Wali Kota Solok Jadi Tersangka Kasus Korupsi

Padang - Wali Kota Solok Yumler Lahar yang semula jadi saksi kasus dugaan korupsi dengan tersangka Hariadi BE, Direktur Utama PT Barettamuda Pratama, Selasa (10/8), dinaikkan statusnya oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat menjadi tersangka. Pihak penyidik Kejaksaan Tinggi Sumbar menemukan bukti-bukti hukum dalam pembatalan kerja sama antara Pemerintah Kota Solok, Sumatera Barat, dan investor Hariadi, yang menyebabkan kerugian negara.

"Dalam proses penggantian akibat kesepakatan investasi dianulir, ada hal-hal yang dilakukan secara tidak benar, dalam artian melawan hukum, sehingga ada fakta uang negara yang dirugikan. Karena itu, status Wali Kota Solok Yumler Lahar yang semula saksi dengan tersangka Hariadi, kini ditingkatkan menjadi tersangka," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat Muchtar Arifin, Selasa, di Padang.

Kasus dugaan korupsi ini bermula ketika 15 Januari 1996 Wali Kota Solok, ketika itu Matsudin Anang menyepakati perjanjian kerja sama dengan investor PT Barettamuda untuk membangun terminal truk di atas lahan seluas 3.000 meter persegi.

Pemerintah Kota Solok memberikan kompensasi lahan seluas 9.500 meter persegi di samping Terminal Bus Bareh Solok, kawasan Simpang Rumbio, Kecamatan Lubuk Sikarah.

Hariadi selaku investor mulai membangun sejumlah ruko dan fasilitas terminal. Tanggal 22 Juni 1996, perjanjian yang disepakati dibatalkan, sementara investor sudah menanamkan investasi senilai lebih kurang Rp 800 juta.

Namun, Pemkot Solok menyepakati membayar kerugian investor senilai Rp 1,3 miliar. Investor pun tak ada pilihan, menerima pengembalian uang senilai Rp 1,3 miliar tersebut.

Pihak kejaksaan menduga kasus ini sebagai kasus korupsi karena diduga terjadi mark-up dalam penetapan nilai ganti rugi atas pembatalan pembangunan terminal truk tersebut.

"Dari keterangan saksi-saksi, termasuk Wali Kota Yumleh Lahar, kami mendapatkan dokumen-dokumen sebagai barang bukti. Setelah dievaluasi, Wali Kota yang semula saksi kini sudah ditetapkan menjadi tersangka. Sebab, proses penggantian dilakukan secara tidak benar," tandas Kepala Kejaksaan Tinggi Muchtar Arifin, didampingi wakilnya, RJ Soehandoyo.

Kepada Yumler Lahar, lanjutnya, dalam waktu dekat akan dilakukan pemeriksaan intensif. Dalam menangani kasus ini, menurut Muchtar Arifin, pihaknya selalu berpijak kepada fakta-fakta hukum, bukan asumsi-asumsi, apalagi kepentingan politis tertentu.

Kaitannya dengan kasus ini, sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Solok juga sudah dimintai keterangan. Sejauh ini, belum ada bukti-bukti atau fakta-fakta hukum yang melibatkan anggota DPRD setempat. Meskipun demikian, peran DPRD akan dievaluasi secara bertahap.

Tentang isu-isu yang berkembang di masyarakat bahwa masing-masing anggota DPRD Kota Solok menerima uang dari investor Rp 15 juta, sejauh ini belum ditemukan bukti-bukti.

"Persetujuan DPRD atas penggantian sebesar Rp 1,3 miliar akan dielaborasi lagi dari perjanjian kerja sama dan kemudian perjanjian pembatalan. Jadi, terhadap DPRD pemeriksaannya belum final," tandas Muchtar Arifin.

Menurut dia, pihak kejaksaan sudah memeriksa 10 saksi yang melibatkan investor, Hariadi, sebagai tersangka dan mulai Selasa kemarin juga dicekal, tidak boleh bepergian ke luar negeri.

Secara terpisah, kuasa hukum Hariadi, Ade Waldemar, dari Ade Waldemar & Partners, mengatakan, sebenarnya PT Barettamuda Pratama sudah sangat dirugikan atas investasi yang sudah telanjur ditanam. "Klien kami mengalami kerugian berlipat-lipat di mana ganti rugi tidak didasarkan pada kurs waktu itu. Belum lagi mengingat kegagalan investasi ini berdampak ke PHK sejumlah karyawan," katanya.

Sekarang, dalam kondisi merugi, ia pun ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pidana, diduga korupsi. Ini jelas, kata dia, tidak tepat dan sangat berlebihan karena peristiwanya jangankan pidana, masalah perdata pun bukan.(NAL)

Sumber : Kompas 11 Agustus 2004
-

Arsip Blog

Recent Posts