Penguasaannya tentang makna filosofis yang terkandung dalam benda-benda budaya dipelajarinya secara otodidak sejak kecil. Ayahnya, Tengku Sayed Umar Muhammad adalah sekretaris Sultan Hasyim dari Kerajaan Pelalawan. Sejak kecil ia sudah terbiasa hidup dalam lingkungan budaya Melayu yang kental serta adat istiadat istana yang begitu kuat. Kondisi ini telah mendorongnya untuk belajar memahami dan kemudian menulis tentang kebudayaan Melayu. Ia memulai dari menulis kembali pantun-pantun, Petata-petitih, Ungkapan, Syair, Gurindam, dan segala macam yang berkenaan dengan kebudayaan Melayu.
Tenas Effendy pertama kali menulis tentang kebudayaan pada tahun 1952. Pada saat itu ia masih belajar di sebuah perguruan di Bengkalis. Ketertarikan dan minatnya terhadap kebudayaan Melayu tidak terlepas dari keluarganya yang mencintai adat istiadat Melayu, neneknya adalah seorang pembaca syair yang terkenal pada masanya. Selain pandai membaca syair, neneknya juga pandai dalam menenun, menekat pakaian-pakaian tradisional kerajaan Melayu di Pelalawan.
Sejak masa kanak-kanak Tenas Effendy sudah akrab dengan adat istiadat Melayu, sudah menjalani adab dan etika Melayu dalam kehidupan sehari-hari, maka ada semacam kekhawatiran ketika ia melihat, begitu banyak nilai luhur tata pergaulan Melayu sudah tidak lagi diperhatikan masyarakat. Menyadari hal tersebut, ia berusaha mencatat, mengumpulkan kembali, menghimpun melakukan kajian-kajian dan membuat penelitian tentang kebudayaan Melayu dalam bentuk apa saja.
Menyadari bahwa kekayaan khazanah kebudayaan Melayu begitu berlimpah dan masih terlalu banyak yang belum dapat dikumpulkannya, ia mendirikan Tenas Effendy Foundation, sebuah lembaga yang berusaha memberi bantuan pada para peneliti atau siapapun yang berminat melakukan penelitian terhadap berbagai aspek kebudayaan Melayu. Hasil usahanya dalam rentang waktu tersebut, antara lain, setumpuk buku yang diterbitkan di dalam dan luar negeri. Sampai kini, Tenas sedikitnya telah menulis 70-an buku dan ratusan makalah yang dibawakan dalam berbagai pertemuan budaya di dalam dan di luar negeri, seperti Belanda, Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Thailand adalah beberapa negara yang kerap mengundangnya untuk berceramah disana. Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, mengundangnya sebagai penulis tamu.
Sejumlah bukunya, juga diterbitkan Dewan Bahasa dan Pustaka, Malaysia. Mengingat buku-buku yang ditulis Tenas Effendy menyentuh berbagai aspek kebudayaan Melayu, maka dari 70-an buku yang dihasilkannya itu, hampir separuhnya digunakan sebagai semacam buku pegangan, baik untuk kalangan pelajar dan mahasiswa, maupun untuk masyarakat umum sebagai bahan pendidikan dan tata pergaulan dalam keluarga. Bahkan, sebagian besar Pemda Kabupaten di Propinsi Riau dan Kepulauan Riau, menempatkan buku-buku yang ditulis Tenas Effendy sebagai semacam buku wajib untuk para pegawai Pemda.
Ia tidak sekedar ditempatkan sebagai budayawan yang mumpuni, tokoh adat yang kharismatik, tetapi juga kerap mengundangnya dalam kaitannya dengan kebijakan yang akan disusun dan dijalankan pemda. Tidak jarang pula, Tenas terpaksa harus menyelesaikan persoalan-persoalan kemasyarakatan. Sebagai tokoh masyarakat, Pak Tenas panggilan akrabnya terlibat pula dalam berbagai aktivitas organisasi kemasyarakatan, baik sebagai ketua, penasihat, maupun pengurus.
Sesungguhnya yang dilakukan Tenas Effendy tidaklah sekadar mengumpulkan dan mendokumentasikan segala yang berkaitan dengan khazanah kesusastraan Melayu. Kesusastraan adalah salah satu bagian dari sebuah mesin raksasa yang bernama kebudayaan. Jadi, sambil coba menafsirkan dan memaknai kandungan filosofis di balik khazanah kesusastraan Melayu, ia juga menerjemahkan dan membuka tabir makna berbagai benda budaya.
Biografi :
Nama : Tengku Nasyaruddin Effendy
Lahir : Pelalawan-Riau, 9 November 1936
Pendidikan :
Sekolah Agama Hasyimiah, (1950),
Sekolah Rakyat di Pelalawan, (1950)
Sekolah Guru B3 di Bengkalis, (1953)
Sekolah Guru A3 di Padang, (1957)
Karya :
Upacara Tepung Tawar (1968),
Lancang Kuning dalam Mitos Melayu Riau (1970),
Seni Ukir Daerah Riau (1970),
Tenunan Siak (1971),
Kesenian Riau (1971),
Hulubalang Canang (1972)
Raja Indra Pahlawan (1972),
Datuk Pawang Perkasa (1973),
Tak Melayu Hilang di Bumi, (1980),
Lintasan Sejarah Kerajaan Siak, (1981),
Hang Nadim, (1982),
Upacara Mandi Air Jejak Tanah Petalangan, (1984),
Ragam Pantun Melayu, (1985),
Nyanyian Budak dalam Kehidupan Orang Melayu, (1986),
Cerita-cerita Rakyat Daerah Riau, (1987),
Bujang Si Undang, (1988),
Persebatian Melayu, (1989),
Kelakar Dalam Pantun Melayu, (1990)
Penghargaan :
Juara 1 Mengarang Puisi Pada Pekan Festival Karya Budaya Dana Irian Jaya, (1962),
Juara 1 Pementasan Drama Klasik Pada Pementasan Drama Klasik Festival Dana Irian Jaya, (1962),
Seniman Budaya Pilihan (1997), Anugerah Sagang,
Tokoh Masyarakat Terbaik Riau 2002 versi Tabloid Intermezo Award (2002),
Penghargaan Madya Badan Narkotika Nasional, Jakarta (2003),
Anugerah Seniman dan Budayawan Riau Pilihan Lisendra Dua Terbilang (LDT)-UIR (2004),
Anugerah Gelar Sri Budaya Junjungan Negeri, Bengkalis, (2004),
Tokoh Budayawan Riau Terfavorit (2005),
Anugerah Budaya; Walikota Pekanbaru, (2005),
Tokoh Pemimpin Adat Melayu Serumpun, (2005),
Doktor Persuratan dari Universitas Kebangsaan Malaysia, (2005),
Penghargaan dari Persatuan Mahasiswa Riau Malaysia, (2005),
Anugerah Akademi Jakarta (2006)
Sumber: http://www.sagangonline.com