Nganjuk—Kepolisian Resor Nganjuk, Jawa Timur, menetapkan H. Marmun SH MM, Ketua DPRD Kabupaten Nganjuk sebagai tersangka tindak pidana korupsi ARTD (Anggaran Rumah Tangga Dewan) sebesar Rp. 5,2 miliar. Penetapan dilakukan lewat SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) No B/34/VII/2004 tertanggal 7 Juli 2004 terhadap kasus dugaan korupsi yang dikirim ke Kejaksaan Negeri Nganjuk itu.
"Pemeriksaan terhadap beliau dan anggotanya akan segera dilakukan pekan depan. Sejak SPDP dikirim ke Kejari Nganjuk, kami mulai mengawasi anggota DPRD Nganjuk yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus korupsi itu. Jumlah wakil rakyat di DPRD Nganjuk sebanyak 45 orang," kata Kepala Polres Nganjuk, Ajun Komisaris Besar Polisi Dunan ismail Isja kepada TNR di Nganjuk, Selasa (13/7).
Dunan menegaskan, jika tersangka berniat melarikan diri atau berupaya menghilangkan barang bukti dengan maksud menghindari pemeriksaan dan meringankan hukuman, aparat polisi akan langsung mengamankan para tersangka. "Saat ini kami sudah tak segan lagi melakukan penahanan kepada para tersangka," kata Dunan.
Untuk kelengkapan persyaratan pemeriksaan, Polres Nganjuk juga sudah mengirimkan surat izin pemeriksaan kepada Gubernur Jawa Timur. Maklum, untuk memeriksa wakil rakyat itu, harus ada izin dari Gubernur. Selain itu, surat pemberitahuan penanganan kasus dugaan korupsi di DPRD Nganjuk kepada Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Timur dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun sudah dikirimkan. "Jadi sudah tidak ada lagi halangan dari siapapun atau keberatan dari pihak manapun kepada kami untuk segera mengungkap kasus ini," kata Dunan.
Walau pihak kepolisian belum berani menyebutkan nilai korupsi yang akan dituduhkan kepada para tersangka, pekan ini tim penyidik Polres Nganjuk akan kembali memanggil mantan Sekretaris Dewan (Sekwan), Drs. Supiyat dan Drs. Hardjono Mudji Sunu. Jika dalam pemeriksaan terdahulu mereka hanya ditanya soal penyusunan dan mekanisme AD/ART DPRD, dalam pemeriksaan nanti kedua mantan Sekwan itu akan ditanya seputar PP. 110/2000.
Terbitnya SPDP Polres Nganjuk membuat Kejari Nganjuk berencana menunjuk jaksa pemantau penyidikan kasus dugaan korupsi DPRD Nganjuk itu dalam waktu dekat ini. Tapi siapa jaksa yang ditunjuk, Bambang Gunawan SH MHum, Kepala Seksi Intel Kejari Nganjuk hanya menjawab, "belum ada disposisi dari Kajari".
Sementara itu, bantahan langsung datang dari gedung wakil rakyat di Nganjuk itu. "Kami tidak merasa bersalah. Yang menyusun anggaran itu adalah pihak eksekutif dan kami tidak pernah menyelewengkan penggunaannya. Seharusnya, yang diperiksa adalah mantan Bupati Nganjuk, Sutrisno R. Karena dialah yang dulu bertanggungjawab merancang anggaran dan menandatangani ARTD DPRD dalam Perda APBD Nganjuk tahun 2002/2003," kata Adi Wibowo (Ketua Komisi A) juru bicara DPRD Nganjuk yang juga didampingi Ketua DPRD Nganjuk, Marmun, Didik Yudianto (Ketua Panitia Anggaran) dan Kosim (Ketua Komisi E).
Menurut Adi, selama ini anggota DPRD Nganjuk belum pernah menggunakan hak inisiatif untuk menyusun rancangan anggaran karena terbatasnya SDM di DPRD Nganjuk. Untuk itu, semua hal menyangkut perencanaan anggaran dipercayakan sepenuhnya kepada pihak eksekutif. "Tidak benar jika muncul pendapat yang menyatakan, posisi eksekutif berada di bawah legislatif, sehingga eksekutif berdalih terpaksa menanda-tangani karena takut kepada DPRD. Yang jelas, semua pos anggaran yang diatur dalam ARTD kami pergunakan sebagaimana mestinya," kata Adi.
Terkait dengan penetapan statusnya sebagai tersangka, Ketua DPRD Nganjuk, Marmun menyatakan, sampai sekarang dirinya belum mendapatkan surat dan diperiksa Polres Nganjuk. Bahkan, dirinya mempertanyakan sikap kepolisian yang mendadak menerbitkan penetapan status tersangka kepadanya. "Sikap Polres itu sangat berlebihan. Seharusnya Ketua DPRD Nganjuk dipanggil dulu untuk dimintai keterangan, tidak seenaknya menetapkan tersangka," kata Adi Wibowo.
Walau demikian, seperti dikatakan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Nganjuk, Cholis Ali Fahmi SE MSc secara terpisah, tidak ada masalah untuk pemeriksaan kasus itu dan mempersilahkan aparat penegak hukum untuk melakukan proses hukum. Dwidjo U. Maksum
Sumber : Tempo, 13 Juli 2004