Perang Ketupat, Ritual Adat Menjelang Ramadhan

Pangkalpinang, Babel - Mengingat Tempilang, daerah yang terletak sekitar 80 kilometer dari Kota Pangkalpinang, pasti tidak lupa dengan perang ketupat. Adat turun-temurun ini dirayakan masyarakat setempat setiap satu tahun sekali, dan seminggu menjelang Ramadhan nanti, adat ini akan kembali digelar. "Acara adat ini nanti sama dengan yang sudah-sudah. Diawali dengan ngancak malam hari, lalu pagi harinya perang ketupat dipusatkan di Pantai Pasir Kuning Desa Air Lintang," kata Medi Hestri, panitia perayaan Ruah dan Perang Ketupat 2009, Kamis (2/7).

Medi sendiri pernah melakukan penelitian mengenai adat ini. Meski belum dipastikan kapan dimulai, adat perang ketupat yang diikuti ngancak dan taber kampung berlangsung sejak ratusan tahun silam. Saat itu, serdadu-serdadu Belanda masih bercokol di sana pada masa pra Islam yang dikenal dengan zaman urang lom atau orang yang belum mengenal agama.

Ngancak merupakan prosesi paling sakral dalam rangkaian adat ini. Dulu, ritual ngancak dimaksudkan untuk menakutnakuti kaum penjajah yang kerap bertindak semenamena terhadap masyarakat setempat. Namun tak banyak orang tahu ritual ini karena pelaksanaannya memang dirahasiakan. Selain beberapa dukun kampung, hanya orang-orang yang dipercaya dapat melihat prosesi penting dari warisan sejarah masa lalu ini.

Sementara perang ketupat kini berbeda dengan zaman dulu yang melibatkan banyak orang. Perang ketupat yang bisa dilihat sekarang dilakoni dua kelompok warga sekitar 20 orang. Mereka terdiri dari para pengunjung pantai yang mau ikut tanpa paksaan dengan pemandu beberapa dukun kampung. Dua kelompok ini saling berhadapan di arena pasir Pantai Pasir Kuning. Satu kelompok terdiri dari sepuluh orang berada pada posisi menghadap ke laut, sedangkan kelompok lainnya menghadap ke darat.

Tak jauh dari tempat mereka berdiri, setumpuk ketupat telah disiapkan. Saat yang sama, lima pria yang biasa berpakaian serba hitam mengatur dua kelompok dalam arena yang dikelilingi para pengunjung. Setelah situasi benar-benar tenang, salah satu di antara pria berpakaian hitam lalu mempersilakan masing-masing kelompok untuk mengambil ketupat yang berjumlah tak kurang dari seratus biji. Satu-persatu para pemuda yang turun ke gelanggang meraih makanan khas lebaran itu lalu mengepalkannya kuat-kuat. Mereka saling lempar ketupat hingga beberapa menit.

Setiap tahun, pesta adat perang ketupat diramaikan pengunjung dari berbagai penjuru Pulau Bangka. Bahkan warga luar daerah, seperti Air Sugihan, Musi Banyuasin, kerap berlayar melintasi Selat Bangka menggunakan perahu kecil hanya untuk menyaksikan hiburan dan bagaimana puluhan orang turun ke pasir pantai saling timpuk ketupat. (adi)

Sumber: http://www.bangkapos.com 6 Juli 2009
-

Arsip Blog

Recent Posts