Melestarikan Warisan Melayu¬Indonesia yang Ada di Madagaskar

Oleh: Mboara Andrianarimanana

BEBERAPA bulan yang lalu, seorang keturunan Melayu-Indonesia sukses terpilih sebagai Presiden Republik Malagasi untuk yang pertama kalinya dalam sejarah Madagaskar. Ini merupakan pertama kalinya seorang Indonesia sukses terpilih sebagai presiden di benua Afrika. Untuk menunjukkan bahwa ras Melayu-Indonesia dapat menjadi bagian yang mendasar bagi perkembangan Madagaskar, pemilihan umum ini bisa menjadi motif mendapatkan kebanggaan yang semestinya lebih mendorong bangsa menyelamatkan identitas budaya kita dibandingkan pada masa lalu. Kita harus mempertimbangkan sudah sekian lama doktrin yang pernah ada, telah menyebabkan perkawinan silang etnis, dan sesungguhnya sementara ini, tidak ada yang bisa menunjukkan bahwa rezim yang baru yakin mampu meningkatkan keberadaan masyarakat yang berasal dari berbagai macam budaya di Madagaskar.

Oleh karenanya, kita harus melanjutkan perjuangan yang telah kita lakukan melalui dua arah. Pertama, meyakinkan warga Malagasi bahwa sesungguhnya kekayaan yang dimiliki Madagaskar terletak dalam keanekaragaman budayanya. Di samping itu, yang menjadi motto kita adalah "mari bersama-sama memperkaya bangsa dengan perbedaan". Kedua, menetapkan serta melanjutkan perluasan ruang lingkup hubungan eksternal dengan lingkungan Melayu-Indonesia.

Selama beberapa masa, meskipun secara ilmiah ras Asia dikenal sebagai salah satu ras yang mayoritas di Madagaskar, akan tetapi kebanyakan visi politik strategi senantiasa menghubungkan Madagaskar dengan benua Afrika. Dari "amalgam" ini muncullah masalah identitas pengelompokkan sebagai keturunan Afrika-Asia yang tidak dapat disembunyikan. Diskusi serta pertukaran budaya yang ingin kami lakukan dengan "saudara-saudara kami dari lautan seberang" tidaklah dikategorikan sebagai sesuatu yang bersifat passeistic ataupun yang nostalgia. Lebih dari itu, berada dalam kerangka kerja suatu visi masa depan yang konstruktif dan dinamis; "Bagaimana ras Melayu-Indonesia bisa mendapatkan manfaat dengan memiliki suatu bangsa yang termasuk dalam kelompok Afrika? dan dalam hal apa hubungan kami dengan keluarga besar Melayu-Indonesia dapat menguntungkan Madagaskar?"

I. Bersatu dalam Keragaman
MADAGASKAR telah lama terhalangi oleh keberadaan populasi yang berasal dari ras-ras yang berbeda: Melayu-Indonesia, Afrika, Arab dan Eropa. Kini, misalnya Indonesia, yang menjadi tujuan utama adalah mencapai masyarakat yang bersatu dalam keanekaragaman. Namun demikian, kesulitan-kesulitan yang terkait dengan sejarah terus muncul sewaktu mengimplementasikan gagasan ini.

1. Sejarah yang Dimanipulasi
Budaya Madagaskar Austronesia sangat berkembang di Great Island, tetapi identitas budaya dipandang secara berbeda sesuai dengan daerah dan sensitifitas politik.
a. Madagaskar, Pulau Tempat Budaya Austronesia

Disebutkan bahwa mayoritas penduduk Malagasi semuanya memiliki keturunan Austonesia (sehingga terdapat kesatuan bahasa), akan tetapi sedikit banyak timbul beberapa perbedaan menurut daerahnya. Ras Melayu-Polinesia lebih dominan di antara beberapa suku yang ada di dataran tinggi Merina. Sedangkan suku Afrika dan Melanesia lebih menonjol di antara populasi penduduk lainnya.

Berbagai macam studi yang telah dilakukan belum bisa menunjukkan keberadaan maupun kelangsungan hidup suku Aborigin Afrika pada saat Madagaskar terpisah dari benua Afrika. Tidak ada satupun fosil manusia pra sejarah yang pernah ditemukan di pulau tersebut, sementara banyak fosil hewan dan tumbuhan yang telah berhasil ditemukan di sana. Oleh karena itu, pada mulanya Madagaskar tidak dapat dihuni oleh para imigran pendatang lain. Tetapi, para imigran pendatang tersebut, harus berhasil menghadapi bahaya-bahaya yang muncul saat menyeberangi lautan yang dalam.

Karena bangsa Afrika tidak dikenal sebagai bangsa pelaut, maka mungkin ras Austronesialah yang pertama kali datang ke Madagaskar. Namun kedatangannya, kelihatannya telah berulang kali dilakukan. Kelihatannya pula, bahwa kelompok pendatang yang pertama diduga adalah para pelaut Indonesia dengan menggunakan perahu cadik, datang dari selatan Asia dan pantai Afrika sebelum akhirnya tiba di Madagaskar.

Kemudian datanglah orang-orang Indonesia lainnya yang mempergunakan perahu layar yang lebih besar yang mampu mengangkut beberapa ton barang dagangan serta ratusan penumpang pada saat yang bersamaan sekaligus, serta yang mungkin telah melakukan ekspedisi ke pantai Afrika sebelum mencapai Great Island.

Tidak ada keterangan yang berhasil ditemukan yang menyebutkan tentang tanggal pertama kedatangan orang-orang Indonesia tersebut sehingga membuat para peneliti lebih mengandalkan pendapat -pendapat yang mereka buat. Kemudian ditetapkanlah tanggal kedatangan para pendatang tersebut berkisar antara abad ke-3 dan ke 10 masehi.

Pendapat yang pertama didasarkan pada fakta bahwa tidak terdapat peninggalan agama Hindu dalam kebudayaan orang-orang Malagasi yang dahulu. Dalam hal ini, ada pendapat yang menyebutkan bahwa kedatangan yang pertama kemungkinan terjadi sebelum masa Hindunisasi di Indonesia yakni sekitar abad ke-3 masehi.

Invasi yang pertama kemudian dilanjutkan dengan kedatangan -kedatangan lainnya serta diikuti sejumlah perjalanan yang dilakukan para pelaut yang berasal dari timur, sebagaimana yang dikemukakan oleh para pencatat tarikh bangsa Arab.

Pendapat yang kedua didasarkan pada perkembangan perdagangan rempah-rempah di daerah tersebut. Dikemukakan bahwa pelayaran pertama orang Indonesia yang berhubungan dengan perdagangan rempah-rempah diperkirakan dimulai sekitar abad ke-8 dan 9.

Akhirnya, pendapat yang terakhir yang akan kami kemukakan di sini. Pendapat dari 0.C. Dahl yang menyatakan bahwa kedatangan orang Indonesia ke Madagaskar diperkirakan terjadi pada tahun 686 SM. Peneliti tersebut mendasarkan pendapatnya pada penemuan Kota Batu Kapur yang mengandung sebuah naskah tulisan di dalam bahasa Manjan Kuno yang sangat mirip dengan bahasa Malagasi.

Kemungkinan perjalanan ini membawa mereka yang dari pantai timur atau selatan pulau tersebut secara perlahan-lahan mencapai dataran tinggi tempat mereka akhirnya tinggal. Proto- Malagasi, baru-baru ini diterima, pertama tinggal di daerah pantai hidup dari memancing dan makan Tuber (yam, taro). Sebagian mereka menilik pada pertumbuhan kesejahteraan atau demografi, pindah ke daerah pedalaman di mana mereka memulai kegiatan berladang (istilahnya "tavy", yang serupa dengan "ladang" dalam bahasa Indonesia) serta pembaharuan rumput ternak dengan menggunakan api. Irigasi sawah, cara pertanian yang dibawa dari Indonesia, pelan-pelan mengisi daerah lembah, rawa, serta lereng gunung.
b. Konsep Politik dan Identitas Budaya

Konstruksi persatuan dan kesatuan bangsa bertentangan dengan memajukan identitas budaya tiap-tiap kelompok sosial yang ada di Madagaskar. Sejak masa kolonisasi, teori membangun persatuan dan kesatuan bangsa di Madagaskar didasarkan pada perkawinan silang etnis. Selama bertahun-tahun, kebijakan ini telah dipancarkan melalui mesin doktrin yang sangat kuat.

Tulisan karya seorang pujangga kontemporer Malagasi yang terkenal, Jacques Rabemananjara, melukiskan tendensi doktrin ini dengan baik, "Para pendatang Melayu, Asia, Afrika dan Eropa telah meninggalkan simbol dan tipe. Dari hasil perkawinan silang mereka terbentuklah masyarakat menengah. Tidak begitu mudah untuk ditentukan memang, namun ia bisa dikenali masyarakat Malagasi yang kontemporer". Oleh sebab itulah, perlu diambil tindakan-tindakan guna melestarikan kebudayaan dalam kelompok Melayu-Indonesia.
2. Tindakan-tindakan yang Perlu Diambil Guna Melestarikan Kebudayaan

Menimbang usaha-usaha yang telah kami lakukan untuk memberikan pemahaman kepada semua orang tentang keberadaan kami sebagai bagian dari kelompok Melayu-Polinesia, akhirnya kami pun telah memutuskan cara-cara yang paling sederhana. Di antaranya, kami telah memasukkan pendidikan bahasa Melayu-Indonesia ke dalam program media di bawah kendali kami (stasiun siaran radio serta surat kabar mingguan). Kami juga secara berkala mengorganisir ekspos tentang kebudayaan Melayu yang seringkali mendapatkan sukses.

Akan tetapi, di luar bentuk-bentuk manifestasi kebudayaan kami juga berusaha menjalankan kegiatan sosio-ekonomi. Melalui kegiatan-kegiatan kami tersebut, kami telah menetapkan strategi kami pada penguatan unit keluarga, mengingat hilangnya identitas budaya yang terjadi di masyarakat kami kerapkali diawali dengan kemiskinan yang menimpa keluarga tersebut. Masalahnya adalah mencoba melakukan konsolidasi terhadap peran keluarga, karena kenyataannya survei yang baru saja kami lakukan menunjukkan bahwa keluarga juga memainkan peranan yang penting dalam menjaga dan memajukan kebudayaan Melayu-Polinesia di Madagaskar. Masalahnya adalah kemiskinan masyarakat Malagasi sering menyebabkan menurunnya kemajuan yang tertanam dalam keluarga. Sehingga penting sekali melakukan tindakan-tindakan solidaritas dan dengan berusaha mencari cara untuk memenuhi kebutuhan hidup (keberanian berwirausaha).
II. Problematika Kini di Madagaskar

1. Dekolonisasi Kedua

Pemilihan umum tahun 2002 menciptakan kejadian yang berawal baik dalam sejarah Great Island, karena semenjak diperolehnya kemerdekaan pada tahun 1960, suatu aturan yang implisit yang tidak menghalangi siapapun yang berasal dari dataran tinggi Madagaskar untuk bisa menjadi presiden republik.

Peraturan tersebut timbul karena rasa khawatir yang muncul dalam diri penguasa menyaksikan kemunculan kembali paham nasionalisme di Madagaskar semenjak penduduk asli daerah dataran tinggi adalah para penentang yang paling bersemangat melawan penjajahan Perancis.

Pemilihan presiden yang baru saja berlangsung menyiratkan harapan yang baru untuk seluruh rakyat Malagasi. Hal tersebut dipandang sebagai dekolonisasi. Sebenarnya orang Melayu-Indonesia dari Madagaskar bisa berbangga dengan sejarah masa lalunya yang terkenal. Berlayar dari kepulauan Austronesia antara abad ke-1 dan ke-8, orang Melayu-Indonesia bisa membangun peradabannya sendiri. Mereka mendirikan kerajaan yang sangat kuat yang pada saat itu berhubungan baik dengan kekuatan dunia: Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat. Akan tetapi, tentu saja setiap peradabannya pernah mengalami kemunduran dalam sejarah. Karenanya, menjelang akhir abad ke-19, kerajaan tersebut dikalahkan oleh penjajah Perancis yang bergegas menyingkirkan etnis ini dari kelompok lingkaran kekuasaan.

Kembali lagi ke persoalan pemerintahan, kami sepenuhnya menyadari bahwa tantangan-tantangan baru yang memperhatikan fakta telah terbentuk oleh sejarah. Jelaslah bahwa proses pemilihan presiden baru merupakan dimensi etnis yang tidak bisa diminimalisir meskipun motivasi-motivasi etnis tidak begitu mengemuka. Presiden terpilih yang baru telah mengambil manfaat dari kenyataan bahwa kelompok Merina telah disingkirkan dari pemerintahan negara selama lebih dari satu abad sehingga dianggap tidak berhubungan dengan keterpurukan ekonomi yang membuat Madagaskar tertinggal. Selanjutnya kami harus kemukakan bahwa kelompok Merina membentuk minoritas yang paling penting di Madagaskar dan mewakili setidaknya 40% dari jumlah penduduk yang tersebar di seluruh pulau. Dapat kami kemukakan bahwa "kampanye perasaan" yang telah dijalankan selama 10 tahun oleh kelompok kami telah membuahkan hasil.

Tanggung jawab kami semakin besar, karena kegagalan dari rezim sekarang akan menyingkirkan kami, sebagai konsekuensi dari sistem pemerintahan negara dalam waktu yang lama. Di samping itu, dimensi lain pantas dipertimbangkan juga. Pemilihan seorang yang berasal dari kelompok Merina sebagai presiden guna menghindari lestarinya identitas budaya kelompok ini. Kenyataannya, dikarenakan motivasi yang berhubungan dengan suara, banyak politisi yang kini benci mengemukakan hubungan etnisnya. Hal ini cukup normal karena presiden dipilih oleh seluruh rakyat, dan ia tampak tidak pantas jika opini publik bisa melihat bias yang ada. Situasi seperti ini membuat kami menghadapi kenyataan lain yang membuat kami harus berhubungan dengan banyaknya tugas mengenai pelestarian kebudayaan kami.

2. Madagaskar, Sebuah Perbatasan Barat Dengan Dunia Melayu-Indonesia
MEMAJUKAN kebudayaan Melayu Indonesia di Madagaskar patut didukung sampai tingkat internasional. Sebab Great Islands ini terpisah dari para saudaranya di Asia Tenggara dan sangat memerlukan hubungan yang konstan. Bentuk hubungan tersebut bisa bermacam-macam seperti budaya, politik, dan ekonomi. Madagaskar mungkin dianggap sebagai perbatasan Barat dari Asia, dan dalam hal ini lebih bermanfaat untuk berbisnis dengannya atas kesamaan-kesamaan yang ada pada tingkat kebudayaan.

Aset-aset Madagaskar adalah sebagai berikut: tanah-tanah luas yang masih perawan (592.000 meter persegi). Penyekatan telah membuat penyebaran endemisme menjadi tiada taranya di dunia: sebanyak 95% spesies fauna dan flora merupakan khas tersendiri. 323 spesies sejenis kukang, 190 jenis amphibia, dan 250 kategori reptil, bunglon besar, paus berpunggung belakang dan sejumlah flora yang tiada taranya termasuk anjing liar, bunga mawar, dan sakura.

Pada tingkat politik, sampai sekarang, hubungan-hubungan resmi tidak ada antara mayoritas negara-negara Asia Tenggara dan Madagaskar. Malaysia misalnya tidak memiliki wakilnya di Madagaskar. Indonesia sendiri hanya membuka kedutaan setingkat Kuasa Usaha di Antananarivo. Tetapi hubungan-hubungan tersebut harus dapat ditingkatkan lebih jauh. Dalam hal ekonomi, produk-produk Indonesia dan Malaysia dikerjakan di seluruh Madagaskar, tetapi bisnis tidak memberikan manfaat langsung terhadap investor-investor Malagasi. Nyatanya sekarang, limpahan sektor tersebut yang banyak dikendalikan oleh orang India dan Cina. Padahal, Madagaskar dapat menanam peranan yang besar dan berpengaruh bagi upaya penetrasi ke pasar Afrika.

III. Signifikansi Penempatan ke dalam Dunia Melayu-Indonesia
WALAUPUN secara geografis terletak di Afrika dan dalam beberapa hal Serta adat-istiadat telah disesuaikan dengan konteks ambien, kebudayaan Austronesia di Madagaskar telah diteruskan dari ayah kepada anaknya, dari keluarga ke keluarga selama berabad-abad. Dikarenakan kurangnya hubungan yang rekat, kelemahan sirkulasi informasi di antara dua dunia, meskipun dekultivasi yang dipaksakan ataupun suka rela melalui kontak dengan peradaban Barat, bagian yang tidak dapat diabaikan dalam populasi yang menyisakan kesadaran dari akar Melayu-Indonesia.

Tetapi pengamanan identitas kultural tidak boleh dibatasi. Kita harus secara perlahan melihat ke arah masa depan. Dan masa depan, inilah globalisasi; globalisasi ekonomi. Tanpa refleksi identitas, kita akan dipecah-belah oleh kekuatan ekonomi dan berkurang sampai pada tingkat pemakai yang tidak dikenal. Kebudayaan semestinya ditempatkan di atas basis pembangunan ekonomi, sehingga Madagaskar tidak menjadi satu -satunya yang dipenuhi oleh populasi yang tidak berjiwa. Kebudayaan akan menyumbangkan perbuatan-perbuatan harmonis, menguatkan hubungan antara negara-negara yang memiliki kepentingan yang sama dan menciptakan batas pengamanan terhadap keinginan-keinginan "imperialis".

Dengan kata lain, hal ini dapat disalurkan guna memperoleh manfaat dari akar-akar asli Melayu-Indonesia untuk memasukkan mereka ke dalam salah satu ruang kultural yang paling besar dan luas, karena ia harus diingat bahwa dunia Melayu-Indonesia akan menyebar dari Timur ke Barat, dari pulau Pasifik ke Madagaskar, melintasi belahan Asia Tenggara.

Wilayah tersebut menambahkan populasi kurang lebih 300 juta jiwa, berbicara dengan bahasa ibu yang sama, dan berbagi kebudayaan yang sama. Peranan Madagaskar dalam wilayah tersebut menjadi berkurang karena konsumen (pemakai) yang tidak dikenal dari daratan itu.

Dari sekarang, mengambil manfaat ekonomi dan teknologi dengan meningkatkan kepentingan dunia negara-negara Asia Tengara, sudah menjadi kepentingan kami sendiri untuk membentuk hubungan yang lebih dekat dengan negara-negara ini. Berada di tempat pertama adalah negara-negara populasi Melayu yang besar dan asli Indonesia, tempat di mana kami memiliki ikatan sejarah dan budaya.

Karya-karya ilmiah pada tahun-tahun belakangan ini telah muncul dengan membawa sejumlah ketepatan yang berkaitan dengan asal -muasal kami dan formasi sejarah dari masyarakat kami, dengan menerangi kepemilikan kami kepada dunia kebudayaan yang lebih besar yang baik untuk bersatu kembali dan konsolidasi.

Setiap orang mengetahui bahwa kekuatan-kekauatan kelompok orang-orang ini dari ikatan kebudayaan yang sama berada pada kemampuan finansial dan ekonomi, terlebih lagi jaringan solidaritas yang disalurkan ke seluruh penjuru dunia. Jaringan-jaringan ini perlu struktur yang lebih baik dan kuat, apalagi dalam mengahadapi gejala globalisasi. Solidaritas ini akan menjadi kuat kalau ditemukan asimilasi dan ikatan budaya yang kuat dan luas.

Perdebatan dan pertukaran budaya yang kami inginkan dengan "kerabat kami di penjuru benua" tidak dapat dianggap sebagai nostalgia belaka, tetapi perlahan menemukan diri mereka dalam kerangka kerja yang dinamis dan visi konstruktif masa depan.

IV. Bagaimana Melayu-Indonesia Mengambil Manfaat Setelah Mempunyai Bangsa Dari Kelompoknya Sendiri di Afrika?
SEBAGAIMANA yang dikatakan sebelumnya, Madagaskar dapat dianggap sebagai belahan barat dari Asia Tenggara. Profesor Tan Sri Ismail Hussein menyatakan dalam kata sambutannya di Universitas Antananarivo pada tahun 1997 bahwa, "Madagaskar adalah impian bagi kita semua. la terbentang di ujung lain dari benua ini, terpisah tidak hanya oleh geografi, tetapi juga takdir dan ideologi. Selama abad ini, kita telah banyak belajar tentang Melayu-Polinesia dari Timur seperti orang Hawai, Tahiti, Maoris dan Fiji, tetapi orang Malagasi tetap saja jauh dan tidak dapat dicapai. Kendatipun demikian, Madagaskar telah menjadi simbol bagi perjuangan kita demi kemerdekaan”.

Selama bagian pertama abad ini, seorang pemuda Indonesia, Nazif, menulis sebuah tesis tentang kejatuhan Kerajaan Merina. Sementara orang Philipina yang cemerlang, Nasionalis Pan-Malay Wenceslao Vinzons, menamakan anak perempuannya dengan Ranayalona karena ratu Anda yang revolusioner itu. Ranavalona Philipina masih hidup di Manila sekarang.“Bagi sebagian besar dari kami, sejarah orang Merina adalah pengecualian. Bahkan setelah terpisah selama ribuan tahun dari tanah Asia Tenggara, Anda masih dapat mempertahankan kebanggaan dan identitas, Anda telah mampu membangun sebuah kerajaan dan peradaban yang khas, dan ini dengan kemampuan Anda sendiri. Tindakan Anda telah melambangkan keberanian dan semangat, tetapi juga kecerdasan dan keyakinan. Meskipun begitu, yang lebih penting lagi adalah membangun kerjasama bermanfaat yang saling menguntungkan untuk kemakmuran bersama. Hubungan-hubungan yang telah Anda bangun dengan kami merupakan kunci bagi Anda menuju Asia Tenggara, dan kunci pula bagi kami kepada benua Afrika. Dengan sejarah yang menyatukan kita tersebut, kita dapat membangun jembatan yang solid yang terbuat dari perasaan dan jiwa untuk kepentingan hubungan ekonomi dan politik kita”.

V. Apa yang Menjadi Masa Depan yang Ideal?
SEBAGAI kenyataan, perlu untuk mengetahui bahwa rintangan utama ke arah kemajuan penelitian mengenai asal-muasal orang Madagaskar, pada umumnya adalah kurangnya hubungan dengan negara-negara Asia Tenggara yang justru menjadi unsur utama yang terdapat dalam tatanan budaya dan peradaban di Madagaskar. Rintangan pertama guna penyatuan hubungan tersebut adalah bahasa. Walaupun memiliki latar belakang yang sama, kedua bahasa kami telah cukup untuk membangun ke arah tujuan tersebut. Artinya, baik dengan bahasa yang satu maupun yang lainnya dapat digunakan sebagai lingua franca dalam hubungan langsung di antara dua komunitas.

Jalan lain untuk memahami bahasa asing telah terbukti tidak membantu di masa lalu, karena sebagian besar orang Madagaskar sekarang ini berbahasa Perancis dan tidak berbahasa Inggris. Sementara sebagian besar negara-negara Melayu-Polynesia berbicara bahasa Inggris dan tidak mengerti bahasa Perancis. Sangat menguntungkan, rezim baru di Madagaskar sekarang ini merencanakan untuk memasukkan mata ajaran bahasa Inggris di sekolah-sekolah bagi anak-anak. Itu akan memungkinkan kami untuk dapat menatap masa depan dengan optimisme, karena rintangan linguistik tersebut dapat disingkirkan. Oleh karenanya, kami akan mampu memperkaya pengetahuan dari identitas kami terutama dengan:

* Pembaharuan sumber-sumber sejarah (contohnya, Belanda, Australia, dan bukti-bukti tertulis lainnya di Madagaskar dan dunia Melayu pada umumnya.
* Studi tradisi oral yang kritis.
* Pembangunan etnologi, arkeologi, dan studi etnografi.
* Kebijakan sensor yang sama yang akan mampu membuat kami untuk saling mengetahui satu sama lainnya melalui difusi buku-buku, buklet, koran, dan program-program audivisual.
* Pembaharuan metode, dengan jalan pengetesan atau ujian resmi dan catatan-catatan penting. Pendekatan ini termasuk baru dan patut memperoleh manfaat, yang mana di masa lalu, pernah terjadi hubungan-hubungan dengan negara-negara Melayu yang beragam. Saya misalnya pernah menjumpai dalam seminar-seminar yang berbeda oleh GAPENA, orang Melayu yang leluhurnya pernah sedikit banyak berhubungan dengan orang Madagaskar seperti kasus seorang wanita Srilanka yang kakeknya telah melanglang buana sampai ke Madagaskar sebagai pedagang di abad ke-19. Atau seperti kisah Tanjung Melayu, banyak yang leluhurnya berasal dari Madagaskar. Metode ini dapat juga memungkinkan penemuan tentang keberadaan populasi orang Melayu dan asal-muasalnya tidak merujuk pada sejarah. Oleh karena itu, seorang pelaut berkata pada kami suatu hari, ia pernah bertemu dengan populasi orang Melayu yang berasal dari Madagaskar di pulau Santa Helena. Populasi ini telah dikirim oleh bangsa Portugis di abad ke-17, tetapi memberontak untuk berada di bawah naungan pihak Inggris. Generasi tua Santa Helena masih ingat bahwa para pendahulu mereka berasal dari Madagaskar dan berusaha untuk menjaga keaslian itu dengan meneruskannya kepada generasi muda. Tetapi ketiadaan penelitian, sehingga membuat pelestarian identitas ini terbukti sukar.

VI. Kesimpulan
MADAGASKAR mencerminkan simbol budaya Melayu-Indonesia dan kekuatan peradaban. Keberadaan penduduk Austronesia di Afrika menguatkan keluasan peradaban Melayu-Indonesia yang gilang gemilang di masa lalu.

Sekarang ini, di permulaan abad millenium, kita harus menyatakan bahwa dengan bersama-sama melalui kemajuan yang diciptakan oleh teknologi, kita mampu untuk mencapai lebih jauh. Para pendahulu Malagasi tiba di Madagaskar pada waktu perahu-perahu canggih atau pesawat belum ada dan tanpa hubungan dengan dunia luar, terutama dunia Barat, mereka berhasil melestarikan identitas, dan bahkan mendirikan sebuah kerajaan yang patut disegani di zamannya. Isu-isu terkini mereka yang kita wakili telah ditentukan untuk diberi upaya-upaya yang lebih lanjut. Hubungan yang lebih dekat dengan dunia Melayu-Indonesia akan memperkuat sehingga kini kami tidak lagi merasa sedikit terasing. Konsekuensinya memperoleh dinamisan yang lebih substansial bagi upaya pelestraian identitas budaya kita.

Untuk mencapai tujuan seperti itu, inilah waktunya bagi orang -orang Melayu-Indonesia di seluruh dunia untuk saling bergandeng tangan dan merebut tantangan-tantangan globalisasi dewasa ini. Demi tujuan mencapai pemahaman yang lebih baik dari kenyataan-kenyataan di Madagaskar, mari kita miliki wawasan sejarah yang kuat.
__________
Tulisan ini disampaikan dalam seminar pada acara Festival Budaya Melayu se-Dunia pada tahun 2003 yang diselenggarakan di Pekanbaru.
_________
Mboara Andrianarimanana, adalah Presiden Melayu Fikambanana, Madagaskar.

-

Arsip Blog

Recent Posts