Mendu, Tradisi Melayu yang Kian Dekat dengan Masyarakat

Pekanbaru, Riau - Sebuah karya seni diciptakan, dikreasikan tentulah memiliki capaian masing-masing dari para pelakunya. Berbagai cara pula dilakukan untuk meraih capaian tersebut. Tentu saja, ketika bicara kreatifitas, tidak saja merujuk kepada konsep yang ditawarkan, akan tetapi strategi dari capaian sebuah karya juga merupakan bagian dari kretifitas tersebut.

Seperti halnya yang sedang gencar dilakukan salah satu Sanggar di Pekanbaru, Teater Matan. Setahun belakangan ini, mereka demikian berambisi dan terus berupaya mementaskan teater tradisi Mendu. Pada 16 -17 Januari lalu, Teater MATAN mementaskan teater tradisi Melayu, Mendu di Ujungbatu (Rohul) dan di Dayun (Siak).

Selaku sutradara, disebutkan Monda Gianes ketika ditanyai Riau Pos kenapa teater tradisi Mendu yang kemudian menjadi ketertarikan bagi dirinya, bahwa memang dimulai sejak kuliah di Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR), dia dan kawan-kawan di jurusan teater mendapat pembelajaran tentang Teater Melayu Riau; Bangsawan, Makyong, Randai, Mendu dan Mamanda. “Saya suka semuanya. Hingga sekarang pun saya tetap bergairah dengan khazanah Teater Melayu Riau itu. Bahkan kegairahan itu semakin menjadi-jadi ketika sudah lulus dari AKMR dan saya terus berproses dan bergabung pula di Sanggar Teater Matan,” ujarnya.

Lantas, terbitlah keinginan dan kesepakatan dari pimpinan dan anggota Teater Matan untuk meneyemarakkan teater tradisi Mendu ini ke mana-mana. Kata Monda, mereka selaku pekerja teater ingin dekat dengan khalayak sebagaimana teater-teater tradisi kala dahulunya. Sehingga Mendu bukan lagi sesuatu yang asing dan kuno bagi masyarakat hari ini. “Dulu kami juga menyampaikan kisah dan amanat lakon dengan pola-pola dan spirit Makyong, Bangsawan, Randai Kuantan, Mamanda dan juga Mendu. bahkan di garapan saya yang berjudul Protagonis pada tahun 2012 sudah menjelaskan bagaimana sebenarnya saya dan Teater Matan membicarakan Teater Melayu Riau yang juga merupakan khazanah perteateran kita,” ujarnya.

Sementara itu, pementasan di dua tempat tersebut disebutkan pimpinan sanggar Matan, Hang Kafrawi terasa spesial sekali karena Teater MATAN sudah lama mengagendakan untuk membentangkan karya di kabupaten/kota yang ada di Provinsi Riau. Selain itu, keberangkatan mereka kali ini, merupakan program dari sebuah perusahaan rokok, Gudang Garam Merah. Hal yang ke dua ini tentu sangat jarang sekali terjadi, Biasanya, di Riau, perusahaan rokok menggelar perhelatan dengan menampilkan para artis dari ibukota, Jakarta. Tetapi karena perhelatan yang hendak digelar mengedepankan muatan lokal, terutama seni peran, maka pementasan Mendulah yang kemudian diminta untuk turut memeriahkan acara tersebut.

Di Ujung Batu, helat yang digelar di halaman Gedung Kerapatan Adat, Ujungbatu. Diceritakan Hang Kafrawi, Teater Matan sempat merasa gamang takut kalau-kalau tidak mendapat sambutan yang baik dari masyarakat di Ujung Batu karena rata-rata masyarakat tentu tidak mengetahui keberadaan teater Tradisi Mendu yang akan dipentaskan. Apalagi, teater Mendu jauh tertinggal populernya keitmbang teater tradisi lainnya seperti Bangsawan dan Randai Kuantan.

Namun kemudian, rasa was-was segera luncas ketika pergelaran Mendu dimulai, Hal ini dapat dibuktikan, dengan respon dan apresiasi masyarakat ketika para aktor beraksi di atas panggung. Penonton juga ikut menyeletuk dengan menimpali dialog-dialog improvisasi dari aktor.

Sedangkan pentas Mendu di Dayun pada Ahad (17/1) lalu yang digelar di lapangan Sepakbola Dayun pun tidak jauh berbeda dengan sambutan sebelumnya di Ujung Batu. Dengan aksi panggung dan bahasa Indonesia Raya (ala Teater Matan) mampu pula mengajak masyarakat untuk tetap bertahan menykasikan cerita Raja Muda di Kerajaan Antapura. Warga menyaksikan sambil sesekali terdengar tawa berderai-derai menyaksikan pola tingkah aktor Mendu memainkan peran dan improvisasi dalam menyelesaikan cerita. “Pokoknye jangan sampai ade penonton yang menyeletuk, kalau ade, memang semakin panjang cerita dibuatnye,” ujar salah satu aktor mendu yang berperan sebagai Dewa Mendu, Ridwan Musatafa dengan logat pesisirnya.

-

Arsip Blog

Recent Posts