Palangkaraya - Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Pemprov Kalteng) memanfaatkan kebiasaan adat penduduk setempat sebagai upaya pelestarian hutan di kawasan tersebut.
Kepala Dinas Kehutanan Kalteng, Anung Setyadi kepada pers di Palangkaraya, Rabu mengakui kebiasaan adat warga setempat ternyata terbukti mampu melestarikan hutan.
Oleh karena itu kearifan lokal yang dimiliki wilayah setempat dimanfaatkan dalam upaya melestarikan hutan melalui program pengembangan hutan adat. "Sebab kearifan lokal masyarakat Kalteng, mengerti sekali bagaimana melestarikan hutan," katanya.
Umpamanya saja, lanjut dia, cara warga mengambil kayu tidak bakal merusak hutan, sebab mereka tahu waktu apa kayu harus dipanen, serta jenis apa saja yang bisa diambil.
Begitu juga untuk mengembangkan hutan, kayu apa saja yang sesuai dengan kawasan itu untuk ditanam, dan sebagainya.
"Kami sudah memiliki satu lokasi program hutan adat, yaitu di wilayah Kabupaten Katingan. Program ini rencananya akan terus dikembangkan di wilayah Kalteng," katanya.
Konsep hutan adat pada pokoknya merupakan pola pengembangan hutan yang dikelola oleh adat, kemudian adat bisa mengambil manfaat dari keberadaan hutan itu untuk meningkatkan perekonomian.
"Kami ingin hutan tetap lestari. Sejalan dengan itu, rakyat atau komunitas adat di wilayah hutan kian menjadi sejahtera," kata Anung Setyadi.
Dalam pengembangan hutan adat dilakukan dengan pengembangan hutan kayu dan hutan nonkayu, sehingga nantinya bisa dimanfaatkan hasil hutan bukan kayu (hhbk) seperti rotan, karet, buah-buahan, serta pohon jelutung.
Dalam kopsep hutan adat dengan jenis tanaman nonkayu, masyarakat bisa menghutankan kawasan sebagai areal pengembangan rotan, buah-buahan, karet, atau hutan jelutung.
Bila hutan nonkayu ini bisa berkembang, warga desa bisa memanfaatkan rotan yang ada di kawasan tersebut, tetapi dengan sistem rotan yang sudah bisa dipanen. Selain itu warga juga harus tetap mampu mengembangkan tanaman muda agar areal itu tetap menjadi hutan.
Begitu juga buah-buahan atau karet, hasilnya bisa dipanen dan dijual oleh masyarakat adat, yang bisa digunakan untuk modal produksi.
Sementara tanaman jelutung, adalah tanaman hutan khas setempat yang menghasilkan getah jelutung.
Getah ini sudah banyak dimanfaatkan warga setempat sebagai bahan baku kerajinan tangan sebagai barang cenderamata.
Kerajinan getah jelutung merupakan produk khas Kalteng yang sudah banyak dijualbelikan sebagai oleh-oleh bagi mereka yang datang ke wilayah ini, seperti barang kerajinan kapal-kapalan dan mainan lainnya.
Sumber: http://oase.kompas.com
Kepala Dinas Kehutanan Kalteng, Anung Setyadi kepada pers di Palangkaraya, Rabu mengakui kebiasaan adat warga setempat ternyata terbukti mampu melestarikan hutan.
Oleh karena itu kearifan lokal yang dimiliki wilayah setempat dimanfaatkan dalam upaya melestarikan hutan melalui program pengembangan hutan adat. "Sebab kearifan lokal masyarakat Kalteng, mengerti sekali bagaimana melestarikan hutan," katanya.
Umpamanya saja, lanjut dia, cara warga mengambil kayu tidak bakal merusak hutan, sebab mereka tahu waktu apa kayu harus dipanen, serta jenis apa saja yang bisa diambil.
Begitu juga untuk mengembangkan hutan, kayu apa saja yang sesuai dengan kawasan itu untuk ditanam, dan sebagainya.
"Kami sudah memiliki satu lokasi program hutan adat, yaitu di wilayah Kabupaten Katingan. Program ini rencananya akan terus dikembangkan di wilayah Kalteng," katanya.
Konsep hutan adat pada pokoknya merupakan pola pengembangan hutan yang dikelola oleh adat, kemudian adat bisa mengambil manfaat dari keberadaan hutan itu untuk meningkatkan perekonomian.
"Kami ingin hutan tetap lestari. Sejalan dengan itu, rakyat atau komunitas adat di wilayah hutan kian menjadi sejahtera," kata Anung Setyadi.
Dalam pengembangan hutan adat dilakukan dengan pengembangan hutan kayu dan hutan nonkayu, sehingga nantinya bisa dimanfaatkan hasil hutan bukan kayu (hhbk) seperti rotan, karet, buah-buahan, serta pohon jelutung.
Dalam kopsep hutan adat dengan jenis tanaman nonkayu, masyarakat bisa menghutankan kawasan sebagai areal pengembangan rotan, buah-buahan, karet, atau hutan jelutung.
Bila hutan nonkayu ini bisa berkembang, warga desa bisa memanfaatkan rotan yang ada di kawasan tersebut, tetapi dengan sistem rotan yang sudah bisa dipanen. Selain itu warga juga harus tetap mampu mengembangkan tanaman muda agar areal itu tetap menjadi hutan.
Begitu juga buah-buahan atau karet, hasilnya bisa dipanen dan dijual oleh masyarakat adat, yang bisa digunakan untuk modal produksi.
Sementara tanaman jelutung, adalah tanaman hutan khas setempat yang menghasilkan getah jelutung.
Getah ini sudah banyak dimanfaatkan warga setempat sebagai bahan baku kerajinan tangan sebagai barang cenderamata.
Kerajinan getah jelutung merupakan produk khas Kalteng yang sudah banyak dijualbelikan sebagai oleh-oleh bagi mereka yang datang ke wilayah ini, seperti barang kerajinan kapal-kapalan dan mainan lainnya.
Sumber: http://oase.kompas.com