Destinasi Cagar Budaya Sejarah Merana

Sukadana - Beberapa cagar budaya sejarah di Kabupaten Kayong Utara (KKU) lambat laun hilang tergerus zaman. Kali terakhir beberapa hari lalu, bekas kantor wedana (residen) di kawedanan (karisedenan) Sukadana kuno dihancurkan karena dihantam perluasan Pendopo Bupati. Penghilangan benda-benda sejarah diprediksi akan makin banyak hilang karena kalah kepentingan dengan perkara mutakhir, percepatan pembangunan kawasan.

Peneliti sejarah asal Sukadana yang juga fasilitator Lembaga Baparung, Safarudin mengharapkan supaya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kayong Utara berperan aktif dalam menjaga asset budaya maupun peninggalan sejarah.

“Destinasi (tujuan, red) pelancong ke KKU tak sebatas wisata alam, tapi juga wisata sejarah berbalutkan religius. Di sinilah salah satu keunggulan KKU untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun, itu semua perlu dukungan sarana dan prasarana yang baik bagi destinasi wisata sejarah ini,” kupas Safarudin.

Di bekas Swapraja (pemerintahan sendiri, Red) Sukadana ini pernah menjadi ibu kota Imperium Matan-Tanjungpura, Perwakilan Kerajaan Siak Dipertuan Sukana, konsulat Kerajaan Inggris dan Kerajaan Belanda hingga Jepang yang pernah menguasai Sukadana.

“Di Desa Sedahan terdapat peninggalan zaman pra-sejarah (pre-history) seperti Rock Panting (batu bergambar, Red), menunjukkan jika peradaban purba pernah bermukim di Sukadana,” telaah Safarudin.

Beberapa benda sejarah di Sukadana yang tak bertuan dan tak terdeteksi lagi seperti, gua manusia purba, dolmen dan lain-lain. Peninggalan Konsulat Inggris seperti Eks dermaga di Pantai Pulau Datok, sisa-sisa pabrik bakau yang kemudian diteruskan Belanda menjadi Pabrik Garam juga mulai aus. Peninggalan zaman Belanda terdapat Tangsi Militer dan Kerangkeng Belanda, Gudang Garam, Benteng Lapis Tiga dan lain-lain akan sangat disayangkan jika sampai bangunan tersebut turut dibongkar .

“Situs dan benda cagar budaya mempunyai aspek akademis, ideologis, dan ekonomis. Aspek akademis untuk pewarisan ilmu, ideologis sebagai jati diri atau identitas bangsa, dan ekonomis karena dapat menjadi pendukung kepariwisataan dengan tetap mengutamakan prinsip konservasi,” ungkap Safarudin.

Diharapkannya, supaya masyarakat harus ikut berperan dalam melindungi cagar budaya. Sekarang tinggal seberapa jauh masyarakat melindungi dan mengamankan benda-benda cagar budaya tersebut. Selama ini kesadaran masyarakat akan arti penting benda-benda bersejarah masih kurang dan benda-benda cagar budaya tersebut kadang dianggap biasa saja serta tidak diacuhkan. (mah)

Sumber: www.equator-news.com (26 April 2008)
-

Arsip Blog

Recent Posts