Aceh Kembali Bunyikan Lonceng Cakradonya

Lhokseumawe - Aceh kembali membunyikan lonceng Cakradonya (lonceng raksasa) pada pembukaan pekan budaya, kata sekretaris pelaksana pagelaran Diwana Cakradonya, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Prov. NAD), Drs. H. Muchtar Mahmud, MBA.

Mantan Kabid Parpostel NAD tersebut mengatakan hal itu di Lhokseumawe, Minggu (23/3), didampingi pakar Dewan Kesenian Prov. NAD, Syamsuddin Jalil alias Ayah Panton. "Pekan Diwana Cakradonya ini gagasan saya setelah sukses ‘Uroeh Taloe Rot‘ (tabuh rapa‘i sepanjang jalan) dari Banda Aceh-Perlak (Aceh Timur), 8 Agustus 2005 dalam menyambut perdamaian RI-GAM Helsinki, di Finlandia, 15 Agustus 2005," ujar Ayah Panton.

Muchtar Mahmud dan Ayah Panton, secara bergantian menjelaskan, lonceng Cakradonya itu hadiah Raja China, Ceng Hoe beberapa abad lalu yang kini masih tersimpan di museum Aceh. "Alat pemukul aslinya yang tergantung pada bagian tengah lonceng sudah hilang, kini sedang ditempah untuk diikat kembali dan akan dibunyikan Wagub NAD, Muhammad Nazar, pada pembukaan pekan budaya Diwana Cakradonya, 12 April 2008, " kata Muchtar Mahmud.

Acara bergengsi ini akan berlangsung enam hari, 12-17 April 2008 berlokasi di Taman Ratu Safiatuddin Banda Aceh, dalam memperkenalkan negeri dan mengundang investasi, serta mengaktualisasi adat istiadat/budaya Aceh. "Ini terlaksana atas kerja sama Forum KANA PAKAD diketuai Syamsuddin Jalil (Ayah Panton) dengan Pemprov NAD dan BRR NAD-Nias," tandas Muchtar Mahmud yang juga mantan Kadis Pariwisata Kota Banda Aceh.

Pada saat berlangsungnya pagelaran, baik Muchtar Mahmud maupun Ayah Panton memperkirakan masyarakat Aceh akan tumplek di Banda Aceh, karena event yang akan mengisinya sangat lengkap, seperti kegiatan berbagai atraksi seni budaya, adat istiadat Aceh. Diwana Cakradonya yang digagas kali ini bukan Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) sebagaimana pernah diselenggarakan gubernur-gubernur sebelumnya, tapi mirip pelaksanaan PKA dan mungkin lebih lengkap, walau agendanya lebih kecil dari PKA.

Event dalam pawai akbar di-angle-kan dengan sembilan ekor gajah terlatih, tiga ekor di antaranya dikendarai Gubernur NAD, drh. Irwandi Yusuf, M.Sc, Pangdam Iskandarmuda, Mayjen TNI Supiadin AS dan Kapolda NAD, Irjen Pol Drs. Rismawan, SH. "Khusus tiga gajah yang ditunggangi tiga pejabat tinggi Aceh, dilengkapi kencana (tempat duduk raja), kiri kanan gajah diiringi 30 personil mahadagraf (pengawal raja) lengkap pakaian kerajaan," jelas sekretaris panitia.

Di barisan belakang sembilan ekor gajah, menurut Muchtar Mahmud (sekretaris panitia), 23 ekor kuda ditunggangi joki-joki berpakaian adat Aceh. "Ini sebagai lambang, Prov. NAD terkawal utuh dalam perangkat daerah sejumlah 23 kabupaten/kota."

Agenda ini ikut disemarakkan dengan kesenian di 23 kabupaten/kota, dengan seluruh unsur Pemkab dan Pemko akan diundang oleh Gubernur NAD, c/q. panitia penyelenggara, dalam rangka memberi apresiasi terhadap budaya dan kesenian tradisional di daerah kab/kota masing-masing. "600 Personil Imum Mukim, pemangku jabatan adat se-Aceh juga diundang khusus untuk ikut menyemarakkan acara ini, dari hari pembukaan (12 April)-penutupan (17 April)."

Sumber: www.waspada.co.id (27 Maret 2008)
-

Arsip Blog

Recent Posts