Lombok Tengah, NTB - Banyak cara yang dilakukan pria untuk membuktikan kejantanan. Bagi pria Suku Sasak, melakukan Tari Peresean adalah caranya. Dua orang petarung baku pukul, membuktikan diri siapa yang paling jantan di antara mereka.
Tari ini disuguhkan kepada pengunjung yang datang untuk menghormati tamu sekaligus memperkenalkan seni tari khas Suku Sasak.
"Tari Peresean ini biasanya dilakukan oleh para pria Suku Sasak untuk melatih kejantanan. Tapi bisa juga untuk meminta hujan. Tergantung niatnya," kata Hariyadi, pemandu yang menemani detikTravel berkeliling desa Sade beberapa waktu lalu.
Tari Peresean dilakukan oleh dua orang pria Suku Sasak yang sudah dewasa. Kedua petarung ini dipersenjatai dengan tongkat pemukul yang terbuat dari bilah rotan. Untuk melindungi tubuh, para petarung yang disebut pepadu akan menggunakan tameng yang terbuat dari kulit kerbau yang cukup tebal. Perisai ini disebut dengan Ende.
Selain kedua pepadu, ada juga wasit yang disebut sebagai pakembar. Jumlahnya dua orang juga, yaitu Pakembar Sedi (wasit pinggir) dan Pakembar Teqaq (wasit tengah). Fungsi wasit ini adalah untuk mengawasi jalannya pertandingan, termasuk memisahkan kedua pepadu apabila pertarungan berjalan terlalu serius. Pakembar juga bertugas memeriksa kesanggupan para pepadu untuk melanjutkan pertarungan, serta memilih petarung dari kerumunan penonton.
Biasanya Tari Peresean akan dihentikan apabila salah satu dari kedua petarung berdarah atau menyatakan kalah. Namun berhubung kali ini hanya untuk menyambut tamu dan mengenalkan seni tari tradisional asli Suku Sasak, pertarungan akan dihentikan apabila wasit pertandingan menyatakan waktu pertarungan telah usai.
"Tradisi ini sudah lama dilakukan oleh para Pria suku Sasak. Sejak abad ke-13, sejak zaman nenek moyang kita dulu. Pria suku Sasak akan dianggap jantan apabila menang tarung Peresean," tutur Hariyadi.
Tradisi Peresean sudah berlangsung secara turun temurun hingga sekarang. Masyarakat setempat pun menganggap tari ini cukup keramat dan tidak bisa dilakukan sembarangan. Tari Paresean harus dilakukan oleh pria suku Sasak yang sudah cukup umur. Pepadu alias petarung dipilih oleh para Pakembar secara acak dari kerumunan penonton.
Selama tari Peresean berlangsung, akan diiringi dengan musik gamelan khas dari Lombok. Bunyinya begitu menghipnotis, penonton seakan dibuat larut dalam suasana pertarungan. Jantung pun dibuat berdegup kencang saat melihat kedua pepadu adu pukul dengan tongkat rotan.
Praakk.. Prakk.. Kedua Pepadu saling pukul dan tangkis dengan tameng yang dibawanya. Seru bercampur ngeri!
Uniknya, setelah tarung Peresean usai para pepadu yang sebelumnya tampak adu pukul, langsung berpelukan dengan lawannya. Ini menandakan pertarungan telah selesai dan tidak ada dendam yang dibawa di luar arena pertandingan. Satu hal yang patut dicontoh oleh generasi muda, jangan jadi generasi yang pendendam.
Sumber: http://travel.detik.com