Di tengah guyuran hujan, ribuan orang menyaksikan prosesi Panjang Jimat, tradisi lelulur yang merupakan rangkaian peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW yang digelar oleh tiga keluarga keraton di Cirebon yakni Kanoman, Kasepuhan, dan Kacirebonan.
Hujan deras yang mengguyur Kota Cirebon pada Kamis malam, akhirnya berhenti menjelang dimulainya acara yakni pukul 20.00 WIB, seakan ingin memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memadati halaman keraton.
Di Keraton Kasepuhan Cirebon, ribuan orang memadati halaman sejak Kamis siang, bahkan sebagian sisi kanan dan kiri dari Bangsal Prabayaksa juga dipenuhi pengunjung yang rela menunggu saatnya acara puncak dimulai.
Seperti acara tahun sebelumnya setelah didahului pembacaan ayat suci Al-Quran, kemudian dilanjutkan dengan keterangan singkat tentang Panjang Jimat.
PRA Arief Natadiningrat, putra mahkota Kesultanan Kasepuhan, menjelaskan, "Panjang" berarti terus menerus yang ditandai dengan sederetan iring-iringan berbagai benda pusaka dalam prosesi itu.
Sementara "Jimat" yang juga berarti pusaka, berasal dari kata "siji kang dirumat" atau satu yang dihormati. Namun dalam prosesi ini, makna sesungguhnya dari satu yang dihormati adalah kalimat sahadat "La Illa ha Illahah" sehingga arti gabungan dua kata itu adalah kalimat sahadat yang harus terus dipelihara umat Islam.
"Peringatan Maulud Nabi juga harus mengingatkan kita untuk terus meneladani sikap dan perilaku Rosulullah SAW," katanya.
Upacara Panjang Jimat sendiri dimulai tepat pukul 20.30 WIB dipimpin langsung Sultan Sepuh XIII Maulana Pakuningrat, sementara prosesi iring-iringan jimat keraton yang dibawa dari Bangsal Prabayaksa Keraton menuju Langgar Agung dipimpin PRA Arief Natadiningrat SE.
Selanjutnya Sultan menyerahkan payung pusaka kepada PRA Arief Natadininggrat yang memimpin iring-iringan Panjang Jimat mulai barisan lilin yang melambangkan kelahiran nabi pada malam hari.
Barisan kedua yang dipimpin Pangeran Raja Gumilar Suryadiningrat membawa berupa Manggaran, Nagan, dan Jantungan yang lambangkan kebesaran dan keagungan.
Barisan ketiga, berupa air mawar, pasatan, dan kembang goyang sebagai perlambang air ketuban dan usus atau ari-ari bayi.
Barisan keempat dipimpin PR Nisfudin Adiningrat membawa air serbat dalam empat baki dan dua guci sebagai perlambang kelahiran.
Barisan kelima berupa tumpeng jeneng, 10 nasi uduk, 10 nasi putih sebagai perlambang seorang bayi harus diberi nama yang baik agar menjadi orang yang berguna, dan barisan keenam adalah tujuh nasi jimat.
PR Nisfudin Adiningrat juga mewakili Sultan Sepuh memimpin pembacaan Kitab Barzanji dan salawatan di Langgar Agung yang ada sekitar 300 meter dari Bangsal Prabayaksa.
Upacara di Keraton Kasepuhan juga dihadiri oleh beberapa pejabat setempat antara lain Kepala Bakorwil Cirebon Drs Nunung Sanuhri, Wakil Walikota Cirebon Drs Agus Alwafir, mantan Sekda Cirebon Ano Sutrisno, dan Ketua DPRD Kota Cirebon Surayo HW.
Tamu lainnya yang mengundang perhatian yaitu Iwan Sulanjana, calon Wakil Gubernur Jawa Barat dari Partai Golkar dan Demokrat, Ahmad Heriyawan calon Gubernur Jawa Barat dari PKS, serta dua calon Bupati Cirebon yaitu Sunjaya Purwadi, Dr Djakaria Mahmud.
Acara serupa juga digelar Keraton Kanoman yang terletak di sebelah utara Kasepuhan dan di Keraton Kacirebon yang terletak sebelah barat Kasepuhan.
Di Keraton Kanoman upacara dipimpin Pangeran Raja Muhammad (PRM) Emiruddin sementara Patih Pangeran Qodiran dipercayara untuk mengawal prosesi arak-arakan Nasi Jimat dari Bangsal Jinem ke Masjid Agung Kanoman.
Banyak masyarakat yang percaya menyaksikan Muludan yang digelar tiga keraton di Cirebon memberikan semangat spiritual dalam menempuh kehidupan, bahkan tidak jarang beberapa orang berusaha menggapai benda pusaka dengan tujuan mendapatkan berkah pada malam Panjang Jimat itu.
Bahkan usai acara itu sekitar pukul 22.00 WIB, "Nasi Jimat", salah satu alat prosesi adat yang sebelumnya didoakan di Langgar Agung Kasepuhan, dan Mesjid Kanoman menjadi rebutan ribuan peziarah yang sengaja menunggu di halaman keraton.
Pelal Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan dan Kanoman relatif paling ramai dibandingkan di Kacirebonan dan di Makam Sunan Gunung Djati karena adanya lapangan besar di depan dua keraton itu yang dipadati ribuan pedagang kaki lima.
Usai memeriahkan Muludan di Cirebon, para pedagang kaki lima itu akan mencari tempat Muludan baru dimulai dari Trusmi di Plered, Mata Air Tuk di Kedawung, dan Gegesik, ketiga tempat itu berada di Kabupaten Cirebon dengan jadwal Muludan yang tidak bersamaan.
Pada malam yang bersamaan juga digelar Muludan dengan prosesi Panjang Jimat di Desa Pekantingan, Klangenan sekitar 10 kilometer sebelah Barat, Kota Cirebon.
Sumber : http://www.antaranews.com