Permasalahan Bahasa Dan Persuratan Melayu Antarabangsa

Oleh : Dato‘ Haji A. Aziz Deraman

Abad ke abad peradaban manusia berubah. Peradaban Melayu ternyata memiliki keunikan dan kekuatan tersendiri zaman-berzaman. Skenario perubahan peradaban abad ke-21 dengan adanya kemajuan Asia Pasifik, stabilitas politik dan kemajuan ekonomi kawasan dan dinamisme baru rumpun Melayu sepatutnya membangkitkan kesadaran dan tekad politik ke arah memajukan bahasa dan persuratan Melayu di persada internasional sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (ICT). Malaysia patut mendepaninya. Perkembangan dan kemajuan bahasa Melayu sehingga mencapai taraf salah satu bahasa modern seharusnya tidak menimbulkan rasa pesimistis bagi Bahasa Melayu diperkasakan sebagai salah satu bahasa utama dunia. Kekuatan jumlah 300 juta umat Melayu-Polinesia, kejayaannya menjadi bahasa ilmu, bahasa sistem pendidikan nasional, bahasa komunikasi, wujudnya kerjasama regional, dan pengembangan yang utuh telah menjadikan bahasa Melayu diminati di Barat dan Timur. Permasalahan bahasa dan persuratan Melayu internasional akan banyak dipengaruhi oleh tantangan internal dan sikap bangsa asal penuturnya, adanya keserongan persepsi, efek promosi 'Dualisme' dan 'parallelisme' antara bahasa resmi dengan bukan resmi, keraguan tentang kemampuan BM dalam teknologi informasi, perubahan kebijakan bahasa yang tidak menentu, tidak majunya usaha penerbitan dan terjemahan dan dilema tanggapan baru apabila bahasa negara tidak ditegaskan dan diberi perawatan. Bahasa dan persuratan Melayu sekian lama mendapat tempat dalam program pembelajaran, penelitian dan pendidikan di Eropa, Amerika, Asia dan Oseania tetapi terlihat kian tidak kesungguhan dukungan, kerjasama dan dukungan. Kesepakatan regional, kesadaran dan tanggung jawab harus diberi pemikiran kembali dalam konteks "renaissance" sastra Melayu. Jaringan kesepakatan dalam pengayaan persuratan, penciptaan sastra, penulisan, terjemahan, pengakuan kesarjanaan, pengisian pemahaman, pengukuhan institusi, peran prasarana dan organisasi seperti MABM, MABBIM, MASTERA, FOKEPS, kerjasama sewilayah, kerjasama antara institusi dan dukungan kepada organisasi sukarela (LSM) harus diperkuat. Tantangan-tantangan baru menuntut konsistensi usaha, keseriusan pakatan, membesarkan kepustakaan ilmu, mendorong pertukaran kebudayaan dan segala prasarana dan forum yang ada tidak diabaikan. Dalam persuratan usaha membangun khalayak, penyebarluasan karya, posisi sastra dalam pendidikan dan pengembangan program internasional adalah antara pengisian yang perlu diperhatikan. Perolehan internasionalisasi bahasa dan persuratan Melayu dalam abad ke-21 tergantung pada sejauh mana integrasi permuafakatan dan kesadaran umat Melayu besar itu sendiri.

2 Pendahuluan
Abad ke abad berubah dan dekade ke dekade berubah wajah. Manusia dan peradabannya, kekadang merekah dan kekadang biak subur menebar cambah. Ratusan tahun bahasa Melayu berkembang maju menjadi bahasa komunikasi dan bahasa rantaunya yang indah. Ratusan tahun persuratan Melayu mengambil posisinya yang ghairah. Dari tangan para ulama kitab-kitab besar ditulis, tradisi keilmuan pusat-pusat studi tidak kenal bangkrut, pesantren dan pondok lahir, ilmu didukung dari awal ke akhir. Dari zaman ke zaman bahasa Melayu dikembangkan, persuratannya melimpah memenuhi lapangan pemikiran. Langkahan yang akomodatif, bijaknya beradaptasi, menerima yang terakhir memperkuat akal budi. Dari tradisi lisan dan hikayat, lahir bentuk-bentuk karya kreatif sastra modern bermartabat, dari roman ke novel, dari cerpen ke puisi, begitu kreativitas dan intelektualismenya yang tinggi. Abad ke-20, suatu abad Melayu berani, bukan sekadar memerdekakan pertiwi, tetapi maju mewarnai kehidupan dengan bentuk dan isi. Memasuki abad ke-21, Melayu mulai sepi. Dunia Melayunya mengagumkan semua sejak dahulu, tetapi Melayu kini untuk menyebut diri dan kebudayaannya yang Melayu itu, jadi 'malu'. Ada juga orang dari kalangan bangsa sendiri tidak sadar diri kehilangan rasa bangga. Turun naik gelombang Melayu setelah kemerdekaan, sesekali hampir pecah ke pasir pantai perjuangan. Keunikan bahasa dan persuratannya yang dikaji barat dan timur, membuat perbandingan dengan warisan dunia, kehilangan selera pada lidah bangsanya sendiri. Pusat-pusat penelitian dan institusi pendidikan asing internasional tanpa henti berkonsentrasi yang cukup berani, tetapi terbayang rupa malang pengaruhnya yang kabur arah di bumi sendiri.

3 Skenario Peradaban Abad ke-21 Bangsa Malaysia (yang inti induknya ke Melayu dan keperibumian, sebagaimana bukti sejarah dan aspirasi Konstitusi), seharusnya bijak menafsirkan perubahan. Kita tidak seharusnya terperangkap dengan menerima interpretasi secara total pada globalisasi, liberalisasi dan pascamodenisme. Kita kena waspada dan menaruh keyakinan dan komitmen terhadap kemajuan baru dan pada waktu yang sama mengangkat peradaban bangsa sendiri. Globalisasi dengan sifat kesarwajagatannya tidak berarti akan menelan segala peradaban dan kebudayaan orang lain, laksana dimamah seekor Anakonda di daerah tropis Amerika Selatan, karena tidak semua peradaban akan terjerut mati oleh Amerika dan Barat, kecuali kita sendiri mau diri kita jadi korban mereka. Apalagi kalau kita tidak ingin mempersiapkan diri atau mempertahankan nilai dan warisan kita yang berbeda dengan mereka. Dunia dan bangsa kita mungkin menjadi takut, resah dan gelisah karena pengaruh Amerika dan Barat dalam semua bidang kehidupan tersalur dalam teknologi informasi dan komunikasi (ICT) ciptaan mereka. Kita pula bagaikan tidak bersedia memodifikasinya dengan pengisian peradaban kita, menyebarkan dan membangunnya sehingga berpengaruh. Kita ingin mengambil atau membeli semuanya dari mereka, bentuk (hardware) dan isinya (software). Itu bukan sikap psikologi Melayu zaman berzaman, karena bila kita mengambil sesuatu yang asing, kita mengolahnya dengan rupa dan jati diri sendiri. Kita mengambil kata- kata asing untuk dijadikan kosakata bahasa Melayu atau kita mengambil sebuah gambus dan sebiji tabla, struktur linguistik atau sifat seninya tidak berubah. Kita permanen dengan lenggang-lenggok tata bahasa Melayu dan kita menyanyikan lagu dengan irama dan pantun yang indah sekali, dalam lagu asli, dondang sayang, ghazal, Boria atau dikir barat. Warisan kebudayaan kita tidak hilang dan peradaban kita berkembang.

4 Suatu waktu ditebak pernah dibuat bahwa kawasan Asia Pasifik akan berubah. Asia Tenggara adalah sebagian dari kawasan Asia Pasifik itu. Dunia Melayu atau negara-negara berbahasa Melayu pula adalah berbagi mayoritas luas geografis dan geobudaya Asia Tenggara itu tadi. Ada gagasan ekonomi, gerakan sosial dan prasarana budaya berbentuk baru akan muncul. Fokus kegiatan ekonomi mutakhir, industri dan perdagangan menjadi lebih nyata dengan pengukuhan ekonomi di negara-negara Asia Timur seperti Jepang, Korea dan Cina. Ekonomi dan kebudayaan Tiongkok bergerak lebih cepat karena faktor demografi, jaringan global dan kebijakan pragmatis perencanaan ekonominya. Kawasan Asia Tenggara tidak akan terkecuali karena potensi luar biasanya yang memiliki sumber asli, energi dan tradisi kebudayaan di mana wilayah ini berada. Abad ke-21 adalah abad transisi untuk Asia dan Pasifik. Kalau begitu, apakah tidak mungkin peradaban Melayu dapat dan akan mencorakkan citra peradaban Asia bersama-sama dengan peradaban dari Asia Timur? Kalaupun ditebak awal itu tidak terjadi, oleh sabotase dan konspirasi Barat, tetapi Asia Pasifik ternyata akan terus berkembang sebagai area ekonomi yang penting. Sewaktu berceramah di Universitas Frankfurt, Jerman (1995), Beijing Foreign Studies University (BFSU), Cina (1996), Hankuk University of Foreign Studies, Korea (2000), Pusan University of Foreign Studies, Korea (2003) dan Universitas St Petersburg, Rusia (2003), penulis menegaskan bahwa dalam era globalisasi dan liberalisasi abad ke-21 ini, citra dan fitur peradaban timur akan tetap bertahan dan maju. Peningkatan optimisme ekonomi di wilayah Asia Timur (Cina, Jepang, Korea, Taiwan) dan Asia Tenggara (Malaysia, Thailand, Singapura, Vietnam, Filipina, Indonesia, Brunei), serta tidak kurang juga dengan kebangkitan Asia Selatan (wilayah berbagi India, Pakistan, Bangladesh, Sri Lanka), akan membentuk pola ekonomi Asia yang baru dan pengaruh peradabannya akan ikut maju jika ada kesadaran dan komitmen politik yang tinggi. Pengaruh Strategi dan masuknya film dari Asia Timur khususnya dari Tiongkok, misalnya telah mengambil suasana skenario baru

5 pengaruh budaya, bahasa dan sastra mereka ke kawasan Asia Tenggara. Ketiga- tiga wilayah Asia ini (Timur, Selatan dan Tenggara) ada kekukuhan dasar keserumpunan peradaban masing-masing. Negara-negara yang mayoritas penduduknya bangsa serumpun Melayu sedang mengalami perubahan yang drastis dalam bidang politik dan ekonomi, misalnya di Indonesia dengan reformasi politiknya dan Malaysia dengan lompatan ekonominya. Wilayah ini diperkirakan akan berubah menjadi area pertumbuhan ekonomi dan pasar dagang yang berkembang pesat. Perubahan kebudayaan juga sedang mengambil tempatnya. Misalnya, di Malaysia setelah 20 tahun (1971-1990) Kebijakan Ekonomi Baru (DEB) dilaksanakan, ekonomi Malaysia semakin seimbang, politiknya kian stabil dan kesepahaman antara kaumnya juga semakin akrab dan harmonis. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia agak membanggakan tetapi terpaksa bergelut dengan kegawatan ekonomi dampak peristiwa 1997 meskipun diramalkan akan pulih dalam waktu yang tidak terlalu lama. Kiat dan sistem politik di Indonesia tidak sama dengan Malaysia, tetapi keduanya sama dari segi bahasa, persuratan dan kebudayaannya dan mewarisi keserumpunan ras dengan Filipina, Thailand, Brunei dan Singapura, bahkan melebar hingga ke timur Samudera Pasifik dan ke barat Samudra Hindia, sehingga kemahawangsaannya dikenal sebagai Melayu- Polinesia. Skenario peradaban bangsa-bangsa memang dipengaruhi oleh faktor politik dan ekonomi. Bagi kepemimpinan politik yang bijaksana dan berwawasan, kedua- duanya akan membantu perkembangan dan kemajuan peradaban sendiri, khususnya bahasa dan persuratan. Kesempatan seperti ini seharusnya digarap oleh semua tingkat kepemimpinan baik politik maupun sosiobudaya dari kawasan Melayu. Dibandingkan dengan beberapa negara lain di Eropa dan di Amerika Latin, bisa dikatakan Malaysia dan negara-negara berbahasa Melayu seperti Indonesia dan Brunei merupakan area aman dengan kehidupan sosial dan politik yang stabil, di samping ekonominya berkembang pesat. Perkembangan

6 begini sudah tentu akan mendorong negara-negara di luar kawasan ini untuk mencari pasar ekonomi dan membuka pasar produk masing-masing yang sekaligus turut memicu kebutuhan baru manusia luar itu mengenali dan memahami bahasa, sastra dan budaya masyarakat di kawasan ini. Berbagai perubahan dan dinamisme baru sedang terjadi pada rumpun Melayu. Maka pengembangan bahasa dan persuratan Melayu, bahkan kebudayaannya dalam bidang yang beragam itu, akan menjadi cukup relevan sesuai dengan kemajuan yang sedemikian itu. Apa yang diperlukan adalah komitmen dan tekad politik kepemimpinan yang disokongi oleh daya juang kebudayaan. Persyaratan mengenali peradaban lain adalah membuat dalam bahasa dan persuratannya, sebagaimana Jepang, Korea dan Cina mengenal bangsa- bangsa lain dengan mempelajari dan menguasai bahasa-bahasa asing. Mereka mempelajarinya menurut kebutuhan berbahasa dengan metode pedagogi yang benar. Institusi, energi akademis dan para siswa mereka sudah pasti akan berpeluang memperhatikan evolusi sesuatu bangsa termasuk peradaban Melayu dengan cara terbuka dan menarik. Ada pula kesadaran baru khususnya di kalangan Organisasi Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN), yang kelihatannya semakin siap menjadi pusat perkembangan ekonomi baru dunia (world's new economic growth centre), dan ingin bersaing dalam segala bidang. Skenario baru ini harus digarapi tantangannya oleh Malaysia sebagai peluang memberdayakan bahasa dan persuratan Melayu ke persada internasional. Permasalahan bahasa dan Persuratan Melayu Permasalahan bahasa dan persuratan Melayu tergantung pada bangsa pendukung dan jumlah penutur. Sistem pendidikan nasional di Dunia Melayu sebenarnya sudah tiba ke puncak kejayaannya (terutama di Malaysia dan Indonesia), maka rasa pesimistis tidak patut timbul. Geobudaya bahasa Melayu yang luas dan mayoritas penuturnya menghampiri 300 juta di kawasan

7 Melayu-Polinesia (Asia Tenggara dan Pasifik), adalah faktor kekuatan yang tersendiri. Kita hanya membutuhkan permuafakatan dan kesepakatan kerja dalam bertindak dan mengatur program penyebarluasannya. Bahasa, sastra dan kebudayaan rumpun Melayu yang memikul khazanah besar sejarah bangsanya, harus menjadi katalisator, penebus kehormatan, pembina filsafat, pikiran, nilai, sikap dan jati diri umat besarnya. Kemahawangsaan rumpun Melayu dalam bahasa, sastra dan budaya yang sekian lama menyirati filsafat, pandangan hidup, sistem nilai dan adat, kesenian, praktik dan harapan itu, memiliki kemampuan berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan bahasa dan sastra bangsa-bangsa dunia. Bahasa dan persuratan Melayu menunggu perencanaan dan perencanaan strategis penyebarluasannya secara bersama, pragmatis dan konkret oleh seluruh bangsa dalam Dunia Melayu atau negara- negara berbahasa Melayu. Rumpun Melayu jangan takut mengambil bagian mengimbangi perkembangan peradaban dunia. Di Malaysia, Indonesia dan Brunei Darussalam, posisi bahasa Melayu sebagai bahasa nasional sudah mencapai tingkat bahasa ilmu, keberhasilannya menyerap dan menyebarkan ilmu-ilmu baru, ratusan ribu istilah telah digubal, kokoh sebagai bahasa pemerintahan dalam urusan manajemen dan administrasi, bahasa komunikasi rakyat dan sebagainya. Bahasa Melayu sudah perkasa di dalam negara dan rantaunya sendiri. Bahasa Melayu adalah bahasa pengikat peradaban kawasan, bahasa pembangunan nusa bangsa sewilayah, dan bahasa pemersatu rakyat yang mengisi kebutuhan-kebutuhan baru dalam membangun peradaban masing-masing bangsa. Keberadaan bermacam forum kebahasaan dan persuratan harus diperkukuh dan dikembangkan pengaruhnya, sedangkan gerakan psikologi dan kesadaran bahasa dalam berbagai program dan gerakan oleh berbagai lembaga itu seharusnya tidak hanya menghasilkan rasa cintai bahasa dengan semangat nasionalisme dan patriotisme, bahkan disemai cita-cita besar menjadikan bahasa Melayu sebagai salah satu bahasa besar di persada dunia.

8 Bangsa serumpun Melayu menoleh ke Barat karena ingin menguasai pengembangan iptek atau mengembangkan industri, tetapi Dunia Melayu harus tahu memilih yang terbaik dan bagaimana memperoleh serta memajukannya. Selain menerima kita juga harus memberi. Maknanya kita perlu memiliki keluwesan dan keterbukaan mencitrakan dan mengglobalisasikan milik kita yang terbaik termasuk kekayaan bahasa, sastra dan budayanya. Apakah sikap ini adalah buaian mimpi dan retorika semata? Apakah kitalah umat yang tidak keyakinan terhadap keutuhan, keampuhan, kemurnian dan keluhuran nilai-nilai peradaban sendiri dibandingkan dengan Barat. Wajah Asia yang ada pada kita tetap akan searus berkembang dalam kemajuan peradaban timur dan skenario Asia tadi. Keyakinan terhadap kebersamaan kebudayaan inilah yang harus menunjangi setiap usaha setiap negara bangsa di Dunia Melayu. Mereka harus mencitrakan bahasa dan persuratan yang berbagi itu ke tingkat internasional. Dunia ingin mengenali bahasa dan sastra Melayu, bahkan dalam institusi pendidikan dan pusat-pusat penelitian mereka itu, mereka lebih memahami dan menghormati aspirasi, persepsi, cita rasa dan jati diri rumpun Melayu dan peradabannya. Apakah bangsa besar Melayu belum menghayati filsafat bangsanyaBulat air karena pembetung, bulat manusia karena muafakat. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Kalau tidak dipecahkan ruyung, masakan akan dapat sagunya?. Tantangan internal utama yang dihadapi bahasa Melayu sebagai bahasa nasional karena lemahnya dukungan perawatan, kontrol, peneguhan dan penegasannya sebagai bahasa resmi dan bahasa nasional. Sesuai dengan fokus ke pembangunan bidang ekonomi, iptek, apa yang terjadi sekarang, telah adanya keserongan persepsi terhadap kebutuhan bangsa atau negara memilih untuk berbahasa. Bahasa Inggris dianggap seperti 'Segalanya' dan pegangan ini akan menghancurkan kemajuan bahasa nasional dan dapat menimbulkan efek psikologis atau persepsi negatif di kalangan mereka yang mempelajari bahasa Melayu di negara asing. Perolehan Kebijakan bahasa Nasional di Malaysia dalam mesin administrasi, dalam sistem

9 pendidikan, dan dalam beberapa domain utama kehidupan masyarakat Malaysia selama ini sudah ternafi dengan mudah. Persepsi kita tentang bahasa harus jelas. Persyaratan kita menguasai bahasa Inggris adalah kebutuhan untuk kita mengacu dan memperoleh sumber pengetahuan yang tertulis melaluinya. Bahasa Inggris juga tidak dinafikan perlu untuk kelompok yang berkeperluan di bidang komunikasi, diplomasi, dagang, perusahaan, atau bisnis internasional mereka. Bahkan kita juga harus menguasai bahasa Arab karena hubungan kita dengan Asia Barat atau menggarap ilmu-ilmu dari peradaban Islam, bahasa Spanyol karena kita juga akan berdagang dengan negara Amerika Latin, French, Jerman atau sebagainya karena teman dagang tradisional kita akan berubah ke teman dagang baru. Cuma kita harus jelas bahwa bahasa-bahasa asing diperlukan oleh konteks hubungan. Di Malaysia perjuangan memberdayakan bahasa Melayu sehingga mencapai taraf dunia dihambat oleh sikap dan kebiasaan bangsanya sendiri yang dilihat dalam beberapa dimensi, diantaranya: (a) orang Melayu yang kurang yakin terhadap kemampuan bahasanya sendiri; (b) rakyat bukan Melayu yang belum menjiwai bahasa Melayu; (c) bahasa Inggris yang terus dianggap "superior"; (d) "Impor" budaya yang berorientasi bahasa Inggris dalam program- program media elektronik, meskipun ada yang mendorongkan budaya negatif 'Hedonisme'; (e) penekanan terhadap sains dan teknologi serta industri yang memicu tanggapan bahwa kemajuan hanya dapat dicapai melalui bahasa Inggris yang dianggap sangat unggul itu. Persepsi baru timbul oleh kekeliruan kepentingan politik atau keputusan politik yang pula mempengaruhi pendirian masyarakat, sehingga masyarakat jadi 'Bingung', bertanya ke mana bangsa Malaysia dalam persoalan bahasa negaranya? Apakah 'bilingualisme' atau 'dualisme' yang ingin dipromosikan suatu gejala yang hampir sama sedang meruntuhkan kebudayaaan nasional dengan mempromosikan kembali 'pluralisme', 'parallelisme', 'laisez faire' dan tindakan tanpa batas yang membedakan sesuatu yang 'nasional' dengan

10 sesuatu yang 'kesukuan' atau etnis. Dalam praktik berbahasa, kebijakan 'dualisme' dan 'parallelisme' mungkin sesuai sewaktu acara-acara internasional tetapi tidak dalam acara-acara resmi nasional. Gagasan pemerkasaan bahasa di tingkat nasional adalah suatu hal yang sudah di luar konteks. Bahasa dan persuratan Melayu sudah lama punya martabat dan sudah zaman-berzaman perkasanya. Yang tidak punya martabat dan tidak punya keperkasaan adalah diri kita sendiri, lalu menyalahkan bahasa sewaktu kita tidak berdaya mengungkapkan atau hebat menggunakannya dengan sempurna. Kiat pemerkasaan mungkin sesuai dan harus dalam konteks pemerkasaannya ke internasional. Revisi ulang perlu dilakukan terhadap usaha- usaha kita selama ini, pada tujuan strategis dan fungsi utama bahasa Melayu untuk maksud dalam negeri dan untuk maksud luar negeri, apakah masih berkelanjutan atau sebaliknya. Bila pembangunan peradaban yang berfokus kepada perkembangan fisik termasuk kemajuan teknologi informasi melanda dunia mulai akhir abad ke-20 yang lalu, bahasa Melayu menghadapi masalah: (a) dapatkah bahasa Melayu itu menjadi bagian dari elemen yang mengembangkan teknologi tersebut dengan mengisi berbagai informasi yang terkandung dalam aneka jenis TMK (ICT) benar-benar sesuai dengan hasrat untuk mensejagatkan bahasa Melayu. Teknologi informasi itu sendiri merupakan saluran yang cukup penting, canggih, efisien dan cepat untuk tujuan tersebut; (b) dalam kesibukan negara membangun intelektualisme yang tinggi dalam berbagai bidang, apakah ada kesediaan kelompok intelektual dan ilmuwan tidak hanya benar-benar mampu, tetapi bersedia mengaplikasikan sumber ilmu itu untuk menghasilkan informasi berbagai bidang dalam dunia serba teknis ini; (c) bagaimana situasi kemampuan negara pemimpin seperti Malaysia dan Indonesia bersiap siaga selain mendampingi dan mengintegrasikan diri dengan TMK (ICT), berusaha menggerakkannya sebagai wahana pengembangan yang sebanding dengan posisi bahasa-bahasa utama lainnya di dunia.

11 Kita khawatir dengan sering terjadi perubahan terhadap pendekatan pelaksanaan kebijakan bahasa di negara kita. Fungsi bahasa dalam sistem pendidikan negara adalah sesuatu yang utama, karena efek dan akibat jangka panjangnya. BM sebagai bahasa resmi harus dipermantap dan ditingkatkan kualitasnya; diperkukuh sebagai bahasa persatuan; diperluas fungsinya sebagai bahasa ekonomi, bisnis, perdagangan dan layanan keuangan; ditingkatkan sebagai bahasa nasional di sektor swasta, perusahaan dan organisasi non pemerintah (NGO); diperluas dan ditingkatkan sebagai bahasa ilmu tinggi, iptek, komunikasi canggih, bahasa media elektronik; bahkan terus dikembangkan sebagai bahasa kebudayaan, kesenian, sastra, agama dan filsafat. Coba kita teliti sejauh mana kelalaian kita menjaga dan mengendalikannya untuk mempertahankan martabat dan keperkasaannya selama ini?. Suatu waktu kita banyak berdebat tentang penulisan dan penerjemahan ilmu dalam bahasa Melayu yang masih kekurangan dan perlu dipergiatkan. Bagaimana bahasa Melayu akan terus melangkah menjadi sebuah bahasa intelektual di negara kita, jika fungsinya sebagai bahasa pengantar ditarik balik? Apa kata para sarjana dan ilmuwan kita yang selama ini diminta segera mengambil inisiatif menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional yang berwibawa, bahasa ilmu, dan keprihatinan mereka dalam gerakan intelektualisme dan tradisi keilmuan sebagai akuntabilitas bersama mereka? Negara industri seperti Jepang, Korea, Perancis, Jerman, Italia dan beberapa buah negara lain telah membangun dengan pesat berdasarkan kemampuan bahasa mereka sendiri sebagai bahasa ilmu yang ulung dan mantap, tetapi kita terlihat tidak bisa berlangkah seiring dengan mereka. Mereka mempertahankan kewibawaan bahasa mereka dan selalu mementingkan bahasa mereka sebagai bahasa ilmiah dan bahasa kepustakaan ilmu dan pengetahuan. Sebaliknya di Malaysia situasi mutakhirnya, seperti sengaja digerakkan keraguan terhadap keyakinan pada kemampuan dan kemantapan bahasa Melayu sebagai bahasa ilmu tinggi.

12 Kini perguruan tinggi dikatakan telah mengubah kebijakan mereka terhadap bahasa. Dalam jangka panjangnya, karena sistem baru sudah dimulai kembali di tingkat rendah dan menjalar ke atas, maka sekaligus, operasi dan paradigma yang menganggap ilmu hanya bisa diungkapkan dalam bahasa Inggris itu terus biak berkembang. Lingkaran pikiran dan perasaan kita itu akan selamanya terjajah oleh sikap dan persepsi yang lebih kepada yang asing bukan praktek positif bahasa nasional kita sendiri. Kedaulatan bahasa nasional tidak akan dapat dipertahankan dan diperkukuh tanpa kesadaran dan kesediaan masyarakat Malaysia sendiri menerima dan mengakui bahwa bahasa Melayu itu sudah terbukti kemampuannya menjadi bahasa ilmu, iptek, selain tidak terlalu taksub bahwa bahasa Inggerislah yang akan menjadikan maju mundurnya sebuah bangsa. Di Malaysia tugas pengukuhan BM dapat dilihat dalam dua aspek. Pertama, pemantapan dan pengukuhan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi yang memiliki nilai ekonomi dan bahasa persatuan bangsa yang benar-benar diamalkan oleh seluruh masyarakat tanpa dipengaruhi prasangka dan sentimen kaum dan politik yang sempit. Kedua, bahasa Melayu sebagai bahasa yang melintasi variasi dan versi nasional itu, sesegera yang mungkin dibawa keluar atau memperkuat keberadaannya di pentas internasional dalam era globalisasi dengan langkah penuh hikmah lagi bijak. Aspek kedua itu adalah tugas internasionalnya. Aspirasi ini tidak akan tercapai selagi pikiran dan perasaan kita dikongkong oleh pemikiran orang lain, dihantui oleh ketidakpastian dan ketakutan. Permasalahan internasionalnya banyak tergantung pada permasalahan skenario di tingkat nasionalnya. Kita sendiri butuhkan ke suatu keyakinan - keyakinan yang dimulai dari permasalahan internal.

13 Pengembangan bahasa dan Persuratan Melayu Internasional Perguruan Melayu satu didirikan di Leiden, Belanda pada tahun 1876, dan hingga kini pusat itu telah diakui sebagai pusat utama bagi penelitian budaya Melayu di tingkat internasional. Kemudian pada akhir tahun 1992, pemerintah Malaysia telah memulai langkah pembentukan Kursi Studi Melayu (Eropa) dengan ditempatkan seseorang yang bertaraf Profesor di Universitas Leiden. Pendirian Kursi itu bukan saja diharapkan akan meningkatkan penelitian sastra Melayu di Eropa, bahkan turut mengembangkan bahasa, budaya Melayu dan promosi pengetahuan berbagai bidang pada Malaysia khususnya dan Dunia Melayu atau kawasan itu umumnya. Usaha pengembangan bahasa dan sastra Melayu di dunia seharusnya terus ditingkatkan, sedangkan pusat-pusat studi Melayu yang ada terus diperkukuh melalui program kerjasama kebahasaan, kesusasteraan, publikasi dan persuratan. Paling mutakhir 1995, Kursi Studi Melayu didirikan di Universitas Victoria, Wellington, Selandia Baru. Jika didirikan lagi Kursi-Kursi Studi Melayu di mana-mana negara lain yang strategis untuk Malaysia, tentu manfaatnya akan menjadi lebih besar ke pendidikan, pengembangan akademis dan penelitian tentang bahasa dan persuratan Melayu. Pemerintah pada dasarnya telah menyetujui dan mengumumkan berdirinya Kursi Studi Melayu di Universitas Studi Asing Beijing (BFSU), Cina. Kajian kesesuaian patut juga dibuat untuk melanjutkan usaha yang sama di Korea Selatan, Jepang, Australia, Jerman, Prancis, Inggris, Rusia dan di beberapa negara lain Asia-Pasifik, Amerika dan Eropa. Banyak negara asing itu berminat. Mereka cuma harus akur dan mematuhi kebijakan atau prinsip-prinsip pendiriannya dengan dorongan, inisiatif dan menentukan sumber dana pembiayaannya secara bersama. Kursi Pengajian Melayu dapat menjadi pusat keunggulan akademis yang akan merangsang minat para peneliti, sarjana, pakar dan cendekiawan yang

14 berminat dalam bidang sosiologi, antropologi, bahasa dan sastra Melayu atau Dunia Melayu secara keseluruhan. Ada bukti-bukti menunjukkan bahwa dalam peran Kursi ini seperti pengalaman di Leiden, kesadaran yang lebih luas dan mendalam akan lebih terserlah di kalangan masyarakat internasional tentang peri pentingnya dan besar manfaatnya menjalin dan melestarikan pemahaman budaya serta mengakrabkan kerjasama antara Dunia Melayu dengan kawasan Eropa. Suasana dan aspirasi berbudaya antara Melayu dengan dunia luar bisa pula menciptakan hubungan yang lebih adil antara Dunia Melayu dengan Barat. Skenario ini akan turut memicu iklim ekonomi dan sosial politik yang lebih kondusif. Pengembangan bahasa, sastra dan budaya Melayu ke tingkat internasional akan lebih jelas arahnya. Hasrat pengembangan persuratan Melayu terutama sastranya tidak patut diniatkan sebagai usaha yang bertujuan 'berlawan' dengan perkembangan sastra Barat atau Inggris sedunia atau menandingi hasil-hasil persuratan bangsa-bangsa yang sudah tersedia memiliki sejarah kegemilangan persuratan yang cukup lama itu. Kita perlu mengatur usaha agar hasil-hasil persuratan pilihan yang kita ikut dikenal, ditatap dan dikaji oleh dunia luar. Caranya tentu bukan sekedar dalam usaha-usaha satu dua lembaga, apalagi kalau bertindak secara terpisah antara Malaysia dengan Indonesia atau Brunei, misalnya sewaktu bergabung acara tahunan Frankfurt Book Fair itu. Perencanaan strategis perlu ada. Maka jaringan kerja institusional antara negara memang sangat wajar dan forum-forum kerjasama yang dibuat misalnya Dewan Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia (MABBIM), Dewan Sastra Asia Tenggara (MASTERA), Dewan Internasional Bahasa Melayu (MABM) dan Forum Kerjasama Penerbitan Regional (FOKEPS), rapat Kerjasama Kebahasaan dan Persuratan (MEKKAP) area segitiga Asia Tenggara, dapat menjadi wahana penyebaran bahan studi dan penelitian di institusi asing tadi. Bahkan apakah mungkin suatu waktu terdekat, dicetuskan Renaisans Sastra Melayu atau Malay Literature Renaissance? Tidakkah kita yakin bahwa sastra Melayu yang latar belakang tradisi, budaya dan

15 leluhur Melayu yang jitu dan unggul itu dapat dibangkitkan, kemudian dikembangkan menjadi salah satu dari World Literature yang berbobot dalam abad ke-21 ini? Usaha meningkatkan penelitian dan studi sastra Melayu dalam program penelitian dan pengukuhan kesusasteraan Melayu tradisional dan modern harus selalu dilakukan. Usaha-usaha memperkenalkan sastra Melayu ke tingkat regional dan internasional telah dipergiatkan atau didukung oleh DBP dalam beberapa seminar, pertemuan, dialog, konferensi penulis, pengucapan puisi, di samping program sastra atau Minggu Sastra Melayu dalam penelitian di luar negeri. Kerjasama erat DBP dengan gerakan sastra dan organisasi bukan Pemerintah (NGO), terutama gapena harus ditingkatkan lagi. Lembaga seperti DBP memerlukan prasarana organisasi rakyat yang tidak bercorak resmi untuk Merakyatkan program kebahasaan dan kesusasteraannya. Maknanya sebagai badan ilmu, DBP harus melanjutkan tradisi perjuangan rakyat yang melahirkan dirinya ke dunia selain menjadi badan yang mendukung fungsi pemerintah semata-mata. Untuk itu lembaga resmi sepertinya dan organisasi harus berbimbing tangan membangun jaringan baru yang diperluas dan kerjasama kerantauan dieratkan. Sesuatu yang tidak dapat diabaikan adalah bidang penerjemahan. Terjemahan banyak karya agung dalam bahasa Melayu dan karya-karya pilihan yang diproduksi oleh penulis dan sastrawan tersohor dari dunia berbahasa Melayu ke bahasa-bahasa utama dunia wajar diberikan perhatian serius, bukan sekedar 'melepaskan batuk di tangga'. Di Malaysia karya-karya Keris Mas, Shahnon Ahmad, A. Samad Said, Usman Awang, Arena Wati, Muhammad Haji Salleh, Nordin Hassan, Abdullah Hussain, S. Othman Kelantan, Khadijah Hashim, Zaharah Nawawi, Ahmad Kamal Abdullah (Kemala), Anwar Ridhwan, Siti Zainon Ismail, Azizi Haji Abdullah, Fatimah Busu, Dharmawijaya, dan Baha Zain misalnya, dapat membantu memperkenalkan sastra Melayu ke internasional. Demikian juga karya-karya penulis besar Indonesia dan

16 mana-mana yang terbaik dari Brunei dan Singapura harus diketengahkan di kawasan sendiri dan dipromosikan ke tingkat internasional dalam bermacam wahana dan wacana. Dunia Melayu ada memimpikan Hadiah Nobel dalam abad ke-21 ini, maka usaha terjemahan karya sastra berbahasa Melayu harus diberikan prioritas tinggi. Tantangannya sangat besar karena kita harus bersaing merebut pasar di dunia internasional. Karya-karya yang akan diterjemahkan itu bukan sahaja karya yang luar biasa, tetapi mutu penterjemahannya yang baik sekali. Promosinya lebih sistematik dan agresif, termasuk usaha memperluas sebaran karya, diperkenalkan dan dikaji di pelbagai pusat pengajian Melayu antarabangsa yang sedia ada itu. Promosi perluasan kesusasteraan Melayu boleh didorong sama oleh mereka yang diberikan penghargaan dan pengiktirafan kesarjanaan masing-masing. Penghargaan kepada tokoh-tokoh pengkaji, sarjana dan sasterawan oleh Malaysia misalnya melalui skim Karyawan Tamu DBP, Mualim Tamu Perpustakaan Negara Malaysia atau oleh mana-mana institusi pengajian tinggi itu tidak boleh sama sekali dihentikan. DBP pernah menawarkan kepada tokoh- tokoh sasterawan, pengkaji dan sarjana dari India, Singapura, Rusia, Perancis, United Kingdom, Korea, Azerbaijan, Uzbekistan, Amerika Syarikat, Indonesia dengan dilantik mereka sebagai Karyawan Tamu atau diberikan geran bagi penelitian. Mereka diberikan kesempatan untuk membuat penyelidikan dan penulisan dalam bentuk memoir, autobiografi dan kajian. Setidak-tidaknya mereka juga akan ikut memainkan peranan untuk merangsang pengembangan kajian atau pengajian sastera Melayu di dunia. Dalam tempoh satu dekad silam (1995-2005), sewaktu penulis di Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP), agensi ini telah menggerakkan pelbagai usaha bertujuan mengembangkan bahasa dan persuratan Melayu ke peringkat antarabangsa agar menjadi salah satu bahasa yang dipelajari dan sastera yang dikaji, dirasakan kewujudannya, dan relevan kehadirannya. Sesungguhnya dunia menyedari tidak kecilnya akan sumbangan tamadun berbahasa Melayu terhadap

17 peradaban dunia. Mereka ada kesedaran sejarah dan mengetahuinya melalui kajian silam atau semasa yang ternyata telah terbukti kedudukannya. Program- program antarabangsa dari segi pengajaran dan pembelajaran BM dan sastera Melayu menunjukkan telah muncul kefahaman dan pengertian yang lebih mendalam tentang bahasa, sastera dan budaya Melayu sehingga segala prasangka dapat diperbetulkan dan membuka ruang kajian positif tentang kebangkitan dan kemajuan bangsa serumpun Melayu. Penulis telah menyaksikannya sendiri di beberapa institusi negara Barat dan di negara-negara Timur. Mereka tahu bahawa amat jelas wujud banyak khazanah bahasa, sastera dan budaya Melayu untuk dikaji, dengan lebih bersifat adil dan objektif. Memorandum persefahaman (MoU) antara DBP dengan puluhan institusi di Asia dan Eropah bukan sesuatu yang sia-sia. Pelaksanaan program dan aktiviti yang sesuai boleh diteruskan meskipun tidak dalam kuantiti yang banyak jumlahnya. Kerjasama kebahasaan, forum kesusasteraan, penyelidikan, penerbitan, pertukaran pakar boleh sahaja dilakukan. Beberapa program yang sudah terlaksana boleh disusuri lagi. Beberapa MoU ini termasuklah dengan Universiti Pengajian Asing Beijing (BFSU) China; Universiti Peking, China; The University of New South Wales (UNSW) Australia; Persatuan Nusantara, Moscow, Russia; University of La Rochelle, Perancis; SOAS University of London, British Library, University Frankfurt, Jerman; Hankuk University of Foreign Studies (HUFS), Korea; dan University of Prince Songkla (PSU), Thailand; Mindanao State University (MSU), Filipina dan beberapa yang lain patut dirancangkan bagi tujuan kesepakatan masa hadapan. Usaha-usahanya perlu digerakkan yang juga bagi memenuhi wawasan DBP yang menetapkan matlamat bahasa Melayu pada alaf baru dalam rangka pengisian Wawasan 2020 dengan kenyataan: 'Bahasa Melayu menjadi asas bagi pembentukan tamadun negara bangsa Malaysia moden dan digunakan dengan meluas dalam setiap bidang kehidupan di Malaysia, serta menjadi salah satu bahasa antarabangsa pada tahun 2020'.

18 Kerjasama Institusi dan Pengukuhan Prasarana Prasarana yang sedia ada di pusat-pusat pengajian tinggi serta pelbagai institusi di luar rantau Asia Tenggara harus ditatarkan dan dipertingkatkan dari semasa ke semasa. Soalnya adalah antara keyakinan dan komitmen. Keinginan institusi- institusi asing untuk bersama itu jelas disuarakan dalam Kongres Bahasa Melayu Sedunia 1995 dan dalam pelbagai forum kebahasaan sesudahnya, misalnya dalam persidangan, seminar-seminar serantau dan di luar rantau serta dalam Kongres Bahasa-Bahasa Utama Dunia 2004 yang lalu. Kerjasama antara institusi itulah yang mampu menjadi pemangkin penyejagatan bahasa, sastera dan juga persuratan Melayu. Kita dengan sikap proaktif sepatutnya terus mendorongkan kemajuan, menghulurkan sokongan moral, bantuan dan kerjasama kepada pusat-pusat program bahasa Melayu yang sudah ditubuhkan di Jepun, Korea, China atau pusat-pusat penelitian di Eropah, Amerika dan beberapa lagi di Asia. Kongres Bahasa Melayu sedunia (pada 21 - 25 Ogos 1995) di Kuala Lumpur itu merupakan langkah pertama yang cukup baik bagi melihat kedudukan pengembangan bahasa, persuratan dan penyelarasan pengajian bahasa Melayu di peringkat antarabangsa. Maka pada penghujung dekad 1990-an, bagi memenuhi satu daripada rumusan Kongres tersebut, maka dengan sokongan penuh kerajaan Malaysia, sebuah majlis penyelaras aktiviti pengembangan bahasa Melayu telah diluluskan penubuhannya. Majlis ini dinamai Majlis Antarabangsa Bahasa Melayu (MABM) dilancarkan pada 21 Ogos 2000 dan merupakan wadah utama penyelarasan dan pelaksanaan projek bahasa dan persuratan Melayu peringkat antarabangsa. Majlis akan bersama menggalak, atau menggerak, menyokong dan berkongsi sumber-sumber atau maklumat yang ada bagi menjayakan usaha memajukan bahasa dan persuratan Melayu di institusi masing-masing atau antara institusi antarabangsa. Majlis ini dilahirkan dengan matlamat yang amat murni khususnya untuk pengisian Memorandum Persefahaman antara DBP dengan pelbagai pihak luar negara. Sidangnya yang

19 mencakupi Sidang Penuh, Seminar Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa Untuk Penutur Asing serta ditambah dengan Mesyuarat Jawatankuasa Eksekutif dan Mesyuarat Jawatankuasa Kerja menjadi forum atau ruang bagi Majlis membincang, menyelaras dan merencanakan pelbagai aktiviti kebahasaan di peringkat antarabangsa dengan lebih berkesan. Negara-negara yang diundang menganggotai Majlis adalah negara-negara yang aktif dalam gerakan pengajaran bahasa Melayu, mengembangkannya bagi tujuan ilmu atau sumber maklumat serantau, menggalakkan pengajian dan penyelidikan tamadun Melayu dan Asia Tenggara, dan yang menggalakkan penggunaannya sebagai wahana komunikasi. Kita juga mempunyai forum untuk perundingan dan permuafakatan bahasa di peringkat rantau (negara-negara berbahasa Melayu). Satu daripadanya ialah MABBIM (Majlis Bahasa Brunei-Indonesia-Malaysia) ditubuhkan pada 29 Disember 1972, pada asalnya MBIM (Majlis Bahasa Indonesia-Malaysia), kemudiannya menjadi MABBIM apabila negara Brunei Darussalam menganggotainya pada 4 November 1985. Fungsi utamanya ialah merancang dan menyelaraskan pembinaan bahasa Melayu khususnya hal-hal dasar, pedoman ejaan dan pedoman pembentukan istilah. Hasil usaha majlis ini, khususnya yang bersifat istilah sepatutnya dimanfaatkan oleh pelbagai pihak yang menggunakan bahasa Melayu. Sejak pertengahan 1990-an, MABBIM telah diperluaskan fungsi-fungsinya bagi mencakupi hal-hal penyelidikan, penulisan dan penyebaran bahasa. Sehingga kini, MABBIM telah berjaya menghasilkan terbitan beberapa pedoman ejaan, pedoman peristilahan, daftar istilah, dan keputusan sidang selama puluhan tahunnya. MABBIM sekali gus menjadi saluran pembinaan dan pemasyarakatan bahasa Melayu di rantau Asia Tenggara dengan lebih akrab, mantap dan berwibawa. Majlis ini disegani sebagai sebuah majlis bahasa status tertinggi milik negara-negara berbahasa Melayu, sumber rujukan atau 'fatwa' tentang bahasa Melayu sedunia, membantu usaha mengembangkan bahasa Melayu dan mengelolakan pelbagai aktiviti di samping melaksanakan fungsi-fungsi utamanya tadi.

20 Satu forum baru yang diwujudkan kerajaan Malaysia pada 12 Ogos 1996 di Kuala Lumpur dengan kerjasama negara-negara jiran ialah Majlis Sastera Asia Tenggara (MASTERA). Tujuan utama penubuhannya antara lain bagi merapatkan hubungan, pengertian dan kerjasama kesusasteraan negara-negara anggota dalam usaha memaju dan mengembangkan kesusasteraan serantau ke arah menjadi warga sastera dunia yang berwibawa; menyelaraskan kegiatan dan penyelidikan kesusasteraan serantau secara bersepadu; mengusahakan peluang-peluang bersama untuk para sasterawan memajukan bakat, penterjemahan, penerbitan dan pengiktirafan terhadap pencapaian mutu ciptaan sastera, dan berusaha bersama-sama memantapkan penyebaran dan penggunaan bahasa utama rantau ini sebagai alat komunikasi, media ilmu pengetahuan dan media pengucapan seni ke peringkat rantau dan internasional. Kita ingin melihat melalui pelbagai program kerjasama itu, kesusasteraan kebangsaan negara-negara Asia Tenggara dari Myanmar sehingga Vietnam dapat dihayati bersama dengan adanya usaha penterjemahan, persidangan, pertukaran pakar, penerbitan dan pengiktirafan. Pembentukan Majlis Sastera Asia Tenggara (MASTERA) yang dianggotai Malaysia, Indonesia dan Brunei Darussalam, manakala Singapura, Thailand, Filipina dan Vietnam yang dipelawa sebagai pemerhati Majlis ini, dan kemudiannya, Kemboja, Laos dan Myanmar akan turut dihubungi, akan lebih membawa pengertian dan kerjasama yang bermakna antara para perancang sastera di negara-negara Asia Tenggara. Usaha-usaha memajukan dan mengembangkan kesusasteraan Melayu/Indonesia ke arah menjadi warga sastera dunia yang berwibawa tidak boleh lagi dilakukan dalam kelompok yang kecil. Maka atas alasan itu MASTERA tidak boleh dibiarkan kaku. Kita hendaklah terus berusaha bersama memantapkan penyebaran bahasa dan sastera berbahasa Melayu. Kerjasama dengan pusat-pusat Pengajian Melayu/Indonesia di seluruh dunia bagi mengantarabangsakan kesusasteraan Melayu/Indonesia, dan juga untuk meningkatkan usaha melancarkan urusan lalu lintas pengedaran dan pemasaran penerbitan (buku, majalah dan media elektronik) di kalangan

21 negara-negara anggota khususnya. MASTERA akan juga berperanan 'menyerantaukan' kesusasteraan kebangsaan masing-masing negara melalui promosi, kegiatan sastera dan penterjemahan supaya lahir aliran keluar masuk penghayatan kesusasteraan antara satu sama lain. Cetusan idea penubuhan Forum Kerjasama Penerbitan Serantau (FOKEPS) pada 15 Mac 2001 di Johor Bahru pula, adalah juga atas inisiatif DBP. Anggota pendirinya terdiri dari negara-negara anggota MABBIM dan Singapura sebagai pemerhati. FOKEPS bertujuan menyediakan wahana komunikasi kerjasama penerbitan serantau yang diharap memberikan impak yang menyeluruh kepada kerjasama bahasa dan sastera yang sudah terjalin itu, di samping meningkatkan budaya ilmu dalam bahasa Melayu. Isu lalu lintas buku, promosi, hak cipta dan harta intelek menjadi fokus utama kerjanya. FOKEPS akan ikut berusaha menggalakkan minat membaca di kalangan warga rantau serta bekerjasama meningkatkan tahap profesionalisme penerbitan dalam bahasa Melayu di kalangan negara-negara serumpun. Kelahiran FOKEPS telah melengkapkan prasarana bagi ketiga-tiga bidang utama gerakan tamadun berbahasa Melayu apabila bahasa, persuratan dan penerbitan memiliki wahana tersendiri yang akan saling melengkapi antara satu sama lain. Untuk memperteguhkan peranan dan fungsi bahasa Melayu, baik sebagai bahasa nasional mahupun bahasa supranasional, usaha bersama yang jitu dan bersepadu antara negara-negara rumpun Melayu perlu dipergiat dan ditangani dengan penuh iltizam. Program dialog, kolokium, simposium dan sebagainya di peringkat wilayah sebagai wahana perbincangan dan perbincangan hal-hal kebahasaan, persuratan dan pemikiran bangsa tidak boleh diketepikan. Penubuhan tiga buah pejabat wilayah DBP – di Butterworth, di Kota Bharu dan di Johor Bahru serta dua cawangan di Sabah dan Sarawak – dilahirkan dalam konteks zon budaya yang sangat berguna bagi perancangan dan penyelarasan apa-apa kegiatan kebahasaan dan persuratan dengan cara yang lebih berkesan. Kerjasama dan kesetiakawanan ASEAN serta program kerjasama segi tiga

22 wilayah seperti SIJORI (Singapura, Johor dan Riau), segi tiga utara (Selatan Thailand, utara Semenanjung Malaysia dan utara Sumatera) dan kerjasama segi empat ASEAN Timur (East ASEAN Growth Area - EAGA; Indonesia, Malaysia, Brunei dan Indonesia) harus juga dimanfaatkan agar kerjasama kebahasaan, kesusasteraan dan persuratan dapat dimasukkan sebagai salah satu agenda sampingan yang dominan dalam rangka kerjasama dua hala demikian. Malaysia telah pun mengambil inisitaif menubuhkan forum kerjasama di kawasan segi tiga tersebut dengan nama Majlis atau Mesyuarat Kerjasama Kebahasaan dan Persuratan (MEKKAP) masing-masing dan telah dijalankan program serta beberapa kegiatan bersiri. Masalahnya juga adalah soal penerusan. Pada masa yang sama program pembinaan, pemantapan dan juga pengembangan yang terancang perlu dilaksanakan. Dalam konteks ini, badan- badan budaya, bahasa dan sastera seperti Pusat Bahasa Indonesia, Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP), Malaysia; Dewan-Dewan Kesenian di Indonesia;, Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP) Brunei dan Majlis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia (MABBIM), di samping badan-badan bukan kerajaan (NGO) seperti Gabungan Persatuan Penulis Nasional (GAPENA), Malaysia, kelompok-kelompok organisasi penulis di Indonesia, Angkatan Sasterawan Brunei (ASTERAWANI) Brunei Darussalam, Majlis Bahasa Melayu Singapura (MBMS) dan lain-lain harus terus mempertingkatkan peranan mereka untuk mendepani usaha-usaha penyejagatan bahasa dan sastera Melayu. Penyejagatan bahasa, sastera dan persuratan Melayu seperti yang dilakukan melalui MABBIM, MABM, MASTERA, FOKEPS, MEKKAP dan lain-lain bentuk kerjasama serantau itu, mesti diperkukuh oleh kesepakatan kerja yang sudah sedia terjalin antara Pusat Bahasa Indonesia dengan DBP (Malaysia) dan DBP Brunei Darussalam. Jika keadaannya pasif dan tiada sesiapa yang lebih proaktif, maka segala gagasan murni awal itu akan tinggal sepi di kertas sahaja. Penyebarluasan bahasa Melayu sebagai bahasa umum dan juga bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek atau bahasa sains dan teknologi) di rantau ini

23 tidak boleh dibiarkan tanpa direncanakan pelbagai bentuk kerjasama kebahasaan dan kesusasteraan yang baru yang lebih konkrit. Dalam abad ke-21 ini, bahasa Melayu akan berhadapan dengan cabaran terhadap keupayaannya dari sudut fungsi wahana pengantar ilmu dan maklumat dengan adanya perkembangan bermacam-macam ilmu pengetahuan dalam pelbagai domain, terutamanya dalam bidang teknologi maklumat, yang bahasa memang menjadi sebahagian daripada keperluan itu. Cabaran dan Perancangan Strategik Abad Ke-21 Abad ke-21 adalah suatu abad yang mencabar kesinambungan, kewujudan dan kegemilangan sesebuah peradaban bangsa-bangsa di dunia. Asakan gelombang globalisasi, liberalisasi dan pengaruh pascamodenisme sering sekali dikaitkan dengan kukuh atau lenyap lupusnya sesuatu bahasa, tradisi persuratan dan budayanya. Pembangunan bahasa Melayu menjelang tahun 2020 menuntut pembetulan falsafah dan perspektif yang benar yakni dengan meyakini bahawa pengembangan dan kemajuan ilmu untuk membina peradaban hendaklah dilakukan dalam bahasa sendiri. Bahasa Melayu berhadapan dengan cabaran strategik, antara lainnya: (i) Kehilangan konsistensinya untuk melaksanakan program perekayasaan dan penjanaan citra BM sebagai sebuah bahasa kebangsaan yang kuat dan sebagai salah satu bahasa antarabangsa dan bahasa dunia. Strategi baru perlu dirangka untuk pengembangannya yang berkesan. Ada kenyataan-kenyataan politik tetapi pengisiannya terlalu sedikit. (Ii) Keseriusan negara-negara berbahasa Melayu yakni Malaysia, Indonesia dan Brunei Darussalam yang diharapkan dapat berpadu tenaga untuk menjadi peneraju dan pemacu utama kemajuan BM, lebih-lebih lagi dalam konteks merealisasikan hasrat menjadikan

24 bahasa Melayu bahasa komunikasi Asia Tenggara atau suatu ketika mencapai status bahasa rasmi ASEAN. (iii) Kelunturan rasa bangga dalam konteks penyatuan antara bahasa Melayu dan bahasa Indonesia, setelah ratusan ribu istilah telah diseragamkan melalui kerjasama dalam MABBIM, namun, pengisian barunya akan terbantut sekiranya ada perubahan dasar penggunaan bahasa yang tidak tegas atau tidak jelas di mana-mana negara serumpun berbahasa Melayu. (Iv) Kepustakaan ilmu dalam BM khususnya penulisan dan penerbitan buku-buku ilmu dalam bidang sains dan teknologi tidak bergerak sejajar dengan perkembangan ilmu dan pembangunan negara. Akibatnya bertambah buruk apabila kerap berubahnya dasar bahasa dalam sistem pendidikan. Institusi-institusi pengajian tinggi mula meminggirkan BM dalam kerja-kerja ilmu sebagai bahasa pengantar kuliah, syarahan, penyelidikan dan penerbitan. Jumlah penulisan dan penerbitan buku dalam BM akan kian mengecil. (V) Gerakan promosi bahasa dan eksport kebudayaan melalui kesalingan kerja melalui program pertukaran lebih banyak program televisyen yang berbudaya atau berbahasa Melayu; mempermudah dan memperbanyak aliran buku dan maklumat dalam bahasa Melayu; dan memanfaatkan internet dan multimedia semaksimum mungkin di kalangan negara serantau adalah masih berada di tahap rendah dan penyebaran ke seluruh dunia hendaklah dijadikan agenda serantau yang berpanjangan. Bahasa adalah asas pembinaan tamadun bangsa dengan kesedaran tanpa diketepikan keperluan umat Melayu dan bangsa Malaysia menguasai bahasa- bahasa utama dunia yang lain. Tumpuan perancangan strategik memerlukan tumpuan pemerkasaan ke peringkat antarabangsa dengan suatu daya juang dan komitmen politik ke arah merealisasikan bahasa Melayu berperanan bagi maksud luar negara. Gerakan ke arah menjadikan bahasa Melayu sebagai salah

25 satu bahasa komunikasi Asia Tenggara; sebagai salah satu bahasa perdagangan rantau; salah satu bahasa komunikasi atau bahasa perdagangan Asia Timur; BM menjadi salah satu bahasa sidang Pertubuhan Bangsa-Bangsa Bersatu (PBB) dan terus diperkembangkan sebagai bahasa pengajian tamadun Melayu di institusi pengajian asing di luar negara seharusnya tidak dilihat sebelah mata. Pada hemat penulis, abad ke-21 bagi dunia Melayu haruslah dijadikan abad gerakan bersama mengangkatkan peradaban serantau dengan keutamaan meletakkan bahasa Melayu sebagai salah satu bahasa penting dunia. Untuk memastikan kejayaannya, maka beberapa tindakan positif yang sudah atau yang sedang diambil atau akan diambil itu hendaklah diberikan tunjangan langsung oleh kerajaan dan dengan kerjasama yang kukuh oleh pelbagai pihak. Perancangan baru perlu meneliti antaranya: (i) Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP), sebagai badan utama pembina dan pengembang bahasa Melayu, melihat semula keterabaian beberapa program bahasa dan sastera di peringkat antarabangsa yang sudah sedia berjalan rancak itu dengan suntikan komitmen dan memikulnya dengan penuh tanggungjawab. (Ii) Penyediaan forum yang sedia ada seperti MABBIM, MABM, MASTERA, FOKEPS, MEKKAP mulai kaku dan rangkaian kerjasama institusi tidak dimanfaatkan. Kini kelihatan hendaklah diaktifkan semula bagi memudahkan perundingan dan penyelarasan aktiviti kebahasaan dan persuratan di peringkat rantau dan antarabangsa; (iii) Meneruskan sokongan moral, bantuan kerjasama kepada mana-mana institusi yang bersedia membuka pusat-pusat bahasa Melayu/pengajian Melayu di luar negara seperti mempercepatkan kewujudan Kursi Pengajian Melayu di Beijing Foreign Studies University (BFSU), Beijing, dan membantu mengukuhkan program

26 bahasa Melayu dan kajian tentang tamadun berbahasa Melayu di Eropah, Amerika dan Asia-Oceania. (Iv) Mendorongkan usaha menambahkan jumlah Kursi Pengajian Melayu mengikut kesesuaian negara atau bekerjasama mendirikan Jabatan Pengajian Melayu/Program bahasa Melayu di luar negara; (V) Merangka pewujudan pusat sumber bahasa, kesusasteraan dan kebudayaan Melayu dan kelas bahasa Melayu (umum) di Kedutaan- kedutaan Malaysia di luar negara; (Vi) Menyediakan program peminjaman tenaga pakar bahasa/sastera, pertukaran pensyarah, sarjana, pengajar, pelajar dan petugas bahasa dan pengajian Melayu antara negara; (Vii) Mengadakan dan meneruskan program penggalakan yang berupa aktiviti sosiobudaya seperti pertandingan debat, pidato, forum, pertandingan menulis karya kreatif dan esei serta program dan hadiah lawatan sambil belajar/kerja; (viii) Mengadakan kerjasama peningkatan ilmu, kepakaran dan keterampilan berbahasa Melayu dalam semua bidang dengan IPT di dalam dan di luar negara; (ix) Menyediakan atau berusaha mendapatkan sokongan dan sumber dana atau sumber-sumber lain dari syarikat-syarikat multinasional Malaysia untuk menjayakan program kebahasaan bagi negara yang kurang mampu; (X) Menyebarkan bahan-bahan terbitan dalam bahasa Melayu mengenai dunia dan pemikiran Melayu juga bahan kesusasteraan yang relevan (bercetak dan elektronik); (xi) Berunding dan menempa jalan untuk bekerjasama dengan pihak-pihak kementerian yang berkaitan (di dalam Malaysia), kedutaan-kedutaan luar, persatuan dan majlis di peringkat ASEAN dan antarabangsa bagi mengetengahkan penggunaan bahasa Melayu, dan (xii) Merangka serta melaksanakan pengisian tambahan aktiviti di bawah Memorandum Persefahaman (MoU) yang telah ditandatangani, secara

27 berperingkat-peringkat melalui kerjasama dengan institusi dan negara yang berkenaan. Prasarana pengembangan bahasa dan persuratan Melayu sejak kemerdekaan ternyata telah memperlihatkan kejayaan pembinaan dan pengembangannya yang cukup luar biasa, tetapi tidak jelas dimanfaatkan, kurang gagasan, tidak kuat dukungan dan sokongan. Dalam tempoh tidak sampai setengah abad, bahasa Melayu berjaya menjadi bahasa ilmu dan pengantar pendidikan di Malaysia dan Indonesia, menjadi salah satu bahasa moden, sehingga memungkinkan persuratannya berkembang maju. Bagi menghadapi persaingan global dan cabaran alaf baru, kita perlu bersedia menghadapi cabaran-cabaran tertentu untuk memaju dan mengembangkan bahasa dan persuratan Melayu itu, berjalan seiring dengan kecekalan kita mendorongkan perkembangan bahasa Melayu tadi. Dalam persuratan kita perlu antara lainnya: i) Mencetuskan gerakan renaisans kesusasteraan Melayu. Gerak kerjanya meliputi pembaharuan pengkaryaan, kesungguhan kerja-kerja promosi, penterjemahan, wacana karya (kreatif dan ilmiah) dan penglibatan yang lebih agresif agar kehadirannya menimbulkan pengiktirafannya sebagai sebahagian dari khazanah ilmu dan warisan persuratan dunia. Penggemblengan tenaga institusi rasmi, agensi dan pertubuhan sukarela perlu digerakkan secara bersepadu. ii) Meluaskan khalayak kesusasteraan kebangsaan yang merentasi kaum, sukuan, profesion, generasi dan kewilayahan di peringkat kebangsaan dan mengukuhkan rangkaian keserantauannya. iii) Penyebaran karya sastera harus melalui perubahan dan kaedah yang pelbagai dan menggunakan sepenuhnya kemajuan teknologi maklumat melalui media cetak, elektronik, multimedia

28 dan rangkaian kerjasama promosi dari rantau sendiri keluar ke persada dunia. iv) Memikirkan kemungkinan pembaharuan dan perubahan jika diperlukan, dari segi penulisan buku-buku ilmu, penerbitan hasil-hasil penyelidikan, penterjemahan, pengayaan bentuk dan isi yang boleh menonjolkan keunikan asas politik, ekonomi, persekitaran kebudayaan dan sosial yang sentiasa berubah di wilayah Melayu itu. Pengisian kepustakaan Melayu mesti dipertingkatkan dan diperkukuhkan. v) Melihat semula sistem pendidikan supaya lebih berupaya mewariskan kesusasteraan yang merentasi kurikulum dan bidang ilmu agar generasi muda Malaysia menghayati kesusasteraan kebangsaan dengan mendalam. Hal yang sama boleh dilakukan di Indonesia, atau di negara rumpun berbahasa Melayu yang lain. vi) Membina penulis pelapis atau generasi baru kesusasteraan yang giat berkarya, terlibat dalam kepimpinan organisasi persuratan dan institusi serta cukup berpengetahuan luas dengan mengenali hati budi bangsa dan rumpun sendiri serta pada masa yang sama tegak bersama di pentas global. Penutup Gerakan membangunkan sesuatu peradaban bangsa yang tahan diuji pastinya mempunyai sejarah dan latar perencanaan yang kukuh meskipun berbeza. Forum yang diiktiraf wacananya merupakan tapak tempat benih pemikiran disemai dan idea bercambah. Maka untuk itu forum di pelbagai peringkat untuk mencanai dan melestarikan idea daripada para pemimpin ilmu, cendekiawan dan karyawan sentiasa diperlukan. Mereka bertemu, berbincang, berunding, dan bertukar-tukar pandangan untuk merancang dan merangka strategi pengembangan bahasa dan persuratan Melayu. Pengukuhan seharusnya

29 dilakukan dari masa ke semasa. Kecemerlangan bahasa, sastera dan budaya Melayu sebagai pancaran peradaban bangsa dan manusia serumpun pada alaf ini bukan sekadar harus berlegar di kalangan umat berbahasa Melayu di rantau Asia Tenggara sahaja, malah menuntut kesediaan kita melangkahi sempadan yang lebih luas, hinggalah mencakupi segala usaha bersepadu untuk meletakkannya di pentas dunia. Segala macam isu dan masalahnya hendaklah diselesaikan dengan bijak dan penuh komitmen. Kepantasan perkembangan kemajuan dunia sepatutnya menyegerakan kebangkitan umat Melayu besar. Bangsa Melayu boleh menjadi salah satu kabilah dunia yang ikut disegani dengan kehadirannya dalam politik dan peranan ekonomi antarabangsa dan menjadi lebih wajar sekiranya diiringi dengan mendukung bersamanya cita-cita pengembangan kebudayaan terutama pengajian bahasa dan persuratan Melayu besar. Gerakan ini perlu dilakukan dengan keazaman politik, sedar dan secara langsung, selari dengan sumbangan signifikan bangsa dan negara Malaysia itu dalam forum-forum antarabangsa yang lain (OIC, NAM, Dialog Selatan-Selatan, ASEAN, SEAMEO dsb). Kemajuan dan kepesatan perkembangan ekonomi yang berlaku di kebanyakan negara berbahasa Melayu merupakan kesempatan ke arah mendorongkan kemajuan peradabannya. Dinamika baru Asia Tenggara tidak mungkin terpinggir dari kebangkitan dan pembaharuan Asia dan dinamika itu amat memerlukan keseimbangan pengisian kemajuan kerohanian, antara lainnya melalui ketinggian pemikiran bahasa dan persuratannya.

30 Bibliografi: A.Aziz Deraman, 2000. Tamadun Melayu dan Pembinaan Bangsa Malaysia. Kuala Lumpur: DBP. _____________, 2001. Bahasa Asas Pembinaan Tamadun Bangsa. Kuala Lumpur: DBP dan Persatuan Linguistik Malaysia (PLM). _____________, 2004. Pengantarabangsaan Bahasa Melayu. Kuala Lumpur: DBP dan Persatuan Linguistik Malaysia (PLM). Awang Sariyan. 1996. Warna dan Suasana: Perancangan Bahasa Melayu di Malaysia. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Citra, 2001. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Collins, James T., 1998. Malay, World Language: A Short History, Kuala Lumpur: DBP. Dewan Bahasa dan Pustaka Tonggak Bahasa Melayu Ke Pentas Dunia Bahasa Moden. 1995. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Sasaran Kerja Utama (SKU) DBP, 1996-2000, 2001-2005 (Dokumen Terhad).

-

Arsip Blog

Recent Posts