Perilaku Korupsi di Eksekutif Menjalar ke Lingkungan Legislatif

Malang—Pada era otonomi daerah sekarang ada indikasi perilaku korupsi di lingkungan eksekutif sudah menjalar ke legislatif. Di antaranya pada setiap penyampaian laporan pertanggungjawaban (LPJ) pihak eksekutif, hampir selalu menjadi ajang korupsi bagi legislatif. Sidang-sidang legislatif untuk pengambilan kebijakan-kebijakan tertentu yang menyangkut kepentingan pihak tertentu juga telah menjadi ajang korupsi legislatif.

Hal itu dikemukakan Kepala Pusat Pengembangan Otonomi Daerah (PP Otoda) Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Ibnu Tricahyo dalam "Seminar Penyebaran dan Menyingkap Korupsi di Daerah", di Universitas Widya Gama (Uwiga), Malang, Kamis (8/5).

"Gerakan KB (keluarga berencana) bisa berhasil dengan memberikan board-board (papan-papan) yang menganjurkan KB di berbagai tempat. Kalau perlu hal serupa juga dilakukan untuk pemberantasan korupsi yang kini semakin marak terjadi hingga tingkat pemerintahan daerah," kata Ibnu.

Dia berpendapat, pemberantasan korupsi secara serius harus diungkapkan secara nyata melalui hal-hal yang bersifat artifisial, misalnya dengan membuat papan-papan gerakan memberantas korupsi, terutama agar diletakkan di daerah-daerah strategis seperti kantor-kantor pemerintahan.

Hal tersebut dianalogikan dengan keberhasilan gerakan KB saat ini. Keseriusan pemerintah untuk mewujudkannya sangat tampak, di antaranya dengan membuat papan-papan untuk menyampaikan gerakan KB tersebut di berbagai tempat.

Selain Ibnu, hadir beberapa narasumber lainnya di antaranya Prof A Mukthie Fadjar SH MS Guru Besar Fakultas Hukum Unibraw yang juga Rektor Uwiga, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Deddy Prihambudi, dan beberapa akademisi dari Uwiga. Ketua DPRD Kota Batu Mashuri Abdul Rochim sebagai politisi lokal di Kota Batu hadir sebagai satu-satunya pemateri dari kalangan birokrat pemerintahan.

Masing-masing pemateri cenderung menyampaikan gejala korupsi secara umum yang terjadi sejak lama dan menggerogoti sistem pemerintahan hingga sekarang. Upaya penegakan hukum juga dinilai masih sangat lemah. Misalnya, hingga muncul stigma negara ini terkorup, tetapi para koruptornya tak pernah tampak dan menjalani hukuman.

Dalam seminar itu sekaligus juga dibedah buku Penyebaran dan Menyingkap Korupsi di Daerah yang ditulis oleh, antara lain, Teten Masduki. Menurut Ibnu, PP Otoda telah menyimpulkan dari berbagai penelitian dan analisis gejala korupsi yang merebak di legislatif harus dihambat melalui sistem pemerintahan pula.

Pihak legislatif harus mampu menghasilkan peraturan daerah (perda) yang memperkecil peluang korupsi tersebut. Di antaranya diusulkan adanya perda tentang kebebasan memperoleh informasi bagi publik atas pelaksanaan roda pemerintahan di daerah.

Selain dibutuhkan perda kebebasan memperoleh informasi tersebut, perlu ditunjang pula dengan keberadaan perda yang menjamin penerimaan keluhan publik terhadap pemerintah. Ibnu menekankan pula, jika komitmen pemberantasan korupsi ini benar-benar ingin diwujudkan, upaya itu dapat ditempuh di lingkup Malang Raya yang terdiri dari tiga wilayah pemerintahan, yaitu Pemerintah Kota dan Kabupaten Kota Malang, serta Pemerintah Kota Batu. (NAW)

Sumber: Kompas, Jum’at, 09 Mei 2003
-

Arsip Blog

Recent Posts