Samarinda, Kaltim - Pesta adat dan budaya Erau di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, dimulai Kamis, melalui upacara "Menjamu Benua".
Koordinator Upacara Adat Sakral Erau, Awang Demang Natakrama, Rabu mengatakan, Menjamu Benua yang digelar empat hari sebelum pelaksanaan Erau 2013, bermakna memberi makan kepada para gaib yang juga mendiami wilayah Kutai Kartanegara.
Kegiatan itu sekaligus dimaksudkan untuk memohon kepada Tuhan yang Maha Esa agar Sultan dan kerabatnya diberikan keselamatan, demikian juga masyarakat atau orang berkunjung ke Tenggarong.
"Hari ini dilaksanakan ritual Menjamu Benua untuk memberi makan gaib yang juga tinggal di `odah etam` atau tempat kami ini, sekaligus memberitahukan kepada gaib tersebut bahwa Erau akan dilaksanakan," ujar Awang Demang Natakrama.
Sebelum prosesi adat Menjamu Benua dimulai, para pelaksana upacara adat yang terdiri dari tujuh orang `Belian` (ahli mantra laki-laki) dan sembilan orang `Dewa` (ahli mantra perempuan) terlebih dahulu menemui Sultan Kutai H Aji Muhammad Salehuddin II di kediamannya untuk meminta restu.
Selanjutnya, Sultan memberi restunya dengan menghambur beras kuning ke arah para pelaksana upacara itu selanjutnya menyerahkan pakaian sehari-harinya berupa selembar baju, sepotong celana panjang dan kopiah untuk dibawa dan disertakan dalam upacara Menjamu Benua tersebut.
Ritual itu dilepas langsung oleh Sultan H A M Salehuddin II di kediamannya para Rabu sore sekitar pukul 14.30 wita.
Rombongann yang terdiri atas beberapa Belian dan Dewa diiringi tetebuhan alat musik tradisional dengan mengendari mobil dan sebuah bus bergerak ke Hulu Benua (Desa Tanah Habang, Mangkurawang) Tenggarong, kemudian ke Tengah Benua (pelabuhan depan Museum Mulawarman) dan terakhir ke Hilir Benua (sebelah hilir Jembatan Kartanegara) untuk melakukan prosesi Menjamu Benua ini.
Di tiga lokasi Menjamu Benua tersebut disediakan semacam balai utama berbetuk kerucut dengan atasnya datar segi empat, terbuat dari bambu dan rangkaian janur kuning untuk menaruh sesajian di antaranya berupa ayam bakar utuh, tujuh piring ketan putih dengan telur ayam di atasnya, wajik (ketan yang dimasak dengan gula merah), dan beraneka kue tradisional.
Selain itu, ada dua balai kecil di sisi kiri kanan balai utama, yaitu diletakkan menggantung menghadap ke sungai Mahakam dan yang satu lagi bertumpu pada satu tiang.
Isi dua balai kecil tersebut yaitu darah ayam yang dimasukkan dalam wadah terbuat dari daun pisang, nasi aneka warna yang disusun melingkar diatasnya terdapat telur, serta air.
Setelah perlengkapan dan sajian lengkap tertata diatas balai, salah satu Belian dan Dewa membacakan mantera di iringi tetabuhan gendang.
Nuansa magis makin terasa ketika asap dupa yang juga perlengkapan ritual mengepul di sekitar tempat acara. Sesekali para Belian dan Dewa menghamburkan beras kuning dan memercikkan air ke arah balai.
"Para Belian dan Dewa berkomunikasi dengan para gaib dengan mantra untuk memberi tahu bahwa Erau akan digelar," kata Awang Demang Natakrama.
Sumber: http://www.antaranews.com