Solo, Jateng - Di bulan Suro menurut penanggalan Jawa yang bagi masyarakat Jawa merupakan bulan keramat dan bertepatan dengan bulan Muharam Hijriyah, Rabu (27(10/2015), Museum Radya Pustaka Solo menggelar ritual jamasan pusaka dan "ngisis wayang" atau mengangin-anginkan wayang kulit.
Sebanyak 21 pusaka terdiri dari keris, tombak, parang, pedang dan lain-lain dan yang berusia paling tua peninggalan kerajaan Pajajaran dan Mataram dijamas atau dimandikan.
Jumlah pusaka yang dijamas pada bulan Suro tahun 1949 Jimawal ini, menurut Ketua Komite Museum Radya Pustaka, Subagyo Purnomo, lebih sedikit dibanding tahun lalu yang mencapai lebih 60 buah. Di antara penyebabnya, banyak kolektor pusaka tahun lalu ikut jamasan di museum saat ini mengadakan jamasan sendiri-sendiri.
"Sebanyak 21 pusaka yang dijamas tersebut hanya sebagian kecil dari koleksi Museum Radya Pustaka yang berjumlah 500 lebih. Pusaka yang dijamas termasuk kualitas atas sehingga diprioritaskan. Sebab kalau tidak dijamas setiap tahun bisa rusak termakan karat," jelasnya.
Ketua II Komite Museum Radya Pustaka, Sanyoto mengungkapkan, ritual jamasan pusaka tahun ini bersamaan dengan ulang tahun Museum Radya Pustaka yang ke-125. Selain pusaka peninggalan kerajaan Pajajaran dan Mataram, katanya juga dijamas pusaka yang berasal dari kerajaan Bali dan dari Majapahit.
Empu keris yang bertugas nmemimpin ritual jamasan, Mas Ngabehi Daliman Puspo Budoyo, menjelaskan, semua pusaka koleksi Museum Radya Pustaka merupakan pusaka asli karya para empu masa lampau. Pernyataan ini sekaligus membantah tudingan yang menyatakan, pusaka koleksi museum tersebut telah dipalsukan.
“Semua pusaka di museum asli, tidak ada yang palsu,” ungkap Daliman yang juga menjabat Dewan Kurator Museum Keris.
Jamasan keris yang merupakan ritual tahunan setiap bulan Suro, katanya, bertujuan membersihkan pusaka sekaligus mengembalikan pamor yang biasanya tertutup karat. Proses jamasan dengan berbagai ramuan, termasuk warangan untuk menampakkan pamor rata-rata memakan waktu sekitar 10 hari.
Di bulan Suro yang disebut komunitas Museum Radya Pustaka sebagai "bulan budaya", selain melaksanakan berbagai ritual seperti jamasan pusaka dan mengeluarkan empat peti wayang kulit untuk diangin-anginkan, juga diadakan kajian naskah-naskah kuna, di antaranya "Serat Dajjal" dan lain-lain.
Sumber: http://www.pikiran-rakyat.com