Masyarakat Sebagai Pemegang Saham? Oleh : Agustinus Dawarja, S.H.
Persoalan pertambangan di Leragere, Kecamatan Lebatukan, Lembata semakin berkembang dan meluas. Dan hal ini tidak menguntungkan bagi semua pihak (ekonomi politik wilayah). Pemerintah (pusat atau daerah) yang tentu telah menerbitkan izin pertambangan atau setidaknya telah mengundang investor untuk datang tetap berkeyakinan bahwa kehadiran investor tersebut merupakan berkat. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kehadiran modal swasta diperlukan dalam pembangunan Lembata. Investor penambang tentu saja tidak akan membiarkan pihak lain menghalangi rencana bisnis mereka, karena mereka terikat dengan pemegang saham, bank atau lembaga keuangan yang telah memberikan pinjaman atau ketentuan hukum pasar modal jika mereka mendapatkan dananya melalui lembaga pasar modal (saham atau obligasi).
Tanah ulayat-setoran modal
Perbedaan pandangan dalam pengelolaan tambang emas di Leragere seharusnya tidak perlu terjadi seandainya masyarakat Leragere selaku pemilik tanah, sejak awal dianggap sebagai pemodal, juga dengan kepemilikan mereka atas tanah sebagai setoran modal. Tanah ulayat yang mereka miliki seharusnya dan sepatutnya diperhitungkan sebagai investasi, dan mereka tidak harus dipandang sebagai penghambat apalagi korban. Seandainya perusahaan pertambangan yang memiliki izin memiliki uang, teknologi dan sumber daya manusia (SDM), maka ketiga faktor tersebut tidak cukup untuk melakukan penggalian emas tanpa melakukan penggalian atas permukaan tanahnya.
Uang, teknologi, dan SDM merupakan faktor tambahan, dan faktor yang paling penting atau yang tidak dapat diabaikan, adalah cadangan emas yang terletak dalam perut bumi Leragere. Dengan demikian, maka masyarakat adat Leragere selaku pemilik tanah ulayat harus dijadikan pemegang saham dalam perusahaan penambangan tersebut. Sehingga mereka merasakan manfaat dari kehadiran perusahaan penambangan tersebut. Bagaimana caranya?
Cadangan emas-mineral lainnya
Perusahaan penambangan tentu saja sebelum melakukan eksploitasi, telah melakukan studi atau eksplorasi mengenai jumlah cadangan emas atau sumber mineral lainnya dalam perut bumi Leragere. Berdasarkan perhitungan tersebut, sebenarnya para pemodal melakukan kerjasama dengan pemodal lain atau lembaga keuangan. Termasuk mendapatkan dana murah melalui pasar modal (equity atau bonds) guna pembiayaan penambangan.
Investor penambangpun tentu saja telah mengeluarkan banyak investasi jauh sebelum melakukan rencana eksploitasi atas penambangan emas di wilayah Leragere. Dengan demikian, mengabaikan kepentingan mereka sama sekalipun merupakan sikap yang kurang bijaksana, kecuali sejak awal pemerintah daerah atau pusat tidak memperkenankan mereka untuk melakukan eksplorasi atas penambangan di wilayah tersebut. Misalnya, yang dilakukan Pemerintah Amerika Serikat (AS) dengan tidak melakukan eksplorasi minyak di wilayah mereka sendiri saat ini. Kecuali cadangan-candangan minyak tempat lain telah habis atau sumber energi alternatif tidak dapat ditemukan. Pemerintah Negeri Paman Sam itu memandang cadangan minyaknya sebagai last resources (sumber terakhir jika tidak ada pilihan lain atas energi).
Masyarakat ulayat selaku pemegang saham.
Secara teoritis sebenarnya masyarakat ulayat Leragere dapat menjadi pemegang saham, dengan melakukan konversi nilai atas tanah dan cadangan emas didalamnya menjadi nilai saham. Meskipun perhitungan konversi nilai tanah dan potensi cadangan emas tersebut tidak mudah dilakukan, namun secara teoritis sesungguhnya dengan menjadikan masyarakat ulayat Leragere sebagai pemegang saham dalam perusahaan penambang, hemat penulis, hal ini akan menguntungkan semua pihak. Baik bagi perusahaan penambang, pemerintah daerah maupun masyarakat ulayat itu. Dengan menjadikan mereka sebagai pemegang saham dalam perusahaan penambang, maka masyarakat ulayat tidak harus menjadi korban dari sebuah proyek penambangan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Mengorbankan mereka dalam proses penambangan saat ini mempunyai implikasi jangka panjang yang tentu tidak kita harapkan. Mengalahkan dan mengabaikan mereka memang lebih mudah daripada mengakomodasi kepentingan mereka saat ini. Namun, membuat kelompok ini frustrasi tidak mustahil kita sedang melahirkan "anak teroris" untuk masa depan pembangunan wilayah (geopolitik ekonomi wilayah). Jangan sampai mereka merasa terabaikan dan tidak merasa sebagai anak cucu kemerdekaan dan pembangunan Indonesia. Jika itu terjadi maka kita semua akan mengalami kerugian.
Bagaimana jadi pemegang saham?
Pemerintah daerah, gereja atau lembaga lain yang bisa mewakili kepentingan masyarakat Leragere bisa menjadi beneficial shareholders untuk saat-saat awal sampai mereka sendiri memiliki kemampuan untuk menjadi registered shareholders (pemegang saham terdaftar). Anak-anak mereka yang telah berpendidikan nantinya dapat menjadi pemimpin kepentingan mereka sendiri untuk jangka panjang. Mengenai sistem pembagian dan distribusi dividen atau persentasi kepemilikan di antara mereka, biarkan hukum adat mereka yang mengatur tanpa intervensi pihak lain, kecuali dimintakan atau dilakukan demi kepentingan mereka. Semoga dengan menjadikan mereka selaku pemegang saham dalam perusahaan pertambangan tersebut, sengketa dan rencana perusahaan pertambangan emas (bahan mineral lainnya) di Leragere yang telah dirintis tidak menimbulkan korban bagi masyarakat, bahkan bisa menjadi berkat dan model pembangunan yang partisipatif bagi proyek-proyek lain di masa depan.
Agustinus Dawarja SH, Advokat dan Konsultan Hukum Pasar Modal, tinggal di Jakarta
Sumber: Pos Kupang, 15 Juni 2007