Weton dalam Budaya Jawa, Penanggalan yang Dianggap Ramalan

Jakarta - Istilah weton seringkali digunakan untuk menunjuk ramalan yang berasal dari kebudayaan Jawa. Atau, weton terdengar akrab ketika sepasang muda-mudi berencana ingin menikah, entah dengan sesama orang Jawa ataupun salah satunya.

Padahal, hakikatnya weton adalah perayaan hari kelahiran berdasarkan hitungan hari dalam kalender Jawa. Dalam kalender Jawa, satu pekan terdiri dari tujuh hari yang diadopsi dari kalender Islam dan lima hari pasaran Jawa. Weton, adalah gabungan keduanya yang menunjukkan hari kelahiran seseorang.

"Saya rasa weton ini adanya di Jawa dan Bali. Tidak tahu ya kalau di daerah lain seperti apa, tetapi yang ada weton ya di dua tempat itu," kata Eyang Ratih, praktisi primbon atau ramalan Jawa saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.

Penanggalan Jawa memiliki runtutan sejarah yang panjang dengan minim literasi yang menerangkan asal-usul penanggalan yang masih kerap digunakan dalam beberapa kegiatan nasional. Keberadaan kalender dalam sejarah budaya Jawa diduga dimulai dari adanya Kalender Saka yang terbawa dengan menyebarnya agama Hindu di Pulau Jawa kisaran awal Masehi. Kalender Saka sendiri dimulai pada 78 Masehi.

Penggunaan Saka sebagai penanggalan di Jawa tercampur dengan budaya animisme dan dinamisme yang kental saat itu. Peleburan ini digunakan hingga lintas penguasa kerajaan-kerajaan di Jawa sampai berdirinya Kerajaan Mataram.

Ketika Mataram berdiri bersamaan dengan masuknya Islam, maka dimulailah penyusunan penanggalan resmi yang menggabungkan kalender Saka, kalender Islam, dan kalender Julian yang dibawa oleh penjajah dari Barat saat itu. Gabungan itulah yang dianggap saat ini sebagai kalender Jawa.

Hingga kini, kalender Jawa terdiri dari tujuh hari mulai Ahad hingga Sabtu; lima hari pasaran; rata-rata 30 hari dalam sebulan; 12 bulan setahun yang bernama serapan campuran dari bahasa Arab, Sansekerta, dan Melayu. Meski satu bulan rata-rata 30 hari, perayaan weton terdiri setiap 35 hari sekali karena kombinasi siklus tujuh hari biasa dan siklus lima hari pasaran atau yang disebut pancawara.

Pancawara atau siklus hari pasaran adalah putaran lima hari pasaran, yaitu Paing, Pon, Wage, Kliwon, dan Legi. Kelima hari ini digunakan oleh masyarakat Jawa sebagai tanda berlangsungnya pasar di hari-hari tertentu, misal pasar yang dilakukan setiap hari Kliwon disebut Pasar Kliwon.

Mulai Dijadikan Ramalan

Sistem penanggalan inilah yang biasa digunakan olah masyarakat Jawa bukan hanya menandakan hari lahirnya seseorang, tetapi mulai dari menentukan masa tanam dan panen, bepergian, menentukan suatu keputusan, bahkan hingga dipercaya dapat menggambarkan karakter ataupun nasib.

-

Arsip Blog

Recent Posts