Salan satu kawasan bersejarah yang tak pernah luput dari ingatan adalah Kutai Lama. Wilayah yang saat ini menjadi salah satu desa di Kecamatan Anggana, Kabupaten Kukar itu, dikenal dengan sejarah Kerajaan Hindu-Budha yang pertama di Indonesia.
Menginjakkan kaki di Desa Kutai Lama, seakan berada di sebuah desa terpencil. Lokasinya yang jauh dari perkotaan membuat kawasan itu hingga saat ini masih jarang dihuni oleh penduduk.
Namun bagi sejumlah orang, Kutai Lama menjadi tempat kramat alias penuh dengan naunsa mistik. Maka tak heran bila kawasan itu menjadi salah satu obyek wisata ziarah bagi sejumlah warga baik dari Kaltim maupaun dari luar Pulau Kalimantan.
Sedikitnya ada tiga makam yang menurut warga sekitar sebagai makam kramat. Yakni makam Sultan Aji Mahkota, makam Sultan Aji Dilangga dan Makam Tunggang Parangan. Ketiga makam tersebut berada di lokasi yang tak berdekatan. Masing-masing memiliki memiliki cerita sejarah terkait dengan Kerajaan Kutai.
Sultan Aji Dilanggar adalah putra dari Aji Raja Mahkota yang memerintah Kerajaan Kutai sejak 1525 hingga 1589. Setelah dewasa, Aji Dilanggar yang memiliki nama lain Aji Gendung bergelar Meruhum Aji Mandaraya, menggantikan posisi ayahnya sebagai sultan di Kerajaan Kutai.
Kepemimpinannya sejak tahun 1589 hingga 1605 berperanguh bagi penyebaran agama Islam di Kerajaan Kutai. Bahkan Aji Dilanggar adalah raja Islam pertama di Kutai yang membangun langgar.
"Saat kepemimpinannya, Sultan Aji Dilanggar gencar menyebarkan agama Islam di Kerajaan Kutai, khususnya di kawasan Kutai Lama," ungkap Tisna seorang, staf Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Kaltim.
Perjuangan Sultan Aji Dilanggar dalam menyarkan agama Islam ternyata tak sendiri. Seorang Mubaliq asal Minangkabau bernama Tuan Ribadang dan Tuan Tunggang Parangan yang hijrah ke Makassar hingga akhirnya pindah ke Kerajaan Kutai, membantu sang sultan untuk menyiarkan agama Islam.
"Tunggang Parangan adalah seorang mubaliq yang membantu Sultan Aji Dilanggar dalam menyebarkan agam Islam di Kerajaan Kutai. Maka jasanya sangat besar di kerajaan saat itu," ulasnya.
Sejak saat itulah, masyarakat Kerajaan kutai yang sebelumnya banyak memeluk agama Hindu-Budha dan animisme, beralih ke agama Islam dan mulai menjalankan sejumlah syariat agama Islam.
"Tiga makam yang ada di Kutai Lama ini adalah salah satu riwayat penyebaran agama Islam di Kerajaan Kutai," tuturnya.
Hingga saat ini, makam tersebut masih ramai dikunjungi oleh para pelancong. Menurut penuturan warga sekitar, peziarah yang datang ke makam tersebut tak hanya dari Samarinda dan sekitarnya saja. Banyak juga yang berasal dari luar daerah.
Bahkan tak jarang turis asing sengaja datang ke makam tersebut untuk melihat secara langsung keberadaan makam dan mengulas kembali potensi sejarah di Kutai Lama.
"Rata-rata dalam satu minggu, ratusan orang yang berziarah. Ada yang dari Samarinda, Balikpapan bahkan ada yang dari Jawa. Bermacam-macam maksud mereka datang ke makam ini. Terkadang ada juga yang bawa sesajen," ungkap Idris, seorang warga sekitar.
Namun sangat disayangkan pengelolaan 3 makam yang saat ini menjadi salah satu obyek wisata nampaknya tak dilakukan secara maksimal. Sehingga terkesan seperti makam biasa saja dan tak memiliki daya tarik wisata. (Bagus Susanto/Habis)
Sumber: http://www.sapos.co.id