Denpasar, Bali - Dosen Antropologi Fakultas Sastra Universitas Udayana Dr AA Ngurah Anom Kumbara menilai, dalam kehidupan orang Bali menyangkut bidang seni, budaya, dan agama, diketahui banyak yang disakralkan. "Namun berkat perkembangan pariwisata yang pesat, hal-hal yang dulunya disakralkan kini menjadi komoditas profan. Direproduksi secara massal dan siap dijual," kata Dr Anom Kumbara pada sarasehan, salah satu dari lima agenda Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-31 di Denpasar, Jumat (3/7).
Ia mengatakan, kekuatan modal ekonomi pariwisata telah menyelimuti pola pikir sebagian orang Bali, terutama para pelaku pariwisata. Kondisi tersebut memengaruhi proses modifikasi budaya Bali secara lebih meluas dan intens. Ini terjadi pada tataran budaya fisik, seperti seni kerajinan, tari-tarian, ruang sosial dan religius. Selain itu juga telah merambah pada tataran nilai budaya Bali lainnya, dengan kondisi yang cukup memprihatinkan, ucapnya.
Oleh sebab itu, kata dia, pemerintah perlu mengambil strategi kebudayaan, di samping mampu menguatkan budaya dan tradisi Bali. Dr Kumbara mengingatkan, inovasi dan kreasi sangat diperlukan dalam mengembangkan kreativitas budaya Bali, dengan harapan mampu beradaptasi dengan tantangan zaman. Langkah-langkah strategi yang bisa diambil antara lain berupa penguatan lembaga-lembaga tradisional yang ada, seperti desa pekraman, subak, banjar, dan lembaga tradisional lainnya.
Menurut dia, semua lembaga tradisional tersebut terbukti lentur dan handal dalam merespon kekuatan arus globalisasi dengan cara pembinaan yang intensif serta dukungan dana yang memadai. Selain itu perlu mengalokasikan dana yang memadai bagi pembinaan dan pengembangan seni budaya, sehingga ini tetap eksis dan menjadi salah satu daya tarik wisman ke Bali, harap Dr Kumbara. (Ant/OL-02)
Sumber: http://www.mediaindonesia.com 6 Juli 2009