Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, La Ode Arief Aty Malefu dinyatakan resmi menjadi tersangka dugaan kasus korupsi hasil pelelangan jati sebesar Rp 2,5 miliar. Selain Malefu, pihak kejaksaan juga menetapkan status yang sama kepada Bendahara Dinas Kehutanan Muna, La Udi Kudu.
"Penetapan status tersangka kepada kedua orang itu merupakan hasil penyidikan kejaksaan bersama tim Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi (BPKP) selama kurang lebih tiga minggu," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara Atnsari Azhar kepada Tempo News Room di Kendari, Kamis (1/4).
Menurut Antasari, meski sudah berstatus tersangka, pihaknya sengaja belum mau menahan kedua pejabat tersebut. Alasannya, karena juga berstatus sebagai pejabat pemerintah, kecil kemungkinan keduanya untuk melarikan diri.
Mantan Kapuspenkum Kejagung itu mengatakan, untuk sementara penyidikan terhadap kedua tersangka itu masih ditangani Kejaksaan Negeri Raha. Pihak kejaksaan sendiri memperkirakan, penyidikan kasus tersebut akan menyeret lebih banyak lagi pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Muna sebagai tersangka. "Besar kemungkinan ada pihak lain di luar lingkungan pemerintah yang juga akan menjadi tersangka," kata Antasari.
Sebenarnya, kata Antasari, berdasarkan laporan yang diterimanya, model pelelangan jati di Kabupaten Muna yang dinyatakan rawan korupsi itu sudah sejak lama diributkan. Bahkan, anggota Komnas HAM, M.M. Billah yang pernah melakukan investigasi soal kasus penggusuran masyarakat adat di daerah itu pernah menangkap basah seorang oknum polisi yang sedang mengangkut kayu jati illegal berbentuk gelondongan dari kawasan hutan jati di daerah itu.
Selain menetapkan status tersangka kepada dua orang pejabat dinas kehutanan di Kabupaten Muna, hasil penyidikan awal pihak kejaksaan juga telah berhasil menyelamatkan uang negara sebesar Rp 400 juta. "Uang itu merupakan hasil eksploitasi lelang jati yang diduga kuat dilakukan oleh kedua pejabat yang sudah berstatus tersangka itu," kata Asisten Intelijen Kejati Sulawesi Tenggara Salahuddin Mannahawu.
Malefu sendiri ketika dikonfirmasi mengenai penetapan dirinya sebagai tersangka menolak berkomentar. Ia hanya mempersilahkan untuk menemui pengacaranya saja, Husin Ely SH. Husin Ely melihat ada keanehan dalam penyidikan kasus jati yang dilakukan oleh kejaksaan, khususnya menyangkut penetapan status tersangka kepada kliennya. "Sangat aneh. Kejaksaan menetapkan status tersangka kepada klien saya hanya dengan berdasarkan pada keterangan La Udi Kudu selaku Bendahara Dishut Muna," katanya.
Selain itu, kata Husin Ely, penyitaan atas dana sebesar Rp 400 juta itu juga dipertanyakan karena dilakukan kejaksaan tanpa sebelumnya menetapkan tersangka dalam kasus tersebut. "Nanti setelah uang itu disita barulah kejaksaan menetapkan klien saya sebagai tersangka. Inikan aneh, karena dalam KUHAP hal itu tidak dibenarkan," ujarnya.
Penyidikan kasus jati yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara itu sendiri mengundang pro kontra dari berbagai kalangan. Bahkan, Bupati Kabupaten Muna Ridwan BAE sendiri pernah mempertanyakan tujuan dari penyidikan kasus tersebut. "Sebenarnya kejaksaan tak perlu mengusut kasus jati itu. Lagi pula apa yang mau diusut. Semuanya proses lelang jati sudah melalui prosedur yang benar," katanya.
Selain bupati, pihak DPRD Kabupaten Muna dan sejumlah LSM yang dikenal dekat dengan pihak birokrasi setempat juga ikut-ikutan bersuara memprotes penyidikan kasus korupsi tersebut. "Terserah mereka mau bilang apa. Yang jelas saya sudah memerintahkan bawahan saya untuk mengusut kasus ini sampai tuntas," kata Kajati Antasari ketika dikonfirmasi.
Sejumlah LSM lingkungan yang dikonfirmasi mengenai kasus dugaan korupsi kayu jati di Kabupaten Muna itu menyatakan bahwa persoalan jati di daerah itu ibarat lingkaran setan. Alasannya, terlalu banyak pihak yang terlibat dan menikmati uang haram dari hasil pelelangan kayu jati yang hampir semuanya merupakan hasil penebangan liar.
"Walau saya optimis terungkap, tapi yakin saja kejaksaan akan kesulitan mengusut kasus ini karena mulai dari masyarakat, pengusaha sampai pejabat birokrasi, aparat kepolisian/TNI bahkan anggota Dewan sekalipun terlibat dalam kasus ini," kata Direktur Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulawesi Tenggara La Ode Ota sembari menyebut contoh kasus hilangnya barang bukti tumpukan jati illegal di halaman rumah jabatan Wakil Bupati Kabupaten Muna sekitar tahun 2002 lalu.
Sumber : tempointeractive.com 01 April 2004