Menyingkap jejak rasul di Masjid Sunda Kelapa

Menyimak sejarah bangunan-bangunan kuno di Jakarta memang sangat menyenangkan. Salah satunya, Masjid Agung Sunda Kelapa di Jl Taman Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat. Bangunan ini merupakan masjid pertama yang menerapkan perpaduan antara ibadah, perekonomian, dan pendidikan. Konsep ini terinspirasi oleh fungsi masjid yang dikembangkan pada zaman kerasulan beberapa abad silam. Dimana masjid menjadi pusat aktivitas ibadah dan sosial.

Perpaduan konsep ini terlihat dari sejumlah ruangan dan bangunan pendukung di areal seluas 9.920 meter persegi itu. Di antaranya, ruang ibadah utama, ruangan aula yang juga sebagai ruang dakwah, perpustakaan, kantor bagi para pengurus masjid, dan satu Rumah Sehat yang diperuntukan warga kurang mampu. Ruangan ruangan merepresentasikan kegiatan-kegiatan yang pernah dilakukan Rasulullah pada waktu itu.

Disamping itu, disain interior bangunan masjid ini juga kaya hiasan kaligrafi dari Timur Tengah. Salah satunya, berbentuk perahu sebagai makna simbolik kepasrahan seorang muslim saat duduk bersila dengan tangan menengadah. Sedangkan dari sisi luar, sejumlah bangunan masjid yang dibangun tahun 1971 ini terlihat unik. Misalkan, bangunan kubah dengan dihiasi batu marmer berwarna hijau berbentuk elips dan di seluruh dindingnya dihiasi kaligrafi berlafadzkan Allah.

Keindahan juga terpancar pada bagian bangunan utama yang berfungsi sebagai tempat ibadah. Bangunan utama ini disanggah dengan 12 kayu dan di sekeliling ruangan ini dipenuhi hiasan kaligrafi. Secara umum gaya arsitektur yang diterapkan pada masjid ini mengikuti gaya yang berkembang pada masa itu. Berciri modern, praktis dan sederhana dalam memilih bentuk pintu, jendela, maupun asesoris. Ini bisa dilihat dari bentuk bangunan yang lebih mengandalkan struktur beton pada pilar, list-plang, dan atap.

Karenannya, tak heran jika bangunan yang berdiri di atas lahan seluas 9.920 meter persegi ini menjadi bangunan cagar budaya golongan A. Untuk itu, secara hukum keberadaan bangunan ini dilindungi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya serta Perda Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan Bangunan Cagar Budaya. "Bangunan cagar budaya yang masuk golongan A merupakan bangunan yang keseluruhan bagiannya tidak boleh diubah dari bentuk aslinya. Jadi apa pun alasannya, pemugaran tidak dibenarkan. Kalau ada yang melanggar harus ditindak sesuai ketentuan yang berlaku," kata Arya Abieta, pemerhati bangunan tua dari Pusat Dokumentasi Arsitektur Indonesia.

Masjid ini, kata Fathurin Zen, Wakil Ketua Bendahara Pengurus Masjid, mampu menampung 5.000 jemaah. Selain sebagai tempat ibadah, pengurus masjid juga sering mengadakan kegiatan-kegiatan keagamaan yang berhubungan dengan pembelajaran Islam. "Selain beberapa kegiatan rutin tersebut, kita juga mengadakan kegiatan yang sifatnya internasional seperti kunjungan ke negara Islam seperti Malaysia dan Brunai. Tak jarang kita mendapat kunjungan dari negara Timur Tengah, Arab, Afrika yang mengadakan studi banding ke Masjid Agung Sunda Kelapa," kata Fathurin kepada beritajakarta.com, Kamis (30/7).

Yang paling membanggakan dari masjid ini, sambung Fathurin Zen, yakni masjid ini telah berhasil meng-Islamkan ribuan orang terhitung sejak tahun 1971. Dan sekitar 20 persen diantaranya warga asing. "Kalau dihitung jumlahnya banyak sekali. Rata-rata orang yang ingin di-Islam-kan di sini bisa dua orang per hari," imbuhnya.

Reporter: didit

-

Arsip Blog

Recent Posts