Menonton Songket di Museum Nasional

Jakarta - Pameran kain tradisional Minangkabau di Museum Nasional, Jalan Merdeka Barat, Jakarta, menarik perhatian wisatawan nusantara dan mancanegara. Namun pameran dinilai kurang informatif, karena tidak adanya petugas yang bisa melayani pengunjung untuk menjelaskan dan menjawab tanya tentang materi yang dipamerkan.

"Minangkabau adalah etnik atau suku bangsa yang unik dengan hasil kebudayaan yang luar biasa. Bahkan tokoh-tokoh nasional banyak yang dilahirkan atau berasal dari Minangkabau. Sayang, pengunjung hanya mendapat informasi terbatas," kata Nadia Calestin, wisatawan asal Surabaya, Selasa (22/4) di Museum Nasional.

Hal senada juga dikemukakan pengunjung pameran lainnya. "Sumatera Barat adalah salah satu daerah penghasil kain tradisional yang sudah amat terkenal di dunia, yaitu kain songket. Sangat disayangkan, tak ada demonstrasi membuat kain songket dan penjelasan yang lebih detail dari petugas," ujar Grace.

Pengamatan Kompas, benda-benda kain tradisional yang dipamerkan antara lain berupa belasan selendang dengan beragam motif, pakaian pengantin, sarung bantal, dalamak, tutuik carano, ikek pinggang, puro pitih, uncang siriah, deta, takuluak, baju gadang, baju kulik tarok, kalung, dan Baju saten bajaik. Juga ada miniatur Rumah Gadang, dan rangkiang.

Informasi dari selebaran pameran menyebutkan, Pameran khusus tahun 2008 menampilkan kain tradisional Indonesia, dan tema yang dipilih pada pameran yang dibuka sejak 7 April 2008 dan berakhir 30 April 2008 itu adalah Pesona Kain Tradisional Minangkabau. Pameran kurang informatif karena tidak menyebutkan tahun dibuatnya pakaian tradisional yang dipamerkan.

Bagaimana keberadaan pohon tarok yang dulunya kulit pohon tersebut dibuat pakaian, apakah masih ada atau sudah punah. Lalu sejak kapan kegiatan warga masyarakat membuat baju dari kulit ini terhenti. Bahkan, pada salah satu boks yang memajang benda yang menjadi inspirasi, barang-barang yang dipamerkan dalam kondisi rusak, bercendawan, seperti kacang tanah, buah manggis, rebung, pakis (paku), ketupat sayur. Mestinya, yang dipajang tiruan yang dibuat mirip benda aslinya.

"Walaupun yang dipamerkan seadanya dan dengan penjelasan tertulis yang juga seadanya, setidak-tidaknya pengunjung dapat informasi sekilas. Namun, ke depan pameran harus dibuat lebih informatif, interaktif mungkin dilengkapi multimedia dan demonstrasi langsung proses tenun yang tradisional itu, dan sebagainya," kata Rozalina.

Sumber: www.kompas.com (22 April 08)
-

Arsip Blog

Recent Posts