam upaya pembangunan daerah
Provinsi Bengkulu memiliki bangunan bersejarah yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata sejarah. Bangunan bersejarah tersebut kebanyakan berada di Kota Bengkulu. Bengkulu dalam rentangan sejarah yang panjang, baik sebelum kedatangan bangsa Eropa (Pertugis, Belanda, Inggris) Cina dan bangsa Asia lain, maupun sesudahnya, banyak menyimpan peristiwa-peristiwa dan bangunan sejarah yang bernilai dan dapat dijadikan objek wisata.
Bangunan bersejarah yang berpotensi sebagai objek wisata sejarah di Kota Bengkulu antara lain adalah: Benteng Marlborough dan Rumah kediaman Bung Karno. Objek wisata sejarah di Kota Bengkulu cukup banyak, namun ironisnya dalam pemeliharaanya terkesan kurang terpelihara dengan baik, sehingga banyak bangunan bersejarah yang bisa dijual sebagai objek wisata hancur dimakan zaman. Sebagaimana yang diungkapkan oleh kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bengkulu. “Bangunan bersejarah yang ada di Kota Bengkulu sebagianya ada yang terawat baik dan masih dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata, tapi ada yang kondisinya sangat memprihatinkan. Dalam konteks yang demikian peran pemda dan informasi yang memadai sangat penting. Sehingga wisatawan yang berkunjung akan memperoleh informasi dan pengetahuan yang cukup, terhadap makna dan latar belakang sejarah yang terkandung dalam objek wisata tersebut.
A. TINJAUAN HISTORIS
1. Benteng Marlborough
Benteng Marlborough merupakan salah satu objek wisata sejarah yang terdapat di Kota Bengkulu. Objek wisata Benteng Marlborough terletak di Kelurahan Kampung Cina, Kecamatan Teluk Segara Kota Bengkulu. Benteng ini menjadi pusat kedudukan tentara Inggris di Bengkulu. Benteng berbentuk segi-empat dengan ukuran panjang 240 meter dan lebar 170 meter. Benteng ini didirikan oleh The Britsh East India Company pada tahun 1713 dan selesai pada tahun 1719.
Benteng Marlborough adalah sebagai pengganti Fort York yang dibangun oleh Inggris. Fort York adalah benteng Inggris yang pertama dibangun di Bengkulu. Benteng ini tidak terlepas dari sejarah keberadaan bangsa Inggris di Bengkulu. Pada bulan Juni 1685 kapal-kapal dagang Inggris berlabuh di depan muara sungai Bengkulu. Setelah mendapatkan kata sepakat, bahwa Inggris dapat menetap dan dapat melakukan perniagaan secara bebas, maka dibuat suatu perjanjian untuk pertama kalinya dengan Pangeran Raja Muda dari Kerajaan Sungai Limau oleh Ralp Ord sebagai wakil dari pihak Inggris. Dengan persetujuan perjanjian itu, bangsa Inggris untuk pertama kalinya membangun kantor dagang dan sekaligus sebagai bentengnya disamping muara Sungai Serut. Kantor dagang atau benteng ini mereka namakan Fort York.
Fort York didirikan di atas sebuah bukit kecil di pinggiran muara Sungai Serut yang dikelilingi oleh rawa-rawa sehingga timbul berbagai penyakit menular terutama malaria, banyak prajurit dari pegawai sipil di benteng ini meninggal karena penyakit . Selain itu, letaknya kurang menguntungkan bagi bangsa Inggris. Inggris berusaha mengadakan pendekatan kembali kepada raja-raja Bengkulu untuk mendapatkan lokasi baru untuk mendirikan benteng sebagai pengganti Fort York. Berkat pendekatan dengan raja-raja di Bengkulu, Inggris mendapatkan lokasi baru yang lebih besar dan letaknya yang strategis diantara sebuah bukit kecil di pinggir pantai Tapak Paderi. Pembangunan benteng ini dilakukan secara bertahap selama lima tahun, pembangunanya dikerjakan oleh arsitek dan para pekerja yang sengaja didatangkan dari India. Pemberian nama Fort Malborough adalah sebagai kenangan kepala seorang komondan militer Inggris yang terkenal “The First Duke Of Marlborough.
Pemerintah Inggris mendirikan benteng ini bertujuan untuk memperkuat kedudukan mereka dari ancaman kolonial Belanda, kesultanan Banten serta untuk mengatasi kemungkinan ancaman pemberontakan rakyat yang merasa tertekan oleh politik penjajahan yang mereka jalankan.
Dengan dibangunya Fort Marlborough yang baru ini, disekitar benteng dipersiapkan sebauh kota, dengan memulai membuka pasar sebagai pusat perdagangan dan oleh penduduk Bengkulu dikenal dengan nama Pasar Melabro. Dari sinilah dapat dikatakan mulai lahirnya kota Bengkulu yang sekarang.
Masalah utama yang dihadapi oleh Inggris di Bengkulu pada masa berkuasanya adalah jarak yang terlalu jauh dengan pemimpin yang berpusat di London. Untuk kebutuhan logistik yang dikirim dari London memakan waktu sampai delapan bulan . Tidaklah mengherankan bahwa persediaan beberapa perlengkapan penting di benteng ini sering berada pada tingkat yang mengkhawatirkan. Beberapa perlengkapan utama seperti mesiu terpaksa di beli dari kapal-kapal dagang yang singgah di Bengkulu.
Pada tahun 1759 perbentengan dilengkapi dengan parit kering yang masih dapat dilihat sampai sekarang. Parit ini dalamnya sekitar 6 kaki dan lebarnya 12 kaki. Tanah galian itu diletakkan antara dinding benteng yang lama dengan dinding baru sebelah luarnya yang khusus dibangun yang tujuanya untuk meredam serengan mariam. Penambahan ini membuat benteng terlihat seperti sekarang .
Tidak lama setelah pembangunan parit benteng, suatu skuadroun laut Perancis dibawah pimpinan Comte Charles mendarat di Bengkulu. Karena kekurangan amunisi dan perbekalan hanya memberikan suatu satu pilihan bagi pihak Inggris yaitu menyerah. Kota Bengkulu dan benteng dikuasai Perancis tanpa pertumpahan dara. Perancis memanfaatkan benteng ini untuk mempenjarakan orang Inggris. Dalam delapan bulan berikutnya banyak pasukan Perancis meninggal karena berbagai penyakit sehingga akhirnya komandan Perancis memutuskan untuk meningggalkan Bengkulu dan menyerahkan benteng kepada pasukan Inggris, yang sudah berkurang kekuatanya akibat berbagai penyakit.
Masa pemerintahan Raffles di Bengkulu merupakan masa menjelang akhir dari kekuasaan Inggris atas daerah Bengkulu. Pada tahun 1824 dilaksanakan Tratak London yang salah satu isinya adalah Inggris menyerahkan Bengkulu kepada Belanda. Serah terima tersebut berlansung pada tanggal 16 April 1825. Waktu itu penguasa Inggris di Bengkulu adalah Prince sebagai Actning Residen pengganti Sri Thomas St. Raffles. Sejak itu pula benteng Marlborough berikut daerah Bengkulu dikuasai oleh kolonial Belanda. Selama pemerintahan Belanda benteng Marlborough tidak diperbesar atau diperbaiki, kecoali pada pertengahan abad 19 ketika dilakukan pemasangan mariam pada keempat menara benteng tersebut.
Belanda menguasai benteng Marlborough sampai perang Dunia kedua, lalu meyerahkanya kepada Jepang yang berhasil menguasai Sumatra. Setelah penyerahan Jepang kepada sekutu pada tahun 1945, benteng kembali dikuasai oleh Belanda dan baru setelah Indonesia merdeka, benteng dimanfaatkan oleh tentara Indonesia dan polisi sampai akhirnya dikosongkan pada akhir tahun 1970-an. Kedaan benteng tidak berubah tetap seperti sekarang ini, hanya sedikit pemugaran pada akhir tahun 1980 oleh pemerintah Indonesia melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Secara kronologis, sejarah benteng Marlborough dapat diuraikan sebagai berikut :
Tahun 1714-1719 : Masa Pembangunan Fort Marlborough
Tahun 1719-1724 : Fort Marlborough ditinggalkan sebagai akibat serangan rakyat Bengkulu.
Tahun 1724-1825 : Fort Marlborough kembali dikuasai Inggris
Tahun 1825-1942 : Fort Marlborough dikuasai Belanda
Tahun 1942-1945 : Fort Marlborough deikuasai Jepang
Tahun 1949 : Fort Marlborough kembali dikuasai Belanda
Tahun 1949-1983 : Dikuasai oleh Republik Indonesia (TNI-AD, KODIM 0407 Bengkulu Utara)
Tahun 1983-1984 : Benteng dipugar Pemerintah Republik Indonesia, melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Benteng Marlborough merupakan benteng batu-bata, berdena kura-kura, bagian badan kura-kura sebagai benteng. Pada bagian kepala kura-kura sebagai pintu masuk ke dalam benteng. Dinding ruangan benteng terbuat dari pasangan batu karang bata dana batu kali, tebal dinding 1,25 meter. Sedangkan pintu ruangan tersebut terbuat dari besi, yaitu , berdiri dengan kerangka besi plat dengan ketebalan 15 mm, dan jeruji besi bulat dengan diameter 18 mm.
Setelah melewati gerbang pertama terlihat empat buah batu nisan besar, Dua diantaranya adalah tugu peringantan bagi Thomas Shaw yang meninggal pada tahun 1704 dan deputi Gubernur Richard Watts yang meninggal pada tahun 1705. Dua buah prasasti lainya, satu diantaranya adalah untuk menghormati Kapten Thomas Cuney, salah seorang perawira yang terlibat dalam pendirian benteng Marlborough. Ia meninggal pada tanggal 17 Pebruari 1737. Prasasti yang ke empat diperuntukkan bagi Henry Stirling pegawai sipil East India Compony yang menjadi anggota Majelis di Bengkulu, Ia meninggal pada tanggal 1 April 1744 dalam usia 25 tahun.
Di daerah lingkaran benteng ini di dekat gerbang luar (tepatnya bagain belakang pintu gerbang sebelah kanan ), terdapat tiga buah makam. Pertama makam Residen Thomas Parr yang mati dibunuh pada tanggal 23 Desember 1807 oleh rakyat Bengkulu. Pada masa itu dikhuatirkan bila ia dimakamkan di komplek pemakaman Inggris, rakyat Bengkulu akan membongkarnya. Di sebelahnya dimakamkan pegawainya, Charles Murray, yang berusaha menyelamatkan Parr namun terluka dan meninggal tidak lama kemudian. Makam ketiga tidak diketahuai milik siapa, tidak ditemukan catatan yang dapat memberikan petunjuk mengenai makam ini.
Di benteng bagian barat daya terdapat di sebelah kiri dan kanan lorong benteng. Di sebelah kiri terdiri dari 7 lokal atau ruangan. Dinding ruangan tersebut dari pasangan batu kali, batu karang, bata dengan mempergunakan perekat campuran kapur, pasir dan tepung bata. Disamping ruangan tersebut terdapat juga ruangan yang teretak di bawah kaki kura-kura barat daya, yaitu rungan penjara bawah tanah, yang terdiri dari tiga ruangan yang keadaanya sangat gelap.
Jika kita masuk dari arah gerbang selatan dapat ditemukan jambatan kayu yang melintas parit kering (yang digali pada tahun 1759) ke bagian tembok benteng yang melingkung dibangun tahun 1783. Ini merupakan salah satu makanisme pertahanan yang disusun untuk memberikan tembakan perlindungan serta perlindungan gerbang menara dan sisinya.
Lapangan utama benteng ini terdiri dari lapangan upacara serta beberapa taman yang berpagar. Lapangan upacara ini dahulunya dipergunakan untuk apel pagi bagi bagi karyawan, staf dan tempat latihan keterampilan serta upacara penyambutan tamu. Di lapangan ini juga para tentara berbaris mendengarkan keputusan pengadilan dan menjadi saksi eksekusi militer. Hukuman bagi pelanggar atau tindakan desersi di Bengkulu adalah hukuman mati, ditembak atau dihukum gantung semuanya dilaksanakan di lapangan ini.
Suatu hal yang menarik untuk diperhatikan adalah jika kita keluar dari bagain dalam benteng melelui gerbang selatan. Dibanding dengan ilustrasi ini yang dibuat pengamatan (Look out Tower) dari menara selatan. Manara ini digunakan untuk memantau Pulau Tikus yang menjadi pos sinyal. Pos di Pulai Tikus ini akan mengirimkan tanda ke benteng secepatnya bila ada kapal yang memasuki perairan Bengkulu. Menara pengamatan ini rusak dan akhirnya hancur karena gempa bumi sehingga pemerintah merobohkanya.
Menelusuri benteng Marlborough pada semua sisinya akan mengingatkan kita pada masa lalu Bengkulu di bawah pemerintahan kolonial Inggris 1685-1825 dan Belanda sampai masuknya tentara pendudukan Jepang. Walaupun Inggris telah merampas kemerdekaan dan kekayaan Bengkulu tapi tidak pernah menenggelamkan semangat perjuangan pantang menyerah rakyat Bengkulu mengusir kaum kolonial dari negeri leluhurnya.
2. Rumah Kediaman Bung Karno
Tempat lain yang tidak kalah pentinya untuk dikunjungi oleh para wisatawan di Kota Bengkulu adalah Rumah kediaman Bung Karno. Jika kita berjalan kaki dari Munumen Inggris ke timur maka kita akan menemui bekas rumah Proklamator Kemerdekaan dan Presiden pertama Soekarno. Rumah ini ditempati Soekarno bersama istrinya Inggit putri angkat mereka Ratna Juami selama Soekarno dibuang oleh Belanda ke Bengkulu antara tahun 1938 hingga 1941.
Rumah ini terletak di Jl. Soekarno Hatta dengan sebuah beranda di depanya, dimana Soekarno sering pula duduk bersama istri keduanya, Fatmawati, seorang gadis cantik asal Bengkulu. Rumah yang sekarang menjadi museum menyimpan berbagai peninggalan Bung Karno seperti sepeda, lemari kayu, pakaian dan buku-buku berbahasa Belanda peninggalan Soekarno selama pengasingannya di Bengkulu.
Pada awal kedatangan Bung Karno di Bengkulu ia tidak menepati rumah ini, utuk sementara ia ditempatkan di penampungan sementra di Hotel Centrum. Mereka ditempatkan di Hotel ini karena rumah yang disediakan di Anggut Atas sedang diperbaiki. Tidak lama kemudian perbaikan rumah itu selesai. Bung Karno bersama keluarganya dipindahkan ke rumah yang sekarang terletak di Jl. Soekarno Hatta Kota Bengkulu.
Rumah kediaman Bung Karno pada awalnya adalah milik seorang pedagang Cina yang bernama Tjang Tjeng Kwat. Sehari-hari ia bekerja sebagai penyalur bahan pokok untuk keperluan Belanda. Rumah tersebut disewa oleh Belanda untuk menempatkan Bung Karno selama pengasingan di Bengkulu. Hingga sekarang cirri-ciri sebagai rumah Cina masih ada, yaitu lobang angin yang terdapat di atas jendela dan pintu bermotif huruf atau ungkapan dalam bahasa Cina.
Pada awal kedatangan Bung Karno di Bengkulu, masyarakat ingin tahu siapa orang diasingkan Belanda di Bengkulu dan ingin mengenal lebih dekat dengan Bung Karno. Karena keakraban dalam bergaul dengan masyarakat sekitarnya, Bung Karno mendapat dua orang pembantu yaitu Mu’in berasal dari Sunda dan Fadil berasal dari daerah Lebong.
Selama pengasinganya di Bengkulu Bung Karno sering kali berkeliling kota untuk mengenal lebih dekat keadaan Bengkulu. Sehingga Bung Karno mulai dikenal banyak orang. Dalam berbagai pertemuan Bung Karno dan Inggit sering di undang oleh lembaga-lembaga keagamaan seperti Muhammadiyah. Bahkan Bung Karno pernah mengajar di lembaga pendidikan Muhammadiyah, yang mengajarkan untuk mencintai tanah air. Bung Karno juga sering berkunjung ke beberapa masjid sehingga ia pernah merancang pembangunan sebuah masjid yang terletak di tengah kota Bengkulu, bernama Masjid Jamik, pembangunan masjid ini adalah swadaya masyarakat. Hingga sekarang masjid Jamik menjadi kebanggaan bagi masyarakat Bengkulu dan menjadi salah satu tujuan wisata sejarah yang dikunjungi oleh wisatawan di kota Bengkulu.
Pada saat Bung Karno menepati rumah ini, selalu dijaga petugas kepolisian Belanda. Siapapun tamu beliau terlebih dahulu harus melapor dan minta izin kepada petugas penjagaan. Ruang gerak Bung Karno selalu dibatasi. Meskipun demikian , Bung Karno Masih lolos untuk berkomunikasi dengan tokoh-tokoh politik lainya, seperti Husni Thamrin, Hamka dan Kyai Haji Mansyur.
Seperti halnya di daerah lain, di Bengkulu Bung Karno juga mendirikan kelompok sandiwara. Gagasan Bung Karno untuk mendirikan sandiwara ini disambut baik oleh teman-teman dekatnya. Perkumpulan sandiwara yang dibentuk Bung Karno itu bernama “Tonsel Kalimutu”, semua pemainya adalah laki-laki. Tempat latihan sndiwara ini di lakukan di rumah kediaman Bung Karno di Anggut. Selain itu latihan sandiwara juga diadakan di sekolah Muhammadiyah. Lakon-lakon yang dipentaskan adalah sebagai berikut:
1. Dr. Pengiblis Syaitan.
2. Kisah cinta istri seorang Komandan Pertugis di Endeh
3. Lowis Pareire Kumi Toro, yang menceritakan si Putri Cantik Rendo. Putri tersebut berambut keemasan yang panjangnya sampai tujuh meter
4. Rainbow
5. dan Cut-cut Bee.
Naskah-naskah yang dipentaskan diciptakan oleh Bung Karno sendiri, begitu juga yang melatih. Latihan dan pementasan tersebut digunakan oleh Bung Karno sebagai jambatan untuk berkomunikasi dengan para pemuda dan kawan-kawanya. Jalinan komunikasi tersebut merupakan senjata yang ampuh untuk meneruskan perjuanganya melawan penjajahan Belanda.
Dengan adanya kegiatan sandiwara di rumah Bung Karno, maka masyarakat banyak berkunjung, baik untuk latihan maupun sekedar untuk melihat-lihat. Salah seorang yang berkunjung ke rumah Bung Karno pada tahun 1938 adalah Hasanddin. Hasanddin adalah seorang pedagang sayur di kota Curup dan juga menjadi pemimpin Muhammadiyah di Curup. Hasauddin ingin bersilahturrahmi dengan Bung Karno. Sebelum keberangkatanya ke Bengkulu, Hasanddin menulis surat terlebih dahulu. Dalam surat ia menyatakan ingin bertemu dengan Bung Karno.
Pada hari yang ditentukan Hasanddin sekeluarga berangkat ke Bengkulu dan menginap di rumah keluarganya. Baru keesokan harinya mereka menuju rumah Bung Karno. Keberangkatan Hasanddin disertai Istri (Siti Chadijah) dan anaknya yang bernama Fatmawati. Dengan menaiki Delman (dokar) mereka tiba di rumah Bung Karno. Pembicaraan antara Bung Karno dengan Hasanddin masalah perjuangan dan pergerakan. Setelah pembicaraan selesai giliran Fatma yang ditanya oleh Bung Karno, “Fatma, kamu sekolah dimana ?” Fatmapun menjelaskan bahwa ia tidak sekolah, hanya aktif dalam perkumpulan Nasyatul Aisyah di Curup. Bung Karno kembali bertanya, “Apakah fatma bersedia masuk sekolah RK Vakschool bersama Ratna Juami ?”. Bung Karno juga mengatakan ia kan menjamin semua yang penting Fatma mau sekolah.
Semenjak itu Fatma tinggal di Bengkulu, sedangkan Hasanddin bersama keluarga kembali ke Curup. Hari berganti begitupun bulan dan tahun, akhirnya Fatma dapat menyelesaikan sekolahnya di Bengkulu. Sementara teman-teman dekat Bung Karno sering berkunjung untuk membicarakan segala sesuatunya, Diantara teman-teman Bung Karno yang sering berkunjung dan mendatangi rumah di Anggut Atas adalah disamping Hasanddin, ada Abdul Manaf, Bachtiar karim dan Abdullah.
Pada bulan Juli 1942, barulah terlaksana pernikahan Bung Karno dengan Fatmawati. Dalam pernikahan tersebut Bung Karno diwakili oleh Mr. Sarjono dan Fatmawati diwakili oleh Basaruddin (kakek Fatmawati). Setelah pernikahan terlaksana Fatmawati harus menunggu beberapa bulan untuk berangkat ke Jakarta. Fatmawati harus menyusul Bung Karno ke Jakarta yang telah meninggalkan rumah di Anggut Atas. Pada Tanggal 1 Juni 1943, barulah Fatmawati berangkat ke Jakarta untuk dipertemukan dengan Bung Karno.
B. POTENSI WISATA SEJARAH
1. Objek Wisata
Selama kurun waktu beberapa tahun, semenjak dibukanya Benteng Maralbourough untuk umum sebagai tujuan wisata sekitar tahun 1984. Objek wisata Benteng dan Rumah kediaman Bung Karno, yang menjadi objek wisata unggulan di kota Bengkulu masih minim dikunjungi para wisatawan, baik wisatawan lokal maupun manca negara. Grafik wisatawan yang berkunjung ke Benteng dan Rumah Bung Karno mengalami pasang surut. Pada hari-hari tertentu pengunjungnya cukup ramai seperti pada hari-hari libur sekolah, hari lebaran, tahun baru dan pada saat upacara Tabot. Jika diambil rata-rata pengunjung Benteng maupun rumah Bung Karno berkisar sekitar 300 atau 400 orang / bulan.
Kendatipun sedikitnya orang berkunjung ke Benteng dan Rumah Bung Karno dari yang diharapkan, namun apesiasi masyarakat terhadap Benteng dan rumah Bung Karno sudah mulai cendrung ke arah peningkatan. Orang datang ke Benteng dan Rumah Bung Karno bukan hanya untuk jalan-jalan saja. Dari tingkah laku pengunjung sudah menunjukkan ke arah ingin tahuanya mereka tentang Benteng dan rumah Bung Karno. Hal itu ditandai banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh pengunjung kepada pemandu saat berkunjung seperti tentang riwayat Benteng, dan pengunaan masing-masing ruangan yang ada dalam Benteng, begitu juga dengan aktifitas Bung Karno selama berada di Bengkulu dan lain sebagainya.
Tidak semua pengunjung yang datang ke Benteng yang bisa dipandu, untuk memudahkan pengunjung mengetahui masing-masing ruangan yang ada dalam Benteng, maka dari Subdin Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional Bengkulu telah membuatkan semacam deskripsi atau keterangan yang dapat dibaca dan mudah dipahami oleh seluruh pengunjung mengenai fungsi masing-masing rungan yang ada dalam Benteng. Pengunjung yang sifatnya perorangan ia akan berpedoman kepada deskripsi yang telah ditempel pada masing-masing ruangan. Tapi bila pengunjung yang rombongan atau tamu Partokoler yang datang melalui surat, maka pengunjung atau tamu tersebut akan dipandu oleh seorang pemandu yang bertugas menjelaskan tentang sejarah Benteng dan fungsi masing-masing ruangan yang ada dalam Benteng. Penjelasan yang diberikan oleh pemandu tetap berpedoman kepada deskripsi yang menempel di masing-masing ruangan.
Berdasarkan pengamatan selama ini pengunjung datang ke Benteng sama dengan berkunjung ke Museum. Sebelum berkunjung mereka beranggapan bahwa Benteng adalah tempat penyimpanan barang-barang peninggalan bersejarah. Tapi setelah mereka berkunjung dan membaca keterangan yang ditempel di masing-masing ruangan, maka pengunjung berkesimpulan bahwa Benteng adalah merupakan bangunan bersejarah yang masing-masing ruanganya punya fungsi. Meskipun Benteng tidak dilengkapai dengan koleksi penunjang tapi paling tidak fungsi ruangan dapat diinformasikan atau diketahui oleh masyarakat yang berkunjung ke Benteng dengan harapan masyarakat tahu dengan fungsi ruangan. Kalau selama ini masyarakat masuk ke Benteng dengan tanda tanya, dan keluar dari Benteng tanda seru. Sekarang masuk dengan tanda tanya, keluar sudah ada jawaban, mereka sudah tahu fungsi masing-masing ruangan.
Pengunjung yang datang ke Benteng dan rumah Bung Karno mempunyai motivasi yang berbeda, ada yang hanya sekedar jalan-jalan untuk sekedar melihat-lihat, ada yang kepingin tahu tentang keberadaan Benteng Ada juga datang dari kalangan mahasiswa dan siswa, mencari data untuk keperluan membuat skeripsi dari berbagai jurusan seperti jurusan Arkhiologi, arsitektur, teknik sipil, sejarah dan ekonomi. Jika mereka datang ke Benteng, informasi yang diberikan tetap mengacu kepada deskripsi yang tertera di masing-masing ruangan, apa lagi data pendukung mengenai keberadaan Benteng ini juga tidak banyak dan sangat terbatas. Selain mahasiswa ada juga siwa-siswi SLTA yang datang ke Benteng dan rumah Bung Karno. Misalnya ketika mereka disuruh membuat PR oleh guru-gurunya, mereka datang mencari data mengenai Benteng, maupun rumah Bung Karno.
Jika pengunjung berkunjung ke objek wisata rumah Bung Karno yang terletak di Jl. Suakarno Hatta, maka di dalam rumah tersebut masih tersimpan berbagai peninggalan Bung Karno yang sebagianya peninggalan tersebut masih utuh seperti Buku-buku, pakaian Tuning (pakaian yang pernah dipergunakan untuk bersandi wara), foto-foto, sepeda, lemari, kursi tamu, meja makan dan tempat tidur. Semua peninggalan Bung Karno ini masih utuh dan terpelihara dengan baik.
Suatu hal yang sangat menarik di objek wisata rumah Bung Karno, yaitu jika pengunjung masuk ke dalam rumah dan terus ke belakang, maka pengujunjung akan menemukan sebuah sumur tua. Saumur tua tersebut masih utuh dan air nya sangat jernih. Sebagian pengunjung yang datang ia menyempatkan diri untuk mencuci muka di sumur tua tersebut. Sumur tersebut sampai sekarang masih dipercaya oleh sebagian pengunjung, dapat mengambil berkah dari air sumur tersebut. Kepercayaan orang untuk mencuci muka di sumur tua itu barangkali ingin mengambil berkah. Kerena melihat kharisma dan kehebatan Bung Karno, Bung Karno punya kelebihan. Di Bengkulu Bung Karno pernah membuat drama Marten Carlo, dan termasuk arsitektur pembangunan masjid Jamik Bengkulu. Selama di Bengkulu Bung Karno tidak pernah berhenti untuk menanamkan semangat juang dan cinta tanah air kepada pemuda dan pemudi serta masyarakat Bengkulu pada umumnya.
Berkaitan dengan Benteng dan rumah Bung Karno Alcala Zamora mengatakan “Dari segi promosi Benteng dan rumah Bung Karno sudah menjadi wisata unggulan, sebab semua orang sudah tahu, kalau ke Bengkulu tidak pergi ke Benteng dan rumah Bung Karno belum sempurna rasanya”.
2. Pelestarian Nilai Sejarah dan Budaya
Benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa, pemanfaatan adalah upaya pendayagunaan bagi kepentingan agama, sosial. pariwisata, ilmu penegetahuan dan kebudayaan. Peninggalan bangunan bersejarah perlu dilindungi, dilestarikan dan dikembangkan, dimamnfaatkan untuk pemupukan jati diri bangsa dan kepentingan nasional umumnya serta kepentingan daerah khususnya.
Perlindungan dan pemeliharaan terhadap bangunan peninggalan sejarah tidak lain merupakan upaya pelestarian terhadap keberadaan benda peninggalan sejarah dan budaya. Upaya pelestarian benda peninggalan sejarah dan budaya tersebut besar artinya untuk menumbuhkan apesiasi masyarakat terhadap warisan sejarah dan budaya.
Berdasarkan keputusan Mendikbud RI nomor 063/U/1995 tentang perlindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya, yang dimaksud dengan perlindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi segala gejala atau akibat yang disebabkan oleh perbuatan manuasia atau proses alam yang dapat menimbulkan kerugian atau kemusnahan bagi nilai manfaat dan keutuhan bangunan peninggalan sejarah dengan cara penyelamatan, pengamanan dan penertiban. Sedangkan yang dimaksud dengan pemeliharaan adalah upaya pelestarian bangunan peninggalan sejarah dari kerusakan yang diakibatkan oleh faktor manusia, alam dan hayati dengan cara perawatan.
Keberadaan Benteng Marlbourough dan Rumah Kediaman Bung Karno di kota Bengkulu sebenarnya merupakan data sejarah yang sangat penting, untuk menggali dan mengetahui kembali sejarah dan budaya Bengkulu dimasa lalu. Berkaitan dengan upaya pelestarian nilai sejarah dan budaya ini, maka pemerintah melalui dinas yang terkait di Provinsi Bengkulu telah melakukan upaya pelestarain peninggalan sejarah dan buda yang ada di kota Bengkulu khususnya benteng dan rumah kediaman Bung Karno, dengan cara pemugaran dan pemeliharaan.
Pemugaran dan pemeliharaan benteng Marlbourough dilaksanakan oleh Balai Pelestarain Peninggalan Purbakalah (BP3) Jambi dan Balai Arkhiologi Palembang, berkerjasma dengan Subdin Kebudayaan Diknas Privinsi Bengkulu. Pemugaran Benteng dilakukan pertama kali tahun 1978 dan selesai tahun 1984. Setelah itu pemugaran terus dilakukan tapi sifatnya bertahap. Begitu juga Rumah Bung Karno sudah dua tahap dipugar pertama rumah yang kedua lingkunganya. Setelah itu sudah sering juga dipugar berskala kecil seperti jendela, pengecetan ulang atau pagar.
Pemugaran Benteng pertama dilakukan tahun 1978. Semua dinding luar yang runtuh dibangun kembali. Dalam pemugaran selalu menjaga keaslian dengan arti kata tidak dirubah baik tinggi atau tebal dinding, begitu juga dengan ruang-ruangan di dalamnya sudah pernah dipugar. Setelah itu bagian-bagian tertentu sudah sering dipugar seperti jambatan di pintu masuk ke benteng. Jambatan itu paling lama tiga tahun sudah lapuk, begitu juga dengan dinding laur. Benteng ini kan dekat dengan laut, jadi air laut itu berhembus ke Benteng tingkat penggaramanya sangat tinggi, itu yang membuat jambatan dan dinding cepat rapuh. Pemugaran dinding itu juga tidak sekaligus, tapi kita cari segala perioritas. Artinya yang dipugar itu bagian-bagian dinding yang retak atau yang mengelupas saja.
Pelestarian suatu bangungan bersejarah tidak terlepas dari peran masyarakat setempat maupun para pengunjung yang datang ke tempat objek itu. Di sekitar Benteng kesadaran masyarakat atau pengunjung masih kurang terhadap kebersihan lingkungan, walaupun telah disediakan tempat sampah, namun pengunjung masih tetap membuang sampah seenaknya, pada hal tempat sampah sudah disediakan oleh pengelola. Jadi kesadaran masayarakt sekitar dan pengunjung sangat diperlukan sehingga, objek wisata Benteng dapat dibanggakan sebagai objek wisata unggulan di kota Bengkulu.
Dalam pembangunan Benteng ke depan Kusubdin Kebudayaan berharap “Pembangunan Benteng kedepan agar bisa dikombinasikan antara kepentingan teknis dengan kepentingan politis. Artinya Benteng sebagai benda cagar budaya atau benda bersejarah, untuk kepentingan studi dan ilmiyah dapat dilestarikan dan tetap utuh, tapi Benteng sebagai asset pariwisata juga dapat diandalkan sebagai aset budaya yang bernilai tinggi dan dapat dijual”.
3. Menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Sejalan dengan bergulirnya era otonomi daerah yang menuntut setiap daerah Kabupaten dan Kota untuk menggali, memanfaatkan dan mendaya gunakan berbagai potensi yang terdapat di daerahnya untuk sebanyak-banyaknya mendapatkan sumber pendapatan Asli Daerah (PAD). Semenjak diperlakukanya Undang-Undang otonomi daerah, maka orentasi kebijakan pemerintah daerah berubah yang semula hanya sebagai penompang kebijakan pemerintah regional menjadi lebih ekslusif.
Berkaitan dengan sumber pendapatan dari objek wisata Benteng dan rumah Bung Karno di kota Bengkulu, selama ini hanya baru sebatas menjual kercis. Hal itu diungkapkan oleh Subdin Kebudayaan Diknas Provinsi Bengkulu “Selama ini masalah yang berkaitan dengan kontribusi, baik Benteng maupun rumah Bung Karno belum tertata dengan rapi. Artinya selama ini antara modal kerja dengan hasilnya tidak seimbang dari segi keuntungan. Kedepanyan kita harapkan untuk apa kita meningkatkan mutuh Benteng atau rumah Bung Karno kalau tidak bisa meningkatkan PAD. Selama ini jika orang berkunjung ke Benteng atau rumah Bung Karno ia harus beli karcis, dewasa Rp. 1000/ orang dan anak-anak Rp. 500/ orang. Tapi kita harus ingat, tidak semua orang yang datang ke sana itu punya uang. Permasalahanya sekarang apakah mereka yang tidak punya uang itu kita usir, tapi mereka kepingin melihat ke dalam, dan kita tidak bisa menerkah apakah ia betul-betul tidak punya uang atau karena malas membayar. Jadi dalam hal ini petugas yang jaga memakluminya akhirnya orang yang tidak punya uang itu pun diizinkan masuk. Oleh karena itu kalau kita akan mengukur jumlah pengunjung dengan jumlah kercis yang terjual tidak akan cocok, apakah itu di Benteng maupun di rumah Bung Karno, bahkan di Museumpun juga seperti itu”.
Seperti objek wisata lain, tidak setiap hari ramai pengunjungnya, ada hari-hari tertentu pengunjung Benteng dan rumah Bung Karno cukup ramai seperti yang diungkapkan oleh juru pelihara rumah Bung Karno “Pengunjung yang datang baik ke rumah Bung Karno maupun ke Benteng rata-rata antara 350-450 orang / bulan. Pengunjung yang ramai hanya pada hari-hari tertentu saja seperti hari lebaran, liburan sekolah, saat upacara Tabot dan hari-hari libur lainya. Bagi pengunjung baik ke rumah Bung Karno maupun ke Benteng dipungut biaya, dewasa Rp. 1000 / orang dan anak-anak Rp. 500 / orang. Kadangkala ada juga orang yang tidak punya uang tapi ia kepingin juga melihat ke dalam, lebih-lebih anak sekolah, maka kita tidak tega untuk tidak mengizinkanya masuk. Jadi antara kercis yang terjual dengan jumlah pengunjung yang masuk tidak bisa dicocokkan jumlahnya.”
Hasil dari penjualan karcis baik dari Benteng maupun dari rumah Bung Karno, distor ke kantor Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Bengkulu. Penyetoran dilakukan satu kali setahun dengan sistem kontrak antara Rp.3 juta sampai Rp. 3. 500.000 / tahun. Setiap orang yang piket di Benteng maupun di rumah Bung Karno akan mencatat berapa karcis yang terjual setiap bulanya. Dari kenyataan yang ada kadangkala target yang ditetapkan itu tidak tercapai. Penyetoran kontribusi ke Dispenda Provinsi itu sesunggunya digunakan juga untuk kepentingan renovasi Benteng dan rumah Bung Karno juga. Meskipun kenyataanya dananya tidak cukup untuk merenonasi kedua bangunan bersejarah itu.
4. Peningkatan Ekonomi Masyarakat
Objek wisata bangunan bersejarah sedikit banyaknya mengandung nilai ekonimos, dapat menambah pendapatan daerah dan meningkatkan ekonomi masyarakat daerah sekitarnya. Benteng Marlbouruhg dan rumah kediaman Bung Karno yang menjadi andalan objek wisata di kota Bengkulu, belum banyak memberi pengaruh terhadap ekonomi masyarakat sekitarnya. Berdasarkan pengakuan dari Kasubdin Kebudayaan Diknas Parovinsi Bengkulu mengatakan “Pengaruhnya terhadap peningkatan ekonomi masyarakat disekitar Benteng maupun di rumah Bung Karno belum begitu tampak secara lansung. Tapi akhir-akhir ini masyarakat disekitar Benteng sudah mulai membuka warung makanan atau tokoh. Kedepan kita tentu ingin manata warung-warung di sekitar Benteng itu, sebab biasanya wisatawan itu tidak terlepas dari tiga hal apa yang dilihat, apa yang dibeli dan apa yang dibawa pulang”.
Selanjutnya Fakhri Bustamam mengatakan “Diharapkan ke depan kedai-kedai makanan itu ditata secara baik, sehingga warung-warung itu menjadi dekorasi terhadap objek wisata itu sendiri. Jadi orang datang ke Benteng, mau makan atau minum dan membeli oleh-oleh sudah tersedia disekitar benteng maupun di rumah Bung Karno. Warung atau tokoh yang berada di sekitar Benteng atau rumah Bung Karno akan berfungsi ganda, disamping memberikan fasilitas pelayanan kepada pengunjung dan masyarakat sekitarnya, ia juga sebagai dekorasi bagi objek wisata sejarah tersebut”.
Di objek wisata sejarah rumah Bung Karno, warung atau tempat penjual makanan sudah mengarah kepada penataan yang lebih baik. Di sepanjang Jl. Sukarno Hatta disisi kiri dan kananya, masyarakat disekitarnya sudah berjualan makanan khas Bengkulu. Karena sipenjual makanan sudah melihat dan membaca, bahwa tamu-tamu yang datang dari luar daerah Bengkulu, ia pasti berkunjung ke rumah Bung Karno. Jadi dikawasan Jl. Sukarno Hatta itu sangat strategis dijadikan kawasan penjual makanan khas Bengkulu
5. Prospek
Keseriusan pemerintah daerah dalam mengembangkan kawasan objek wisata sejarah di Bengkulu sudah mulai menggeliat, walaupun baru sebatas wacana. “Kedepanya Benteng ini akan dijadikan kawasan wisata andalan Bengkulu, yang jelas Bapak Gubernur dimana dan kapan saja dalam berbagai kesempatan ia selalu berbicara tentang wisata. Kalau sudah berbicara tentang wisata tidak terlepas dari Benteng dan rumah Kediaman Bung Karno. Karena kedua bangunan bersejarah tersebut sangat potensial untuk dijual tentunya dengan pengemasan agar Benteng dan rumah Bung Karno itu lebih menarik dan tidak menoton”.
Pengembangan Benteng kedepan akan mengkombinasikan antara kepentingan teknis dengan kepentingan politis. Artinya Benteng sebagai benda cagar budaya untuk kepentingan studi dan ilmiyah tetap terjaga keutuhanya, tetapi juga bisa dijual sebagai asset pariwisata. Namun hal itu masih mecari-cari yang terbaiknya seperti apa. Sudah banyak kajian yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk menjadikan Benteng itu menarik dikunjungi oleh wisatawan.
Berkenaan dengan pengembangan kawasan wisata sejarah di kota Bengkulu. Pemerinta daerah Provinsi Bengkulu telah mencanangkan kawasan, mulai dari Pasar Bengkulu, Pantai Zakat dan Tapak Padri dan daerah lainya, sebagai kawasan wisata sejarah. Pencanangan ini dilaksanakan pada malam pembuangan Tabot tanggal 10 Muharram 2006. di kota Bengkulu. Pada pertemuan itu dihadiri oleh beberapa duta besar dan dari staf ahli Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. Dari hasil pertemuan itu melalui pemerintah daerah dibuat usulan Program “Pengembangan Kawasan Benteng Marlbourough Sebagai Kawasan Sejarah Terpadu” ke Departemen Kebudayaan dan Pariwisata serta instansi terkait. Tujuan dari usulan itu adalah untuk menjadikan kawasan Benteng Marlborough sebagai sebuah kawasan sejarah terpadu berbasis informasi elektronis.
Setelah melakukan pengkajian secara seksama dengan berbagai pihak, maka untuk pengembangan Kawasan Benteng Marlborough sebagai kawasan sejarah terpadu, pemerintah daerah Provinsi Bengkulu telah mengusulkan kepeda pemerintah pusat melalui Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, ada delapan poin usulan yang disampaikan sebagai berikut : (1) Perlu adanya Forum Komunikasi dan Kordinasi. Forum ini dimaksudkan untuk mempertemukan semua element yang berkaitan dengan pengembangan Benteng sebagai sebuah (heritage tourism zone) dalam perspektif KWI, dan membentuk kajian sejarah dan menghidupkan kembali konsep kota kembar (thins sister city. (2) Penggalian dan Invetarisasi Nilai-Nilai Sejarah. Menghimpun dan mengadakan benda-benda bersejarah tentang Benteng Marlborough. (3) Peningkatan Kualitas Fisik Bangunan. Kegiatan-kegiatan Fisik mengembalikan kebentuk asli semua bangunan yang berkaitan kawasan Benteng Marlbourough. (4) Ded Museum Sejarah. Tersusunya rencana pengembangan Benteng sebagai sebuah Museum sejarah. (5) Pembuatan Infrastruktur penunjang. Penyediaan semua sarana dan prasarana dasar; Isntalasi lestrik, Instalasi air bersih dan telkomunikasi. (6) Hard And Soft Electrinic Information. Pengadaan perangkat elektrnik dan pembuatan software informasi kawasan Benteng. (7) pembuatan Diorama dan replica Benda-Benda Informasi. Membuat Patung raksasa Siri Thomas Stanford Raffles, dan membuat simulasi tiga demensi fungsi utama Benteng pada masa waktu. (8) Reproduksi Lukisan. Melukis ulang semua lukisan yang berkaitan dengan sejarah Benteng sebagai benda-benda panjang bersejarah.
Dalam pengembangan Benteng sebagai kawasan sejarah terpadu, tidak terlepas dari rambu-rambu yang diatur oleh undang-undang no 5 tahun 1992 tentang benda cagar budaya. Artinya Benteng sebagai objek wisata yang dapat dijual untuk kepentingan pariwisata, tetapi sebagai benda cagar budaya juga dapat dilestarikan dan terjaga keaslianya.
Benteng Marlborough di Bengkulu adalah Benteng terbesar dibangun Inggris setelah India. Dalam pengembangan kedepan pemerintah daerah Provinsi Bengkulu, merasa perlu untuk melibatkan pihak Inggris. Dalam hal ini pemerintah daerah Provinsi Bengkulu sebagai langkah awal telah berkonsultasi dengan kedutaan Inggris di Jakarta mengenai Benteng dan peninggalan Inggris lainya, dengan harapan pihak Inggris dapat memberikan dukungan kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan Benteng Marlborough.
Penutup
Dalam pengembangan Benteng dan rumah Bung Karno sebagai kawasan sejarah terpadu, tidak terlepas dari rambu-rambu yang diatur oleh undang-undang no 5 tahun 1992 tentang benda cagar budaya. Artinya Benteng sebagai objek wisata yang dapat dijual untuk kepentingan pariwisata, tetapi sebagai benda cagar budaya juga dapat dilestarikan dan terjaga keaslianya.
Perawatan dan pemeliharaan benteng Marlborough dan rumah kediaman Bung Karno perlu ditingkatkan, hal ini perlu diperhatikan baik dari kalangan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Kemudian juga tidak terlepas dari kepedulian dunia usaha swasta maupun masyarakat sekitarnya untuk menjaga pelestarian peninggalan sejarah. Untuk itu dalam pengelolaan benteng dan rumah Bung Karno sebagai objek wisata sejarah perlu perencanaan yang matang, dengan melibatkan para pakar, para ahli di bidangnya yang terkait. Sehingga dalam pengelolaanya tetap mengacu pada rambu-rambu khususnya pada bidang sejarah dan perpurbakalaan tetap sesuai jalur. Potensi bangunan bersejarah dan seni budaya yang ada di kota Bengkulu merupakan asset wisata budaya yang memiliki nilai dan keunggulan tersendiri sendiri, dan membuka peluang investasi bidang usaha dan jasa pariwisata.
DAFTAR PUSTAKA
A. Yoety, Oka. 1994. Komersialisasi Seni Budaya dalam Pariwisata. Bandung: Angkasa Bandung.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Bengkulu 2000.
Buku Tamu Benteng Marlborough tahun 2003
Buku Tamu Rumah Kediaman Bung Karno Tahun 2002
Lapian, A.B dan Suwadji Sjafi’i. 1984. Sejarah Sosial Daerah Kota Bengkulu. Jakarta :IDSN Depdikbud
.Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan.1984. Sejarah Sosial Daerah Kota Bengkulu. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. Jakarta: IDSN. Dikbud.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1982/1983. Sejarah Perlawanan Terhadap Kolonialisme dan Imperealisme di daerah Bengkulu. Jakarta: Proyek IDSN.
Departemen Pariwisata Pos dan Telkomunikasi. 1990. Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan.
Laporan Tim Survey Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakalah Jambi. 1993-1995. Palembang: BP3
Sidik, Abdullah. Sejarah Bengkulu 1500-1900. Jakarta: Balai Pustaka.
Marsis Sutopo. Potensi Benda Cagar Budsaya di Sumatera Barat dan Pemanfaatanya Untuk Pariwisata. Makalah Disampaikan dalam Dialog Sejarah dan Budaya Bagi Pariwisata. Yang Diselenggarakan oleh Dinas Parsenibut. Prov. Sumbar. Padang Tanggal 10 Juni 2002.
------------------. Perlindungan Hukum terhadap Benda Cagar Budaya. Makalah Disampaikan dalam acara Seminar Sejarah dan Budaya Alam Surambi Sungai Pagu, tanggal 10-11 Agustus 2005 di Padang.
Rani, M.Z.1990. Perlawanan Terhadap Penjajahan dan Perjuangan Menegakkan Kemerdekaan Indonesia di Bumi Bengkulu. Jakarta : Balai Pustaka.
Hartono, Agus. 1997. Rumah Kediaman Bung Karno pada Waktu Pengasingan di Bengkulu. Bengkulu: Bangun Wijaya.
F. Burhan. 1988. Bengkulu Dalam Sejarah. Jakarta: Yayasan Pengembangan Seni dan Budaya Nasional Indonesia.
M. Ikram. Makna Bangunan Bersejarah di Kota bengkulu. Makalah Disampaikan dalam acara Sosialisasi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Museum Bengkulu, tanggal 23 Desembenr 2004.
Acala Zamora. Pemenfaatan Bangunan Peninggalan Bersejarah Sebagai asset Wisata Daerah. Makalah Disampaikan dalam acara seminar Sejarah dan Budaya di Bengkulu, tanggal 23 Desember 2004.
Wawancara
1. Muhardi, Bengkulu, 8 Mei 2006
2. Fakhri Bustamam, Bengkulu, 8 Mei 2006
3. Mahasiswa, Bengkulu, 11 Nopember 2006
4. Darwis Adrian, Bengkulu, 8 Agustus, 2006
5. Alcala Zamora, Bengkulu, 9 Agustus 2006.
Sumber Tulisan: http://www.bpsnt-padang.info
Pengantar
Era otonomi daerah memacu setiap daerah untuk semaksimal mungkin menggali dan mengembangkan berbagai potensi yang ada yang ditujukan bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sektor kepariwisataan merupakan salah satu sumber terpenting bagi Pendapatan Asli Daerah. Dengan adanya tuntutan ini, maka penggalian dan pengembangan potensi-potensi kepariwisataan menjadi kegiatan yang perlu menjadi perioritas dalam upaya pembangunan daerah
Provinsi Bengkulu memiliki bangunan bersejarah yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata sejarah. Bangunan bersejarah tersebut kebanyakan berada di Kota Bengkulu. Bengkulu dalam rentangan sejarah yang panjang, baik sebelum kedatangan bangsa Eropa (Pertugis, Belanda, Inggris) Cina dan bangsa Asia lain, maupun sesudahnya, banyak menyimpan peristiwa-peristiwa dan bangunan sejarah yang bernilai dan dapat dijadikan objek wisata.
Bangunan bersejarah yang berpotensi sebagai objek wisata sejarah di Kota Bengkulu antara lain adalah: Benteng Marlborough dan Rumah kediaman Bung Karno. Objek wisata sejarah di Kota Bengkulu cukup banyak, namun ironisnya dalam pemeliharaanya terkesan kurang terpelihara dengan baik, sehingga banyak bangunan bersejarah yang bisa dijual sebagai objek wisata hancur dimakan zaman. Sebagaimana yang diungkapkan oleh kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bengkulu. “Bangunan bersejarah yang ada di Kota Bengkulu sebagianya ada yang terawat baik dan masih dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata, tapi ada yang kondisinya sangat memprihatinkan. Dalam konteks yang demikian peran pemda dan informasi yang memadai sangat penting. Sehingga wisatawan yang berkunjung akan memperoleh informasi dan pengetahuan yang cukup, terhadap makna dan latar belakang sejarah yang terkandung dalam objek wisata tersebut.
A. TINJAUAN HISTORIS
1. Benteng Marlborough
Benteng Marlborough merupakan salah satu objek wisata sejarah yang terdapat di Kota Bengkulu. Objek wisata Benteng Marlborough terletak di Kelurahan Kampung Cina, Kecamatan Teluk Segara Kota Bengkulu. Benteng ini menjadi pusat kedudukan tentara Inggris di Bengkulu. Benteng berbentuk segi-empat dengan ukuran panjang 240 meter dan lebar 170 meter. Benteng ini didirikan oleh The Britsh East India Company pada tahun 1713 dan selesai pada tahun 1719.
Benteng Marlborough adalah sebagai pengganti Fort York yang dibangun oleh Inggris. Fort York adalah benteng Inggris yang pertama dibangun di Bengkulu. Benteng ini tidak terlepas dari sejarah keberadaan bangsa Inggris di Bengkulu. Pada bulan Juni 1685 kapal-kapal dagang Inggris berlabuh di depan muara sungai Bengkulu. Setelah mendapatkan kata sepakat, bahwa Inggris dapat menetap dan dapat melakukan perniagaan secara bebas, maka dibuat suatu perjanjian untuk pertama kalinya dengan Pangeran Raja Muda dari Kerajaan Sungai Limau oleh Ralp Ord sebagai wakil dari pihak Inggris. Dengan persetujuan perjanjian itu, bangsa Inggris untuk pertama kalinya membangun kantor dagang dan sekaligus sebagai bentengnya disamping muara Sungai Serut. Kantor dagang atau benteng ini mereka namakan Fort York.
Fort York didirikan di atas sebuah bukit kecil di pinggiran muara Sungai Serut yang dikelilingi oleh rawa-rawa sehingga timbul berbagai penyakit menular terutama malaria, banyak prajurit dari pegawai sipil di benteng ini meninggal karena penyakit . Selain itu, letaknya kurang menguntungkan bagi bangsa Inggris. Inggris berusaha mengadakan pendekatan kembali kepada raja-raja Bengkulu untuk mendapatkan lokasi baru untuk mendirikan benteng sebagai pengganti Fort York. Berkat pendekatan dengan raja-raja di Bengkulu, Inggris mendapatkan lokasi baru yang lebih besar dan letaknya yang strategis diantara sebuah bukit kecil di pinggir pantai Tapak Paderi. Pembangunan benteng ini dilakukan secara bertahap selama lima tahun, pembangunanya dikerjakan oleh arsitek dan para pekerja yang sengaja didatangkan dari India. Pemberian nama Fort Malborough adalah sebagai kenangan kepala seorang komondan militer Inggris yang terkenal “The First Duke Of Marlborough.
Pemerintah Inggris mendirikan benteng ini bertujuan untuk memperkuat kedudukan mereka dari ancaman kolonial Belanda, kesultanan Banten serta untuk mengatasi kemungkinan ancaman pemberontakan rakyat yang merasa tertekan oleh politik penjajahan yang mereka jalankan.
Dengan dibangunya Fort Marlborough yang baru ini, disekitar benteng dipersiapkan sebauh kota, dengan memulai membuka pasar sebagai pusat perdagangan dan oleh penduduk Bengkulu dikenal dengan nama Pasar Melabro. Dari sinilah dapat dikatakan mulai lahirnya kota Bengkulu yang sekarang.
Masalah utama yang dihadapi oleh Inggris di Bengkulu pada masa berkuasanya adalah jarak yang terlalu jauh dengan pemimpin yang berpusat di London. Untuk kebutuhan logistik yang dikirim dari London memakan waktu sampai delapan bulan . Tidaklah mengherankan bahwa persediaan beberapa perlengkapan penting di benteng ini sering berada pada tingkat yang mengkhawatirkan. Beberapa perlengkapan utama seperti mesiu terpaksa di beli dari kapal-kapal dagang yang singgah di Bengkulu.
Pada tahun 1759 perbentengan dilengkapi dengan parit kering yang masih dapat dilihat sampai sekarang. Parit ini dalamnya sekitar 6 kaki dan lebarnya 12 kaki. Tanah galian itu diletakkan antara dinding benteng yang lama dengan dinding baru sebelah luarnya yang khusus dibangun yang tujuanya untuk meredam serengan mariam. Penambahan ini membuat benteng terlihat seperti sekarang .
Tidak lama setelah pembangunan parit benteng, suatu skuadroun laut Perancis dibawah pimpinan Comte Charles mendarat di Bengkulu. Karena kekurangan amunisi dan perbekalan hanya memberikan suatu satu pilihan bagi pihak Inggris yaitu menyerah. Kota Bengkulu dan benteng dikuasai Perancis tanpa pertumpahan dara. Perancis memanfaatkan benteng ini untuk mempenjarakan orang Inggris. Dalam delapan bulan berikutnya banyak pasukan Perancis meninggal karena berbagai penyakit sehingga akhirnya komandan Perancis memutuskan untuk meningggalkan Bengkulu dan menyerahkan benteng kepada pasukan Inggris, yang sudah berkurang kekuatanya akibat berbagai penyakit.
Masa pemerintahan Raffles di Bengkulu merupakan masa menjelang akhir dari kekuasaan Inggris atas daerah Bengkulu. Pada tahun 1824 dilaksanakan Tratak London yang salah satu isinya adalah Inggris menyerahkan Bengkulu kepada Belanda. Serah terima tersebut berlansung pada tanggal 16 April 1825. Waktu itu penguasa Inggris di Bengkulu adalah Prince sebagai Actning Residen pengganti Sri Thomas St. Raffles. Sejak itu pula benteng Marlborough berikut daerah Bengkulu dikuasai oleh kolonial Belanda. Selama pemerintahan Belanda benteng Marlborough tidak diperbesar atau diperbaiki, kecoali pada pertengahan abad 19 ketika dilakukan pemasangan mariam pada keempat menara benteng tersebut.
Belanda menguasai benteng Marlborough sampai perang Dunia kedua, lalu meyerahkanya kepada Jepang yang berhasil menguasai Sumatra. Setelah penyerahan Jepang kepada sekutu pada tahun 1945, benteng kembali dikuasai oleh Belanda dan baru setelah Indonesia merdeka, benteng dimanfaatkan oleh tentara Indonesia dan polisi sampai akhirnya dikosongkan pada akhir tahun 1970-an. Kedaan benteng tidak berubah tetap seperti sekarang ini, hanya sedikit pemugaran pada akhir tahun 1980 oleh pemerintah Indonesia melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Secara kronologis, sejarah benteng Marlborough dapat diuraikan sebagai berikut :
Tahun 1714-1719 : Masa Pembangunan Fort Marlborough
Tahun 1719-1724 : Fort Marlborough ditinggalkan sebagai akibat serangan rakyat Bengkulu.
Tahun 1724-1825 : Fort Marlborough kembali dikuasai Inggris
Tahun 1825-1942 : Fort Marlborough dikuasai Belanda
Tahun 1942-1945 : Fort Marlborough deikuasai Jepang
Tahun 1949 : Fort Marlborough kembali dikuasai Belanda
Tahun 1949-1983 : Dikuasai oleh Republik Indonesia (TNI-AD, KODIM 0407 Bengkulu Utara)
Tahun 1983-1984 : Benteng dipugar Pemerintah Republik Indonesia, melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Benteng Marlborough merupakan benteng batu-bata, berdena kura-kura, bagian badan kura-kura sebagai benteng. Pada bagian kepala kura-kura sebagai pintu masuk ke dalam benteng. Dinding ruangan benteng terbuat dari pasangan batu karang bata dana batu kali, tebal dinding 1,25 meter. Sedangkan pintu ruangan tersebut terbuat dari besi, yaitu , berdiri dengan kerangka besi plat dengan ketebalan 15 mm, dan jeruji besi bulat dengan diameter 18 mm.
Setelah melewati gerbang pertama terlihat empat buah batu nisan besar, Dua diantaranya adalah tugu peringantan bagi Thomas Shaw yang meninggal pada tahun 1704 dan deputi Gubernur Richard Watts yang meninggal pada tahun 1705. Dua buah prasasti lainya, satu diantaranya adalah untuk menghormati Kapten Thomas Cuney, salah seorang perawira yang terlibat dalam pendirian benteng Marlborough. Ia meninggal pada tanggal 17 Pebruari 1737. Prasasti yang ke empat diperuntukkan bagi Henry Stirling pegawai sipil East India Compony yang menjadi anggota Majelis di Bengkulu, Ia meninggal pada tanggal 1 April 1744 dalam usia 25 tahun.
Di daerah lingkaran benteng ini di dekat gerbang luar (tepatnya bagain belakang pintu gerbang sebelah kanan ), terdapat tiga buah makam. Pertama makam Residen Thomas Parr yang mati dibunuh pada tanggal 23 Desember 1807 oleh rakyat Bengkulu. Pada masa itu dikhuatirkan bila ia dimakamkan di komplek pemakaman Inggris, rakyat Bengkulu akan membongkarnya. Di sebelahnya dimakamkan pegawainya, Charles Murray, yang berusaha menyelamatkan Parr namun terluka dan meninggal tidak lama kemudian. Makam ketiga tidak diketahuai milik siapa, tidak ditemukan catatan yang dapat memberikan petunjuk mengenai makam ini.
Di benteng bagian barat daya terdapat di sebelah kiri dan kanan lorong benteng. Di sebelah kiri terdiri dari 7 lokal atau ruangan. Dinding ruangan tersebut dari pasangan batu kali, batu karang, bata dengan mempergunakan perekat campuran kapur, pasir dan tepung bata. Disamping ruangan tersebut terdapat juga ruangan yang teretak di bawah kaki kura-kura barat daya, yaitu rungan penjara bawah tanah, yang terdiri dari tiga ruangan yang keadaanya sangat gelap.
Jika kita masuk dari arah gerbang selatan dapat ditemukan jambatan kayu yang melintas parit kering (yang digali pada tahun 1759) ke bagian tembok benteng yang melingkung dibangun tahun 1783. Ini merupakan salah satu makanisme pertahanan yang disusun untuk memberikan tembakan perlindungan serta perlindungan gerbang menara dan sisinya.
Lapangan utama benteng ini terdiri dari lapangan upacara serta beberapa taman yang berpagar. Lapangan upacara ini dahulunya dipergunakan untuk apel pagi bagi bagi karyawan, staf dan tempat latihan keterampilan serta upacara penyambutan tamu. Di lapangan ini juga para tentara berbaris mendengarkan keputusan pengadilan dan menjadi saksi eksekusi militer. Hukuman bagi pelanggar atau tindakan desersi di Bengkulu adalah hukuman mati, ditembak atau dihukum gantung semuanya dilaksanakan di lapangan ini.
Suatu hal yang menarik untuk diperhatikan adalah jika kita keluar dari bagain dalam benteng melelui gerbang selatan. Dibanding dengan ilustrasi ini yang dibuat pengamatan (Look out Tower) dari menara selatan. Manara ini digunakan untuk memantau Pulau Tikus yang menjadi pos sinyal. Pos di Pulai Tikus ini akan mengirimkan tanda ke benteng secepatnya bila ada kapal yang memasuki perairan Bengkulu. Menara pengamatan ini rusak dan akhirnya hancur karena gempa bumi sehingga pemerintah merobohkanya.
Menelusuri benteng Marlborough pada semua sisinya akan mengingatkan kita pada masa lalu Bengkulu di bawah pemerintahan kolonial Inggris 1685-1825 dan Belanda sampai masuknya tentara pendudukan Jepang. Walaupun Inggris telah merampas kemerdekaan dan kekayaan Bengkulu tapi tidak pernah menenggelamkan semangat perjuangan pantang menyerah rakyat Bengkulu mengusir kaum kolonial dari negeri leluhurnya.
2. Rumah Kediaman Bung Karno
Tempat lain yang tidak kalah pentinya untuk dikunjungi oleh para wisatawan di Kota Bengkulu adalah Rumah kediaman Bung Karno. Jika kita berjalan kaki dari Munumen Inggris ke timur maka kita akan menemui bekas rumah Proklamator Kemerdekaan dan Presiden pertama Soekarno. Rumah ini ditempati Soekarno bersama istrinya Inggit putri angkat mereka Ratna Juami selama Soekarno dibuang oleh Belanda ke Bengkulu antara tahun 1938 hingga 1941.
Rumah ini terletak di Jl. Soekarno Hatta dengan sebuah beranda di depanya, dimana Soekarno sering pula duduk bersama istri keduanya, Fatmawati, seorang gadis cantik asal Bengkulu. Rumah yang sekarang menjadi museum menyimpan berbagai peninggalan Bung Karno seperti sepeda, lemari kayu, pakaian dan buku-buku berbahasa Belanda peninggalan Soekarno selama pengasingannya di Bengkulu.
Pada awal kedatangan Bung Karno di Bengkulu ia tidak menepati rumah ini, utuk sementara ia ditempatkan di penampungan sementra di Hotel Centrum. Mereka ditempatkan di Hotel ini karena rumah yang disediakan di Anggut Atas sedang diperbaiki. Tidak lama kemudian perbaikan rumah itu selesai. Bung Karno bersama keluarganya dipindahkan ke rumah yang sekarang terletak di Jl. Soekarno Hatta Kota Bengkulu.
Rumah kediaman Bung Karno pada awalnya adalah milik seorang pedagang Cina yang bernama Tjang Tjeng Kwat. Sehari-hari ia bekerja sebagai penyalur bahan pokok untuk keperluan Belanda. Rumah tersebut disewa oleh Belanda untuk menempatkan Bung Karno selama pengasingan di Bengkulu. Hingga sekarang cirri-ciri sebagai rumah Cina masih ada, yaitu lobang angin yang terdapat di atas jendela dan pintu bermotif huruf atau ungkapan dalam bahasa Cina.
Pada awal kedatangan Bung Karno di Bengkulu, masyarakat ingin tahu siapa orang diasingkan Belanda di Bengkulu dan ingin mengenal lebih dekat dengan Bung Karno. Karena keakraban dalam bergaul dengan masyarakat sekitarnya, Bung Karno mendapat dua orang pembantu yaitu Mu’in berasal dari Sunda dan Fadil berasal dari daerah Lebong.
Selama pengasinganya di Bengkulu Bung Karno sering kali berkeliling kota untuk mengenal lebih dekat keadaan Bengkulu. Sehingga Bung Karno mulai dikenal banyak orang. Dalam berbagai pertemuan Bung Karno dan Inggit sering di undang oleh lembaga-lembaga keagamaan seperti Muhammadiyah. Bahkan Bung Karno pernah mengajar di lembaga pendidikan Muhammadiyah, yang mengajarkan untuk mencintai tanah air. Bung Karno juga sering berkunjung ke beberapa masjid sehingga ia pernah merancang pembangunan sebuah masjid yang terletak di tengah kota Bengkulu, bernama Masjid Jamik, pembangunan masjid ini adalah swadaya masyarakat. Hingga sekarang masjid Jamik menjadi kebanggaan bagi masyarakat Bengkulu dan menjadi salah satu tujuan wisata sejarah yang dikunjungi oleh wisatawan di kota Bengkulu.
Pada saat Bung Karno menepati rumah ini, selalu dijaga petugas kepolisian Belanda. Siapapun tamu beliau terlebih dahulu harus melapor dan minta izin kepada petugas penjagaan. Ruang gerak Bung Karno selalu dibatasi. Meskipun demikian , Bung Karno Masih lolos untuk berkomunikasi dengan tokoh-tokoh politik lainya, seperti Husni Thamrin, Hamka dan Kyai Haji Mansyur.
Seperti halnya di daerah lain, di Bengkulu Bung Karno juga mendirikan kelompok sandiwara. Gagasan Bung Karno untuk mendirikan sandiwara ini disambut baik oleh teman-teman dekatnya. Perkumpulan sandiwara yang dibentuk Bung Karno itu bernama “Tonsel Kalimutu”, semua pemainya adalah laki-laki. Tempat latihan sndiwara ini di lakukan di rumah kediaman Bung Karno di Anggut. Selain itu latihan sandiwara juga diadakan di sekolah Muhammadiyah. Lakon-lakon yang dipentaskan adalah sebagai berikut:
1. Dr. Pengiblis Syaitan.
2. Kisah cinta istri seorang Komandan Pertugis di Endeh
3. Lowis Pareire Kumi Toro, yang menceritakan si Putri Cantik Rendo. Putri tersebut berambut keemasan yang panjangnya sampai tujuh meter
4. Rainbow
5. dan Cut-cut Bee.
Naskah-naskah yang dipentaskan diciptakan oleh Bung Karno sendiri, begitu juga yang melatih. Latihan dan pementasan tersebut digunakan oleh Bung Karno sebagai jambatan untuk berkomunikasi dengan para pemuda dan kawan-kawanya. Jalinan komunikasi tersebut merupakan senjata yang ampuh untuk meneruskan perjuanganya melawan penjajahan Belanda.
Dengan adanya kegiatan sandiwara di rumah Bung Karno, maka masyarakat banyak berkunjung, baik untuk latihan maupun sekedar untuk melihat-lihat. Salah seorang yang berkunjung ke rumah Bung Karno pada tahun 1938 adalah Hasanddin. Hasanddin adalah seorang pedagang sayur di kota Curup dan juga menjadi pemimpin Muhammadiyah di Curup. Hasauddin ingin bersilahturrahmi dengan Bung Karno. Sebelum keberangkatanya ke Bengkulu, Hasanddin menulis surat terlebih dahulu. Dalam surat ia menyatakan ingin bertemu dengan Bung Karno.
Pada hari yang ditentukan Hasanddin sekeluarga berangkat ke Bengkulu dan menginap di rumah keluarganya. Baru keesokan harinya mereka menuju rumah Bung Karno. Keberangkatan Hasanddin disertai Istri (Siti Chadijah) dan anaknya yang bernama Fatmawati. Dengan menaiki Delman (dokar) mereka tiba di rumah Bung Karno. Pembicaraan antara Bung Karno dengan Hasanddin masalah perjuangan dan pergerakan. Setelah pembicaraan selesai giliran Fatma yang ditanya oleh Bung Karno, “Fatma, kamu sekolah dimana ?” Fatmapun menjelaskan bahwa ia tidak sekolah, hanya aktif dalam perkumpulan Nasyatul Aisyah di Curup. Bung Karno kembali bertanya, “Apakah fatma bersedia masuk sekolah RK Vakschool bersama Ratna Juami ?”. Bung Karno juga mengatakan ia kan menjamin semua yang penting Fatma mau sekolah.
Semenjak itu Fatma tinggal di Bengkulu, sedangkan Hasanddin bersama keluarga kembali ke Curup. Hari berganti begitupun bulan dan tahun, akhirnya Fatma dapat menyelesaikan sekolahnya di Bengkulu. Sementara teman-teman dekat Bung Karno sering berkunjung untuk membicarakan segala sesuatunya, Diantara teman-teman Bung Karno yang sering berkunjung dan mendatangi rumah di Anggut Atas adalah disamping Hasanddin, ada Abdul Manaf, Bachtiar karim dan Abdullah.
Pada bulan Juli 1942, barulah terlaksana pernikahan Bung Karno dengan Fatmawati. Dalam pernikahan tersebut Bung Karno diwakili oleh Mr. Sarjono dan Fatmawati diwakili oleh Basaruddin (kakek Fatmawati). Setelah pernikahan terlaksana Fatmawati harus menunggu beberapa bulan untuk berangkat ke Jakarta. Fatmawati harus menyusul Bung Karno ke Jakarta yang telah meninggalkan rumah di Anggut Atas. Pada Tanggal 1 Juni 1943, barulah Fatmawati berangkat ke Jakarta untuk dipertemukan dengan Bung Karno.
B. POTENSI WISATA SEJARAH
1. Objek Wisata
Selama kurun waktu beberapa tahun, semenjak dibukanya Benteng Maralbourough untuk umum sebagai tujuan wisata sekitar tahun 1984. Objek wisata Benteng dan Rumah kediaman Bung Karno, yang menjadi objek wisata unggulan di kota Bengkulu masih minim dikunjungi para wisatawan, baik wisatawan lokal maupun manca negara. Grafik wisatawan yang berkunjung ke Benteng dan Rumah Bung Karno mengalami pasang surut. Pada hari-hari tertentu pengunjungnya cukup ramai seperti pada hari-hari libur sekolah, hari lebaran, tahun baru dan pada saat upacara Tabot. Jika diambil rata-rata pengunjung Benteng maupun rumah Bung Karno berkisar sekitar 300 atau 400 orang / bulan.
Kendatipun sedikitnya orang berkunjung ke Benteng dan Rumah Bung Karno dari yang diharapkan, namun apesiasi masyarakat terhadap Benteng dan rumah Bung Karno sudah mulai cendrung ke arah peningkatan. Orang datang ke Benteng dan Rumah Bung Karno bukan hanya untuk jalan-jalan saja. Dari tingkah laku pengunjung sudah menunjukkan ke arah ingin tahuanya mereka tentang Benteng dan rumah Bung Karno. Hal itu ditandai banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh pengunjung kepada pemandu saat berkunjung seperti tentang riwayat Benteng, dan pengunaan masing-masing ruangan yang ada dalam Benteng, begitu juga dengan aktifitas Bung Karno selama berada di Bengkulu dan lain sebagainya.
Tidak semua pengunjung yang datang ke Benteng yang bisa dipandu, untuk memudahkan pengunjung mengetahui masing-masing ruangan yang ada dalam Benteng, maka dari Subdin Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional Bengkulu telah membuatkan semacam deskripsi atau keterangan yang dapat dibaca dan mudah dipahami oleh seluruh pengunjung mengenai fungsi masing-masing rungan yang ada dalam Benteng. Pengunjung yang sifatnya perorangan ia akan berpedoman kepada deskripsi yang telah ditempel pada masing-masing ruangan. Tapi bila pengunjung yang rombongan atau tamu Partokoler yang datang melalui surat, maka pengunjung atau tamu tersebut akan dipandu oleh seorang pemandu yang bertugas menjelaskan tentang sejarah Benteng dan fungsi masing-masing ruangan yang ada dalam Benteng. Penjelasan yang diberikan oleh pemandu tetap berpedoman kepada deskripsi yang menempel di masing-masing ruangan.
Berdasarkan pengamatan selama ini pengunjung datang ke Benteng sama dengan berkunjung ke Museum. Sebelum berkunjung mereka beranggapan bahwa Benteng adalah tempat penyimpanan barang-barang peninggalan bersejarah. Tapi setelah mereka berkunjung dan membaca keterangan yang ditempel di masing-masing ruangan, maka pengunjung berkesimpulan bahwa Benteng adalah merupakan bangunan bersejarah yang masing-masing ruanganya punya fungsi. Meskipun Benteng tidak dilengkapai dengan koleksi penunjang tapi paling tidak fungsi ruangan dapat diinformasikan atau diketahui oleh masyarakat yang berkunjung ke Benteng dengan harapan masyarakat tahu dengan fungsi ruangan. Kalau selama ini masyarakat masuk ke Benteng dengan tanda tanya, dan keluar dari Benteng tanda seru. Sekarang masuk dengan tanda tanya, keluar sudah ada jawaban, mereka sudah tahu fungsi masing-masing ruangan.
Pengunjung yang datang ke Benteng dan rumah Bung Karno mempunyai motivasi yang berbeda, ada yang hanya sekedar jalan-jalan untuk sekedar melihat-lihat, ada yang kepingin tahu tentang keberadaan Benteng Ada juga datang dari kalangan mahasiswa dan siswa, mencari data untuk keperluan membuat skeripsi dari berbagai jurusan seperti jurusan Arkhiologi, arsitektur, teknik sipil, sejarah dan ekonomi. Jika mereka datang ke Benteng, informasi yang diberikan tetap mengacu kepada deskripsi yang tertera di masing-masing ruangan, apa lagi data pendukung mengenai keberadaan Benteng ini juga tidak banyak dan sangat terbatas. Selain mahasiswa ada juga siwa-siswi SLTA yang datang ke Benteng dan rumah Bung Karno. Misalnya ketika mereka disuruh membuat PR oleh guru-gurunya, mereka datang mencari data mengenai Benteng, maupun rumah Bung Karno.
Jika pengunjung berkunjung ke objek wisata rumah Bung Karno yang terletak di Jl. Suakarno Hatta, maka di dalam rumah tersebut masih tersimpan berbagai peninggalan Bung Karno yang sebagianya peninggalan tersebut masih utuh seperti Buku-buku, pakaian Tuning (pakaian yang pernah dipergunakan untuk bersandi wara), foto-foto, sepeda, lemari, kursi tamu, meja makan dan tempat tidur. Semua peninggalan Bung Karno ini masih utuh dan terpelihara dengan baik.
Suatu hal yang sangat menarik di objek wisata rumah Bung Karno, yaitu jika pengunjung masuk ke dalam rumah dan terus ke belakang, maka pengujunjung akan menemukan sebuah sumur tua. Saumur tua tersebut masih utuh dan air nya sangat jernih. Sebagian pengunjung yang datang ia menyempatkan diri untuk mencuci muka di sumur tua tersebut. Sumur tersebut sampai sekarang masih dipercaya oleh sebagian pengunjung, dapat mengambil berkah dari air sumur tersebut. Kepercayaan orang untuk mencuci muka di sumur tua itu barangkali ingin mengambil berkah. Kerena melihat kharisma dan kehebatan Bung Karno, Bung Karno punya kelebihan. Di Bengkulu Bung Karno pernah membuat drama Marten Carlo, dan termasuk arsitektur pembangunan masjid Jamik Bengkulu. Selama di Bengkulu Bung Karno tidak pernah berhenti untuk menanamkan semangat juang dan cinta tanah air kepada pemuda dan pemudi serta masyarakat Bengkulu pada umumnya.
Berkaitan dengan Benteng dan rumah Bung Karno Alcala Zamora mengatakan “Dari segi promosi Benteng dan rumah Bung Karno sudah menjadi wisata unggulan, sebab semua orang sudah tahu, kalau ke Bengkulu tidak pergi ke Benteng dan rumah Bung Karno belum sempurna rasanya”.
2. Pelestarian Nilai Sejarah dan Budaya
Benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa, pemanfaatan adalah upaya pendayagunaan bagi kepentingan agama, sosial. pariwisata, ilmu penegetahuan dan kebudayaan. Peninggalan bangunan bersejarah perlu dilindungi, dilestarikan dan dikembangkan, dimamnfaatkan untuk pemupukan jati diri bangsa dan kepentingan nasional umumnya serta kepentingan daerah khususnya.
Perlindungan dan pemeliharaan terhadap bangunan peninggalan sejarah tidak lain merupakan upaya pelestarian terhadap keberadaan benda peninggalan sejarah dan budaya. Upaya pelestarian benda peninggalan sejarah dan budaya tersebut besar artinya untuk menumbuhkan apesiasi masyarakat terhadap warisan sejarah dan budaya.
Berdasarkan keputusan Mendikbud RI nomor 063/U/1995 tentang perlindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya, yang dimaksud dengan perlindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi segala gejala atau akibat yang disebabkan oleh perbuatan manuasia atau proses alam yang dapat menimbulkan kerugian atau kemusnahan bagi nilai manfaat dan keutuhan bangunan peninggalan sejarah dengan cara penyelamatan, pengamanan dan penertiban. Sedangkan yang dimaksud dengan pemeliharaan adalah upaya pelestarian bangunan peninggalan sejarah dari kerusakan yang diakibatkan oleh faktor manusia, alam dan hayati dengan cara perawatan.
Keberadaan Benteng Marlbourough dan Rumah Kediaman Bung Karno di kota Bengkulu sebenarnya merupakan data sejarah yang sangat penting, untuk menggali dan mengetahui kembali sejarah dan budaya Bengkulu dimasa lalu. Berkaitan dengan upaya pelestarian nilai sejarah dan budaya ini, maka pemerintah melalui dinas yang terkait di Provinsi Bengkulu telah melakukan upaya pelestarain peninggalan sejarah dan buda yang ada di kota Bengkulu khususnya benteng dan rumah kediaman Bung Karno, dengan cara pemugaran dan pemeliharaan.
Pemugaran dan pemeliharaan benteng Marlbourough dilaksanakan oleh Balai Pelestarain Peninggalan Purbakalah (BP3) Jambi dan Balai Arkhiologi Palembang, berkerjasma dengan Subdin Kebudayaan Diknas Privinsi Bengkulu. Pemugaran Benteng dilakukan pertama kali tahun 1978 dan selesai tahun 1984. Setelah itu pemugaran terus dilakukan tapi sifatnya bertahap. Begitu juga Rumah Bung Karno sudah dua tahap dipugar pertama rumah yang kedua lingkunganya. Setelah itu sudah sering juga dipugar berskala kecil seperti jendela, pengecetan ulang atau pagar.
Pemugaran Benteng pertama dilakukan tahun 1978. Semua dinding luar yang runtuh dibangun kembali. Dalam pemugaran selalu menjaga keaslian dengan arti kata tidak dirubah baik tinggi atau tebal dinding, begitu juga dengan ruang-ruangan di dalamnya sudah pernah dipugar. Setelah itu bagian-bagian tertentu sudah sering dipugar seperti jambatan di pintu masuk ke benteng. Jambatan itu paling lama tiga tahun sudah lapuk, begitu juga dengan dinding laur. Benteng ini kan dekat dengan laut, jadi air laut itu berhembus ke Benteng tingkat penggaramanya sangat tinggi, itu yang membuat jambatan dan dinding cepat rapuh. Pemugaran dinding itu juga tidak sekaligus, tapi kita cari segala perioritas. Artinya yang dipugar itu bagian-bagian dinding yang retak atau yang mengelupas saja.
Pelestarian suatu bangungan bersejarah tidak terlepas dari peran masyarakat setempat maupun para pengunjung yang datang ke tempat objek itu. Di sekitar Benteng kesadaran masyarakat atau pengunjung masih kurang terhadap kebersihan lingkungan, walaupun telah disediakan tempat sampah, namun pengunjung masih tetap membuang sampah seenaknya, pada hal tempat sampah sudah disediakan oleh pengelola. Jadi kesadaran masayarakt sekitar dan pengunjung sangat diperlukan sehingga, objek wisata Benteng dapat dibanggakan sebagai objek wisata unggulan di kota Bengkulu.
Dalam pembangunan Benteng ke depan Kusubdin Kebudayaan berharap “Pembangunan Benteng kedepan agar bisa dikombinasikan antara kepentingan teknis dengan kepentingan politis. Artinya Benteng sebagai benda cagar budaya atau benda bersejarah, untuk kepentingan studi dan ilmiyah dapat dilestarikan dan tetap utuh, tapi Benteng sebagai asset pariwisata juga dapat diandalkan sebagai aset budaya yang bernilai tinggi dan dapat dijual”.
3. Menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Sejalan dengan bergulirnya era otonomi daerah yang menuntut setiap daerah Kabupaten dan Kota untuk menggali, memanfaatkan dan mendaya gunakan berbagai potensi yang terdapat di daerahnya untuk sebanyak-banyaknya mendapatkan sumber pendapatan Asli Daerah (PAD). Semenjak diperlakukanya Undang-Undang otonomi daerah, maka orentasi kebijakan pemerintah daerah berubah yang semula hanya sebagai penompang kebijakan pemerintah regional menjadi lebih ekslusif.
Berkaitan dengan sumber pendapatan dari objek wisata Benteng dan rumah Bung Karno di kota Bengkulu, selama ini hanya baru sebatas menjual kercis. Hal itu diungkapkan oleh Subdin Kebudayaan Diknas Provinsi Bengkulu “Selama ini masalah yang berkaitan dengan kontribusi, baik Benteng maupun rumah Bung Karno belum tertata dengan rapi. Artinya selama ini antara modal kerja dengan hasilnya tidak seimbang dari segi keuntungan. Kedepanyan kita harapkan untuk apa kita meningkatkan mutuh Benteng atau rumah Bung Karno kalau tidak bisa meningkatkan PAD. Selama ini jika orang berkunjung ke Benteng atau rumah Bung Karno ia harus beli karcis, dewasa Rp. 1000/ orang dan anak-anak Rp. 500/ orang. Tapi kita harus ingat, tidak semua orang yang datang ke sana itu punya uang. Permasalahanya sekarang apakah mereka yang tidak punya uang itu kita usir, tapi mereka kepingin melihat ke dalam, dan kita tidak bisa menerkah apakah ia betul-betul tidak punya uang atau karena malas membayar. Jadi dalam hal ini petugas yang jaga memakluminya akhirnya orang yang tidak punya uang itu pun diizinkan masuk. Oleh karena itu kalau kita akan mengukur jumlah pengunjung dengan jumlah kercis yang terjual tidak akan cocok, apakah itu di Benteng maupun di rumah Bung Karno, bahkan di Museumpun juga seperti itu”.
Seperti objek wisata lain, tidak setiap hari ramai pengunjungnya, ada hari-hari tertentu pengunjung Benteng dan rumah Bung Karno cukup ramai seperti yang diungkapkan oleh juru pelihara rumah Bung Karno “Pengunjung yang datang baik ke rumah Bung Karno maupun ke Benteng rata-rata antara 350-450 orang / bulan. Pengunjung yang ramai hanya pada hari-hari tertentu saja seperti hari lebaran, liburan sekolah, saat upacara Tabot dan hari-hari libur lainya. Bagi pengunjung baik ke rumah Bung Karno maupun ke Benteng dipungut biaya, dewasa Rp. 1000 / orang dan anak-anak Rp. 500 / orang. Kadangkala ada juga orang yang tidak punya uang tapi ia kepingin juga melihat ke dalam, lebih-lebih anak sekolah, maka kita tidak tega untuk tidak mengizinkanya masuk. Jadi antara kercis yang terjual dengan jumlah pengunjung yang masuk tidak bisa dicocokkan jumlahnya.”
Hasil dari penjualan karcis baik dari Benteng maupun dari rumah Bung Karno, distor ke kantor Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Bengkulu. Penyetoran dilakukan satu kali setahun dengan sistem kontrak antara Rp.3 juta sampai Rp. 3. 500.000 / tahun. Setiap orang yang piket di Benteng maupun di rumah Bung Karno akan mencatat berapa karcis yang terjual setiap bulanya. Dari kenyataan yang ada kadangkala target yang ditetapkan itu tidak tercapai. Penyetoran kontribusi ke Dispenda Provinsi itu sesunggunya digunakan juga untuk kepentingan renovasi Benteng dan rumah Bung Karno juga. Meskipun kenyataanya dananya tidak cukup untuk merenonasi kedua bangunan bersejarah itu.
4. Peningkatan Ekonomi Masyarakat
Objek wisata bangunan bersejarah sedikit banyaknya mengandung nilai ekonimos, dapat menambah pendapatan daerah dan meningkatkan ekonomi masyarakat daerah sekitarnya. Benteng Marlbouruhg dan rumah kediaman Bung Karno yang menjadi andalan objek wisata di kota Bengkulu, belum banyak memberi pengaruh terhadap ekonomi masyarakat sekitarnya. Berdasarkan pengakuan dari Kasubdin Kebudayaan Diknas Parovinsi Bengkulu mengatakan “Pengaruhnya terhadap peningkatan ekonomi masyarakat disekitar Benteng maupun di rumah Bung Karno belum begitu tampak secara lansung. Tapi akhir-akhir ini masyarakat disekitar Benteng sudah mulai membuka warung makanan atau tokoh. Kedepan kita tentu ingin manata warung-warung di sekitar Benteng itu, sebab biasanya wisatawan itu tidak terlepas dari tiga hal apa yang dilihat, apa yang dibeli dan apa yang dibawa pulang”.
Selanjutnya Fakhri Bustamam mengatakan “Diharapkan ke depan kedai-kedai makanan itu ditata secara baik, sehingga warung-warung itu menjadi dekorasi terhadap objek wisata itu sendiri. Jadi orang datang ke Benteng, mau makan atau minum dan membeli oleh-oleh sudah tersedia disekitar benteng maupun di rumah Bung Karno. Warung atau tokoh yang berada di sekitar Benteng atau rumah Bung Karno akan berfungsi ganda, disamping memberikan fasilitas pelayanan kepada pengunjung dan masyarakat sekitarnya, ia juga sebagai dekorasi bagi objek wisata sejarah tersebut”.
Di objek wisata sejarah rumah Bung Karno, warung atau tempat penjual makanan sudah mengarah kepada penataan yang lebih baik. Di sepanjang Jl. Sukarno Hatta disisi kiri dan kananya, masyarakat disekitarnya sudah berjualan makanan khas Bengkulu. Karena sipenjual makanan sudah melihat dan membaca, bahwa tamu-tamu yang datang dari luar daerah Bengkulu, ia pasti berkunjung ke rumah Bung Karno. Jadi dikawasan Jl. Sukarno Hatta itu sangat strategis dijadikan kawasan penjual makanan khas Bengkulu
5. Prospek
Keseriusan pemerintah daerah dalam mengembangkan kawasan objek wisata sejarah di Bengkulu sudah mulai menggeliat, walaupun baru sebatas wacana. “Kedepanya Benteng ini akan dijadikan kawasan wisata andalan Bengkulu, yang jelas Bapak Gubernur dimana dan kapan saja dalam berbagai kesempatan ia selalu berbicara tentang wisata. Kalau sudah berbicara tentang wisata tidak terlepas dari Benteng dan rumah Kediaman Bung Karno. Karena kedua bangunan bersejarah tersebut sangat potensial untuk dijual tentunya dengan pengemasan agar Benteng dan rumah Bung Karno itu lebih menarik dan tidak menoton”.
Pengembangan Benteng kedepan akan mengkombinasikan antara kepentingan teknis dengan kepentingan politis. Artinya Benteng sebagai benda cagar budaya untuk kepentingan studi dan ilmiyah tetap terjaga keutuhanya, tetapi juga bisa dijual sebagai asset pariwisata. Namun hal itu masih mecari-cari yang terbaiknya seperti apa. Sudah banyak kajian yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk menjadikan Benteng itu menarik dikunjungi oleh wisatawan.
Berkenaan dengan pengembangan kawasan wisata sejarah di kota Bengkulu. Pemerinta daerah Provinsi Bengkulu telah mencanangkan kawasan, mulai dari Pasar Bengkulu, Pantai Zakat dan Tapak Padri dan daerah lainya, sebagai kawasan wisata sejarah. Pencanangan ini dilaksanakan pada malam pembuangan Tabot tanggal 10 Muharram 2006. di kota Bengkulu. Pada pertemuan itu dihadiri oleh beberapa duta besar dan dari staf ahli Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. Dari hasil pertemuan itu melalui pemerintah daerah dibuat usulan Program “Pengembangan Kawasan Benteng Marlbourough Sebagai Kawasan Sejarah Terpadu” ke Departemen Kebudayaan dan Pariwisata serta instansi terkait. Tujuan dari usulan itu adalah untuk menjadikan kawasan Benteng Marlborough sebagai sebuah kawasan sejarah terpadu berbasis informasi elektronis.
Setelah melakukan pengkajian secara seksama dengan berbagai pihak, maka untuk pengembangan Kawasan Benteng Marlborough sebagai kawasan sejarah terpadu, pemerintah daerah Provinsi Bengkulu telah mengusulkan kepeda pemerintah pusat melalui Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, ada delapan poin usulan yang disampaikan sebagai berikut : (1) Perlu adanya Forum Komunikasi dan Kordinasi. Forum ini dimaksudkan untuk mempertemukan semua element yang berkaitan dengan pengembangan Benteng sebagai sebuah (heritage tourism zone) dalam perspektif KWI, dan membentuk kajian sejarah dan menghidupkan kembali konsep kota kembar (thins sister city. (2) Penggalian dan Invetarisasi Nilai-Nilai Sejarah. Menghimpun dan mengadakan benda-benda bersejarah tentang Benteng Marlborough. (3) Peningkatan Kualitas Fisik Bangunan. Kegiatan-kegiatan Fisik mengembalikan kebentuk asli semua bangunan yang berkaitan kawasan Benteng Marlbourough. (4) Ded Museum Sejarah. Tersusunya rencana pengembangan Benteng sebagai sebuah Museum sejarah. (5) Pembuatan Infrastruktur penunjang. Penyediaan semua sarana dan prasarana dasar; Isntalasi lestrik, Instalasi air bersih dan telkomunikasi. (6) Hard And Soft Electrinic Information. Pengadaan perangkat elektrnik dan pembuatan software informasi kawasan Benteng. (7) pembuatan Diorama dan replica Benda-Benda Informasi. Membuat Patung raksasa Siri Thomas Stanford Raffles, dan membuat simulasi tiga demensi fungsi utama Benteng pada masa waktu. (8) Reproduksi Lukisan. Melukis ulang semua lukisan yang berkaitan dengan sejarah Benteng sebagai benda-benda panjang bersejarah.
Dalam pengembangan Benteng sebagai kawasan sejarah terpadu, tidak terlepas dari rambu-rambu yang diatur oleh undang-undang no 5 tahun 1992 tentang benda cagar budaya. Artinya Benteng sebagai objek wisata yang dapat dijual untuk kepentingan pariwisata, tetapi sebagai benda cagar budaya juga dapat dilestarikan dan terjaga keaslianya.
Benteng Marlborough di Bengkulu adalah Benteng terbesar dibangun Inggris setelah India. Dalam pengembangan kedepan pemerintah daerah Provinsi Bengkulu, merasa perlu untuk melibatkan pihak Inggris. Dalam hal ini pemerintah daerah Provinsi Bengkulu sebagai langkah awal telah berkonsultasi dengan kedutaan Inggris di Jakarta mengenai Benteng dan peninggalan Inggris lainya, dengan harapan pihak Inggris dapat memberikan dukungan kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan Benteng Marlborough.
Penutup
Dalam pengembangan Benteng dan rumah Bung Karno sebagai kawasan sejarah terpadu, tidak terlepas dari rambu-rambu yang diatur oleh undang-undang no 5 tahun 1992 tentang benda cagar budaya. Artinya Benteng sebagai objek wisata yang dapat dijual untuk kepentingan pariwisata, tetapi sebagai benda cagar budaya juga dapat dilestarikan dan terjaga keaslianya.
Perawatan dan pemeliharaan benteng Marlborough dan rumah kediaman Bung Karno perlu ditingkatkan, hal ini perlu diperhatikan baik dari kalangan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Kemudian juga tidak terlepas dari kepedulian dunia usaha swasta maupun masyarakat sekitarnya untuk menjaga pelestarian peninggalan sejarah. Untuk itu dalam pengelolaan benteng dan rumah Bung Karno sebagai objek wisata sejarah perlu perencanaan yang matang, dengan melibatkan para pakar, para ahli di bidangnya yang terkait. Sehingga dalam pengelolaanya tetap mengacu pada rambu-rambu khususnya pada bidang sejarah dan perpurbakalaan tetap sesuai jalur. Potensi bangunan bersejarah dan seni budaya yang ada di kota Bengkulu merupakan asset wisata budaya yang memiliki nilai dan keunggulan tersendiri sendiri, dan membuka peluang investasi bidang usaha dan jasa pariwisata.
DAFTAR PUSTAKA
A. Yoety, Oka. 1994. Komersialisasi Seni Budaya dalam Pariwisata. Bandung: Angkasa Bandung.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Bengkulu 2000.
Buku Tamu Benteng Marlborough tahun 2003
Buku Tamu Rumah Kediaman Bung Karno Tahun 2002
Lapian, A.B dan Suwadji Sjafi’i. 1984. Sejarah Sosial Daerah Kota Bengkulu. Jakarta :IDSN Depdikbud
.Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan.1984. Sejarah Sosial Daerah Kota Bengkulu. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. Jakarta: IDSN. Dikbud.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1982/1983. Sejarah Perlawanan Terhadap Kolonialisme dan Imperealisme di daerah Bengkulu. Jakarta: Proyek IDSN.
Departemen Pariwisata Pos dan Telkomunikasi. 1990. Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan.
Laporan Tim Survey Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakalah Jambi. 1993-1995. Palembang: BP3
Sidik, Abdullah. Sejarah Bengkulu 1500-1900. Jakarta: Balai Pustaka.
Marsis Sutopo. Potensi Benda Cagar Budsaya di Sumatera Barat dan Pemanfaatanya Untuk Pariwisata. Makalah Disampaikan dalam Dialog Sejarah dan Budaya Bagi Pariwisata. Yang Diselenggarakan oleh Dinas Parsenibut. Prov. Sumbar. Padang Tanggal 10 Juni 2002.
------------------. Perlindungan Hukum terhadap Benda Cagar Budaya. Makalah Disampaikan dalam acara Seminar Sejarah dan Budaya Alam Surambi Sungai Pagu, tanggal 10-11 Agustus 2005 di Padang.
Rani, M.Z.1990. Perlawanan Terhadap Penjajahan dan Perjuangan Menegakkan Kemerdekaan Indonesia di Bumi Bengkulu. Jakarta : Balai Pustaka.
Hartono, Agus. 1997. Rumah Kediaman Bung Karno pada Waktu Pengasingan di Bengkulu. Bengkulu: Bangun Wijaya.
F. Burhan. 1988. Bengkulu Dalam Sejarah. Jakarta: Yayasan Pengembangan Seni dan Budaya Nasional Indonesia.
M. Ikram. Makna Bangunan Bersejarah di Kota bengkulu. Makalah Disampaikan dalam acara Sosialisasi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Museum Bengkulu, tanggal 23 Desembenr 2004.
Acala Zamora. Pemenfaatan Bangunan Peninggalan Bersejarah Sebagai asset Wisata Daerah. Makalah Disampaikan dalam acara seminar Sejarah dan Budaya di Bengkulu, tanggal 23 Desember 2004.
Wawancara
1. Muhardi, Bengkulu, 8 Mei 2006
2. Fakhri Bustamam, Bengkulu, 8 Mei 2006
3. Mahasiswa, Bengkulu, 11 Nopember 2006
4. Darwis Adrian, Bengkulu, 8 Agustus, 2006
5. Alcala Zamora, Bengkulu, 9 Agustus 2006.
Sumber Tulisan: http://www.bpsnt-padang.info