Solo, Jateng - Tari Payung Tasik yang khas dari Priangan Timur akan menjadi primadona Festival Payung Indonesia pertama tahun 2014, di Taman Balekambang, Kota Solo, Jumat (28/11/2014).
Festival yang selain diikuti para perajin payung Solo dan Tasikmalaya, juga dari Yogyakarta dan Bali itu, merupakan gagasan Kementerian Pariwisata (Kemenpar) untuk pengembangan ruang kreatif baru dengan mengeksploitasi media payung yang multifungsi.
Dirjen Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya, Kemenpar, Prof. Dr. HM Ahmansyah, menjelaskan kepada wartawan, di Balekambang Solo, Kamis (27/11/2014), dalam sejarah payung merupakan simbol status sosial yang membedakan tingkat kebangsawanan sampai rakyat jelata.
Selain itu, payung yang secara fungsional merupakan pelindung dari panas dan hujan, juga berfungsi sebagai media seni yang dapat dikolaborasikan dengan kesenian lain, seperti seni tari, seni tata busana, kuliner dan dapat dikembangkan secara kreatif.
"Pilihan Kota Solo sebagai penyelenggara festival payung, karena kota ini punya potensi dan daya dukung memadai. Secara historis, payung yang erat dengan budaya Indonesia juga berkembang di Solo karena ada Keraton Surakarta dan Istana Mangkunegaran," jelasnya.
Menurut Ahmansyah, di seluruh Indonesia banyak sentra kerajinan payung, terutama di Tasikmalaya Jabar, Yogyakarta, Solo dan sekitarnya, Bali, Sumatera dan lain-lain yang potensial untuk dikembangkan.
Festival Payung Indonesia di Solo yang akan berlangsung sampai 30 November 2014. Jika berhasil, akan dijadikan agenda tahunan dengan peserta tidak hanya dari kawasan ASEAN, tetapi negara lain seperti Spanyol, Italia dan sebagainya.
"Pemerintah RRT menyatakan siap bekerjasama dalam festival tahun 2015. Kemenpar sendiri menargetkan kunjungan wisatawan mancanegara 20 juta orang, dua juta di antaranya dari Tiongkok," kata Dirjen lagi yang didampingi Kanselor Kebudayaan Kedubes RRT, Cin Hong Yuk.
Mengomentari Festival Payung Indonesia di Solo, Konselor Cin Hong Yuk, menyatakan, fungsi payung yang lebih penting bisa mendorong ekonomi di sentra-sentra industri. Dia berjanji, kalau agenda tersebut diteruskan, dia akan melibatkan para perajin payung Tiongkok untuk berpartisipasi sekaligus mempromosikan kepada masyarakat Tiongkok.
"Setiap tahun, wisatawan RRT yang ke luar negeri rata-rata 100 juta orang dan yang ke Bali saja mungkin lebih satu juta. Kalau ada festival payung yang juga populer di Tiongkok, wisatawan pasti akan suka berkunjung ke Indonesia," jelasnya.
Sementara itu, Heri Wisnu, seorang perajin payung asal Kec.Juwiring, Kab Klaten, mengungkapkan, di Juwiring pada tahun 1950-an ada 300-an perajin, namun kini tinggal 11 perajin di Desa Tanjung, Kwarasan dan Kenaiban.
Meskipun pada tahun 1980-an payung Juwiring pernah diekspor ke Australia, kini produksinya hanya untuk konsumsi lokal dan dijual dengan harga murah.
"Harapan para kami kerajinan payung Indonesia dapat merambah mancanegara lain," kata perajin generasi ketiga yang mewarisi tradisi membuat payung dari punggawa Keraton Surakarta itu.
Agenda acara festival selama tiga hari itu, setelah pembukaan dengan pagelaran seni pertunjukan Tari Payung Tasik, juga digelar fashion show payung, pameran pasar payung, workshop kreasi payung, payung painting dan sebagainya.
Seniman serba bisa Endah Laras akan mengiringi Tari Payung Tasik dengan lagu ciptaannya "Payung Nusantara".
Sumber: http://www.pikiran-rakyat.com