Semarang, Jawa Tengah - Puncak perayaan peringatan ke-604 kedatangan Laksamana Cheng Ho atau Sam Poo Kong di Semarang berlangsung meriah dengan arak-arakan "abu kongco" (replika patung Sam Poo Kong) yang diiringi sejumlah barongsai. Serangkaian acara yang berlangsung tanggal 16-19 Agustus tersebut mengalami puncaknya saat “abu kongco” dari Kelenteng Agung Sam Poo Kong diarak menuju Kelenteng Tay Kak Sie Semarang, Rabu. "Sebelumnya, pada Rabu (18/8) sekitar pukul 00:00 WIB, `abu kongco` yang berasal dari Kelenteng Tay Kak Sie diarak menuju Kelenteng Agung Sam Poo Kong, dan sore harinya `abu kongco` dikembalikan lagi ke Tay Kak Sie," kata Ketua Panitia Perayaan, Sindhu Dharmali.
Menurut dia, prosesi arak-arakan membawa “abu kongco” sebenarnya harus dilakukan dengan berjalan kaki, namun saat ini “abu kongco” sudah diangkut menggunakan mobil baik saat menuju Kelenteng Agung Sam Poo Kong dan saat kembali ke Kelenteng Tay Kak Sie. "Prosesi arak-arakan dengan berjalan kaki baru dilakukan dalam sebagian rute pemulangan `abu kongco` menuju kelenteng Tay Kak Sie, tepatnya ketika memasuki kawasan Benteng Semarang," katanya.
Dalam arak-arakan yang berlangsung mulai dari kawasan Benteng Semarang menuju Kelenteng Tay Kak Sie tersebut, terlihat sejumlah kelompok kesenian barongsai berbagai daerah yang mengiringi, di antaranya dari Sasana Naga Sakti dan Darma Asih Semarang dan Sasana Kok Tek Kong Jepara. Sindhu mengatakan, perayaan peringatan kedatangan Laksamana Cheng Ho pada tahun ini dilakukan secara sederhana namun tetap tidak mengurangi antusias para peserta yang ingin mengiringi dan memeriahkannya.
Disinggung tentang ihwal perayaan tersebut, ia menjelaskan, tradisi unik itu bermula sejak pertengahan abad ke-19. "Saat itu, kawasan Simongan Semarang tempat Kelenteng Agung Sam Poo Kong berada dikuasai oleh tuan tanah bernama Johannes," katanya. Ia mengatakan, tuan tanah tersebut menetapkan tarif bagi orang-orang yang hendak melakukan pemujaan atau berziarah ke Kelenteng Agung Sam Poo Kong dengan harga yang "mencekik leher" dan memberatkan. "Karena banyak peziarah yang tidak mampu membayarnya, maka kegiatan pemujaan dipindahkan ke Kelenteng Tay Kak Sie yang terletak di kawasan Pecinan, dan dibuat sebuah replika patung menyerupai patung Sam Poo Kong yang berada di Kelenteng Agung Sam Poo Kong," katanya.
Replika patung tersebut, kata dia, kemudian diletakkan di dalam Kelenteng Tay Kak Sie untuk menggantikan patung yang sebenarnya, namun setiap tanggal 29 atau 30 pada bulan keenam penanggalan Imlek replika patung itu diarak menuju ke Kelenteng Agung Sam Poo Kong. Menurut dia, hal itu dilakukan dengan tujuan agar patung tiruan tersebut mendapatkan berkah dari patung Sam Poo Kong asli yang berada di Kelenteng Agung. "Akan tetapi, sekitar tahun 1879 kawasan Simongan dibeli oleh Oei Tjie Sien, dan mulai saat itu kegiatan pemujaan ziarah dan pemujaan tidak ditarik biaya sama sekali, namun prosesi itu dihidupkan lagi sekitar tahun 1930 dan bertahan hingga sekarang ini," kata Sindhu. (antara)
Sumber: http://www.antaranews.com/ (19 Agustus 2009)