Medan - Situs Kota Cina masih bisa diselamatkan dari kerusakan akibat dari pembiaran oleh pemerintah. Syaratnya, pemerintah mau membeli lahan di sana dan dibarengi dengan regulasi yang jelas mengenai pengelolaannya.
”Peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk penyelamatan situs Kota Cina. Pemerintah perlu membeli lahan di sana agar ada perlindungan yang jelas dan barang-barang bernilai sejarahnya tidak terus hilang,” kata Sekretaris Badan Pengurus Badan Warisan Sumatera Rika Susanto di Medan, Selasa (23/3).
Secara administratif, lahan di situs Kota Cina masuk ke wilayah Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang. Untuk itu, kata Rika, kedua pemerintah daerah tersebut harus bekerja sama.
Pemerintah juga perlu memberi dukungan nyata kepada Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial (Pussis) yang telah membangun museum di situs Kota Cina. Dukungan itu bisa berupa pembangunan museum yang serius dan lengkap sehingga masyarakat yang berkunjung mudah membayangkan kemegahan Kota Cina pada masa jaya.
Rika mengatakan, situs Kota Cina merupakan warisan budaya dan sejarah yang luar biasa. Temuan puing-puing yang diduga berasal dari candi dan reruntuhan yang diduga pagar candi merupakan bukti yang menguatkan keluarbiasaan itu.
Hal ini dibenarkan oleh Ketua Pussis Ichwan Azhari. Jutaan fragmen keramik, gerabah, tembikar, pecahan candi, arca, dan nisan dari peradaban China dapat ditemukan di sana. Situs Kota Cina diduga kuat sebagai pusat perniagaan Kerajaan Aru yang berpusat di sekitar Sungai Deli atau Hamparan Perak Deli Serdang pada abad ke-11 hingga ke-14 Masehi.
Untuk melindungi sisa-sisa peninggalan di Kota Cina, Pussis membangun museum semipermanen berukuran 100 meter persegi. Museum itu dilengkapi dengan etalase temuan-temuan bernilai sejarah di Kota Cina.
Kondisinya kini amat memprihatinkan karena sebagian besar lahan dikuasai warga. ”Itu karena tak ada juru pelihara. Barang antik dijualbelikan dengan murah. Tidak lebih dari 10 tahun, situs Kota Cina akan sirna. Makanya harus ada tindakan nyata,” kata peneliti di Balai Arkeologi Medan, Ery Soedewo.
Sumber: http://arkeologi.web.id
”Peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk penyelamatan situs Kota Cina. Pemerintah perlu membeli lahan di sana agar ada perlindungan yang jelas dan barang-barang bernilai sejarahnya tidak terus hilang,” kata Sekretaris Badan Pengurus Badan Warisan Sumatera Rika Susanto di Medan, Selasa (23/3).
Secara administratif, lahan di situs Kota Cina masuk ke wilayah Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang. Untuk itu, kata Rika, kedua pemerintah daerah tersebut harus bekerja sama.
Pemerintah juga perlu memberi dukungan nyata kepada Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial (Pussis) yang telah membangun museum di situs Kota Cina. Dukungan itu bisa berupa pembangunan museum yang serius dan lengkap sehingga masyarakat yang berkunjung mudah membayangkan kemegahan Kota Cina pada masa jaya.
Rika mengatakan, situs Kota Cina merupakan warisan budaya dan sejarah yang luar biasa. Temuan puing-puing yang diduga berasal dari candi dan reruntuhan yang diduga pagar candi merupakan bukti yang menguatkan keluarbiasaan itu.
Hal ini dibenarkan oleh Ketua Pussis Ichwan Azhari. Jutaan fragmen keramik, gerabah, tembikar, pecahan candi, arca, dan nisan dari peradaban China dapat ditemukan di sana. Situs Kota Cina diduga kuat sebagai pusat perniagaan Kerajaan Aru yang berpusat di sekitar Sungai Deli atau Hamparan Perak Deli Serdang pada abad ke-11 hingga ke-14 Masehi.
Untuk melindungi sisa-sisa peninggalan di Kota Cina, Pussis membangun museum semipermanen berukuran 100 meter persegi. Museum itu dilengkapi dengan etalase temuan-temuan bernilai sejarah di Kota Cina.
Kondisinya kini amat memprihatinkan karena sebagian besar lahan dikuasai warga. ”Itu karena tak ada juru pelihara. Barang antik dijualbelikan dengan murah. Tidak lebih dari 10 tahun, situs Kota Cina akan sirna. Makanya harus ada tindakan nyata,” kata peneliti di Balai Arkeologi Medan, Ery Soedewo.
Sumber: http://arkeologi.web.id