Pameran Purwa Rupa Angklung 18-27 November

Jakarta - Untuk menyambut dikukuhkannya angklung sebagai warisan budaya Indonesia oleh UNESCO pada 15 November 2010, Bentara Budaya menggelar Pameran Purwa Rupa Angklung Indonesia pada 18-27 November 2010.

"Pameran berlangsung pada 18 November hingga 27 November dengan menampilkan sejarah angklung dalam tiga bagian, yaitu angklung tradisi, angklung masa kini dan angklung masa depan," tulis siaran pers Bentara Budaya Jakarta, hari ini.

Pada bagian Angklung Tradisi akan dihadirkan 12 jenis angklung tradisi dari berbagai komunitas adat se-Indonesia, a.l. angklung berusia 200 tahun lebih.

Pada segmen Angklung Masa Kini dikenal seorang tokoh yang berjasa besar bagi berkembangnya angklung, yaitu Daeng Soetigna, yang sejak 1938 mengubah bentuk dan fungsi angklung dari fungsi ritual dengan nada pentatonik menjadi fungsi pendidikan dengan nada diatonik kromatik. Angklung peninggalan Daeng yang pertama kali dibuat akan dipamerkan.

Sedangkan pada bagian Angklung Masa Depan, Saung Angklung Udjo bersama Bank Mandiri menggagas kompetisi desain inovatif angklung. Dalam perhelatan ini diharapkan akan muncul inovasi baru dalam hal desain angklung.

Alat musik angklung merupakan rumpun kesenian yang memakai bahan baku bambu dari Jawa Barat. Jenis bambu yang dipakai biasanya adalah awi wulung (bambu berwarna hitam) dan awi temen (bambu berwarna putih). Setiap nada yang dihasilkan dari bunyi tabung bambu yang berbentuk wilahan dari ukuran kecil, sedang, hingga besar, akan membentuk irama lagu yang mengasyikkan.

Asal muasal terciptanya musik angklung tak bisa dilepaskan dari pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi sebagai makanan pokok, yang melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi, pemberi kehidupan.

Kendati muncul pertamakali di daerah Jawa Barat, angklung dalam perkembangannya menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatra.

Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, a.l. ditandai dengan penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana.

Sejak 1966, seorang tokoh angklung Udjo Ngalagena mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog, salendro, madenda dan mulai mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas.(er)

-

Arsip Blog

Recent Posts