Brisbane, Australia - Kontroversi iklan promosi pariwisata Malaysia yang menampilkan Tari Pendet diyakini pengamat pariwisata Bali, I Nyoman Darma Putra, justru semakin melambungkan nama pulau wisata ternama Indonesia itu di mata wisatawan dan pelaku industri pariwisata dunia. "Di balik kasus ini, saya yakin nama Bali akan semakin melambung di kalangan wisatawan dan pelaku wisata dunia," katanya di Brisbane, Australia, Kamis, menanggapi kasus iklan kontroversial pariwisata Malaysia yang tanpa seizin pemerintah RI menampilkan Tari Pendet dari Bali.
Darma Putra mengatakan, pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap pembuatan iklan promosi berjudul "Enigmatic Malaysia" itu tidak etis memasukkan materi budaya Bali bagi kepentingan promosi pariwisata Malaysia. "Kalau materi budaya Bali digunakan untuk mendukung promosi pariwisata Bali, kita sangat berterima kasih. Dalam kasus ini, sikap pemerintah Malaysia yang sebatas menyalahkan pihak swasta yang memproduksi materi promosi pariwisata negaranya sangat disayangkan," katanya.
Penulis buku Bali dalam Kuasa Politik (2008) ini mengatakan, pemerintah Malaysia sudah seharusnya dapat menjamin bahwa kasus pemanfaatan dan pengklaiman kekayaan budaya Indonesia oleh Malaysia seperti yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini tidak terulang lagi di masa mendatang. “Pemerintah Malaysia juga sepatutnya memberi sanksi kepada pihak pembuat materi promosi pariwisatanya itu,” katanya.
Kasus iklan komersial yang sempat ditayangkan jaringan TV Discovery yang diprotes Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) Jero Wacik itu tidak hanya mengundang perhatian beragam kalangan di Indonesia tetapi juga menarik perhatian media utama di Australia. Surat kabar berpengaruh The Australian, misalnya, menyoroti kasus ini lewat salah satu berita edisi 26 Agustus di bawah judul "Malaysia `steals` Bali dance" (Malaysia `Mencuri` Tari Bali). Berita Harian The Australian melalui korespondennya di Jakarta, Stephen Fitzpatrick, itu menyoroti perkembangan di seputar kontroversi pemakaian tari Pendet dalam kasus iklan kontroversial pariwisata Malaysia dan reaksi publik Indonesia dalam konteks hubungan kedua negara bertetangga ini.
Kontroversi yang mewarnai hubungan kedua negara yang dipicu oleh kasus pengklaiman kekayaan warisan seni budaya Indonesia oleh Malaysia itu sudah terjadi sejak kasus lagu asal Maluku, Rasa Sayange, tahun 2007 serta pengklaiman desain batik, angklung, dan reog, tarian asli rakyat Jawa Timur. “Akibat skandal pengklaiman Malaysia terhadap sejumlah kekayaan seni-budaya Indonesia itu, publik Indonesia kemudian menyebut fenomena ini sebagai Malingsia atau Malaysia Maling,” sebut The Australian. (Kom/Ant)
Sumber: http://oase.kompas.com