Bandeng Presto Berciri Khas Ada di Bagok

Bagok, NAD - Makanan khas ikan bandeng yang telah dikemas dalam sajian khusus dengan aroma cita rasa tinggi kini diproduksi di wilayah Bagok, Aceh Timur. Tak hanya itu, ikan bandeng di Bagok kini yang tidak beraroma lumpur. Sehingga banyak masyarakat melirik dan menggemari bandeng daerah itu, terutama masyarakat Kabupaten Bireun, Lhokseumawe, Aceh Utara, dan Takengon. Awalnya, banyak masyarakat Aceh yang “mengolah” ikan bandeng disajikan dengan berbagai macam masakan mulai dari gulai asam keueng, bandeng panggang, dan digoreng. Sementara di daerah Bagok, bandeng kini juga dipresto atau dipindang dengan menggunakan dandang khusus. Duri yang banyak dalam daging ikan itu hancur, dan tidak lagi menyulitkan ketika dikonsumsi warga.

Salah seorang pengolah bandeng presto, Nurmiati ibu rumah tangga asal Dusun Teupin Raya Desa Teupin Pukat, Kecamatan Nurussalam, Aceh Timur, Rabu (10/6) mengatakan, dia pertama kali memperoleh ilmu tentang cara presto ikan bandeng pada tahun 2007 lalu dari sebuah LSM yang membawa dirinya bersama beberapa temannya dari seluruh provinsi Aceh untuk melakukan studi banding ke Pulau Jawa. “Sekitar satu bulan kami belajar di Jawa, mulai dari Jogja, Jepara, dan Jawa Barat. Sepulang kami ke Aceh, LSM tersebut memberikan kami sebuah dandang presto. Dengan kapasitas produksi hanya 50-60 ikan ukuran 3 ekor/kilo,” ungkap Nurmiati dengan keringat di wajahnya.

Menurut Nurmi, dalam satu tahun belakangan ini, dirinya sudah mempraktekkan ilmu yang didapatnya, malah dalam beberapa bulan terakhir dia lebih sering memproduksi ikan itu untuk memenuhi pesanan pada acara perkantoran. Beberapa waktu lalu Dinas Kesehatan Aceh Timur juga ada memesan lebih kurang 120 ekor dengan harga jual Rp 6.000/ekor. Bandeng presto produksi Nurmi memang jauh berbeda dengan presto yang ada di pulau Jawa yang rasanya ada sedikit manis. Racikan Nurmi membumbui bandeng presto dengan bumbu khas Aceh. Alhasil, cita rasa lebih khas dibandingkan presto ala Pulau Jawa. ”Kita bumbui ala sendiri dan kita sesuaikan dengan lidah orang Aceh pada umumnya, sehingga aromanya juga mempunyai khas tersendiri,” ungkap wanita paruh baya itu.

Nurmiati berhasrat agar suatu saat usaha bandeng presto yang sudah ia tekuni dapat perhatian dari pemerintah, agar bisa dijadikan usaha home industri. Dengan kapasitas produksi yang rutin, mempunyai paket/bungkusan yang desain menarik, sehingga hasil produksinya nanti dapat merambah pasar Aceh dan menjadi produk yang dapat dibanggakan Aceh Timur sesuai dengan sumber daya alam yang tersedia di daerah Bagok, dengan luas tambak ratusan hektar itu.

Jika soal bahan baku, Nurmi bisa menjaminnya. Kenapa tidak, Bagok merupakan daerah yang dikenal dengan luas areal tambaknya. “Ini merupakan sumber daya alam yang sangat mendukung. Namun untuk membuka usaha tersebut, kami terkendala dengan modal, seperti untuk pengadaan bahan baku. Yang membutuhkan bantuan modal besar. Sebab harga ikan yang dibeli di tambak mencapai Rp 15. 000/kilo.

Dia juga berhasrat, bandeng presto bias menjadi menu sajian sehari- hari bagi keluarga di Aceh, karena ikan presto juga dapat disajikan dalam bentuk presto goreng. “Sekarang ini banyak keluarga yang selalu disibukkan oleh segala macam pekerjaan. Kaum ibu lebih-lebih lagi kaum bapak, sehingga banyak keluarga di Aceh terutama yang hidup di kota- kota sudah tidak sempat lagi memasak lauk buat keluarga. Bandeng presto adalah solusi dalam masaalah ini,” tambahnya sambil berharap kepedulian.

Meski di tengah keterbatasan dana, Nurmi terus bergelut dengan keyakinan dan usahanya. Hanya dengan satu harapan dapat berkembang pesat dan potensi daerah terangkat. Semoga saja perjuangan untuk menunjukkan Bagok memiliki potensi sumber daya alam yang besar dapat terwujud. (iskandar usman al-farlaky)

Sumber: http://www.serambinews.com 16 Juni 2009
-

Arsip Blog

Recent Posts