Perkembangan Aksara Daerah di Jabar Jalan di Tempat

Ngamprah, Jabar - Perkembangan aksara daerah di Jawa Barat selama ini lamban bahkan terkesan jalan di tempat. Hal ini tidak terlepas dari regulasi daerah yang belum mendukung pemeliharaan aksara daerah.

Tokoh bahasa Jawa Barat, Yayat Hendayana mengungkapkan, regulasi tentang pemeliharaan aksara daerah berkali-kali mengalami perubahan sejak 1996, 2003, dan terakhir 2014.

Bahkan sejak muncul Perda No 14 Tahun 2014 tentang Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah pun, menurut dia, penggunaan aksara daerah ini belum begitu berkembang.

“Di instansi-instansi misalnya, saat ini tulisan tidak disertai dengan aksara daerah. Padahal di Jakarta saja, sudah melakukan itu,” tuturnya dalam Dialog Pengembangan Budaya (Seni dan Bahasa), di Lembang, Rabu (18/11/2015).

Meski demikian, Yayat mengungkapkan, hingga kini belum diketahui penyebab pasti lambannya pengembangan aksara daerah tersebut. Untuk itu, para tokoh bahasa, sastra, seni, dan budaya perlu duduk bersama untuk menemukan masalah tersebut dan mencari solusinya bersama.

“Jika telah ditemukan masalah dan solusinya, langkah selanjutnya adalah menentukan siapa atau lembaga apa saja yang paling berwenang mengembangkan aksara daerah ini,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat Wahyu Iskandar mengungkapkan, Pemprov Jabar saat ini cukup serius menggarap potensi kebudayaan daerah. hal itu di antaranya dengan munculnya tiga peraturan daerah mengenai kebudayaan.

“Perda-perda ini mengatur segala hal yang berkaitan dengan kebudayaan, mulai dari bahasa, aksara, cagar budaya, hingga museum,” ujarnya,

Bahkan, lanjut dia, anggaran untuk program seni dan budaya Jawa Barat tahun ini pun cukup besar, yakni mencapai Rp 10 miliar. Angka tersebut meningkat tajam dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya yang hanya Rp 1,2 miliar.

Meski demikian, menurut dia, hal itu belum cukup. Soalnya, hingga kini belum ada dinas khusus yang menangani kebudayaan. “Bidang kebudayaan masih disatukan dengan pariwisata, pemuda, bahkan olah raga,” ujarnya.

Untuk itu, dia berharap agar ke depan dibentuk dinas kusus yang menangani kebudayaan. Hal itu sudah dilakukan di beberapa daerah, di antaranya Yogyakarta, Bali, dan Sumatra Barat.

“Di bawah satu dinas, pengembangan budaya bisa lebih fokus. Sebab, semua programnya akan diarahkan untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan beserta pihak-pihak terkait, seperti masyarakat adat, kampung adat, dan berbagai komunitas yang bergerak di bidang kebudayaan,” tuturnya.

-

Arsip Blog

Recent Posts