Anwar Nasution: Saya Tak Membidani Kelahiran Bank Century

SUDAH hampir setahun Bank Century kolaps dan diambil alih Lembaga Penjamin Simpanan. Bank Century pun telah ”lenyap”, bersulih nama menjadi Bank Mutiara. Namun banyak persoalan terkait bank swasta eks milik Robert Tantular ini tak kunjung benderang. Dari soal keputusan penggabungan Bank CIC, Danpac, dan Pikko menjadi Century pada Desember 2004, hingga ke mana dana Rp 6,76 triliun yang disuntikkan ke bank itu mengalir.

Semua persoalan itu kini menjadi obyek audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan. Hasil audit sementara telah diserahkan BPK ke Dewan Perwakilan Rakyat. Ketua BPK Anwar Nasution pun sudah angkat bicara. ”Bank ini cacat sejak lahir hingga akhirnya diselamatkan oleh pemerintah,” katanya.

Komentarnya itu berbuntut panjang. Menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Rochadi, kelahiran Century justru tak lepas dari tangan Anwar kala menjabat Deputi Gubernur Senior BI.

Sumber Tempo bahkan mengatakan Anwar ikut merestui rencana masuknya sejumlah investor baru ke Century. Salah satunya Rafat Ali Rizvi, pemilik Chinkara Capital Ltd. kelahiran Pakistan, yang kini buron. Anwar disebut-sebut yang pertama kali membawa nama Rafat ke dalam rapat Dewan Gubernur BI pada 27 November 2001.

Terhadap berbagai sinyalemen itu, Anwar membantah. Kepada Metta Dharmasaputra, Padjar Iswara, Arif Firmansyah, Sapto Pradityo, dan Maulana Reza dari Tempo, yang menemuinya di kantornya, Jumat pagi pekan lalu, ia menyatakan tak lagi turut campur saat merger berlangsung karena sudah lengser dari bank sentral.

Anda disebut ikut membidani kelahiran Bank Century ketika menjabat Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Tanggapan Anda?

Saya sangat menyesalkan opini yang terbangun di media soal peran saya yang dianggap membidani kelahiran Bank Century. Berita ini cenderung tendensius karena kalian memilih kata ”membidani”. Memang benar, proses merger Bank CIC, Bank Pikko, dan Bank Danpac terjadi saat saya menjabat Deputi Gubernur Senior BI. Tapi, harus diingat, proses itu belum apa-apa. Century baru resmi berdiri setelah saya pensiun dari BI.

Saya menjabat Deputi Gubernur Senior BI sejak Juli 1999 hingga Juli 2004. Izin merger Bank CIC, Bank Pikko, dan Bank Danpac dikeluarkan pada 6 Desember 2004. Artinya, izin merger keluar enam bulan setelah saya pensiun. Jadi, dari mana saya disebut membidani kelahiran Century? Ini ada orang yang ingin melempar tanggung jawab ke orang lain karena tak mampu mengawasi bank dengan baik.

Apa peran Anda dalam rapat Dewan Gubernur BI yang membahas merger tiga bank itu?

Sejak sebelum dimerger, ketiga bank ini memang sudah bermasalah. Dalam rapat Dewan Gubernur pada 27 November 2001 yang dipimpin Gubernur BI Syahril Sabirin, dibahas apakah tiga bank ini harus ditutup atau tidak karena berbagai pelanggaran yang mereka lakukan. Mereka melanggar batas maksimum pemberian kredit, kekurangan modal, kualitas aktiva dan manajemennya buruk, ditambah pelanggaran yang dilakukan pemilik dan pengurusnya. Jadi, rekam jejak mereka memang tidak bagus. Melihat pelanggaran itu, saya usulkan bank-bank ini lebih baik dibubarkan. Tapi direktur yang mengawasi bank tersebut mengatakan lebih baik digabung saja supaya BI bisa lebih ketat mengontrol dan mengawasi pemiliknya.

Bagaimana sikap Anda setelah mendapat penjelasan itu?

Saya kembali bertanya, apa benar jika tiga bank itu digabungkan bisa lebih baik. Tapi direktur yang mengawasi bank itu dengan pasti mengatakan bisa lebih baik, asalkan dikontrol ketat plus sejumlah persyaratan. Apalagi direktur ini mengatakan pemiliknya, Chinkara Capital milik Rafat Ali Rizvi, berjanji memperbaiki bank-bank itu, memenuhi persyaratan modalnya, dan tak melakukan pelanggaran. Baru setelah ada tiga syarat itu Dewan Gubernur menyetujui penggabungan.

Benarkah Anda yang mengenalkan nama Rafat Ali Rizvi dalam rapat Dewan Gubernur tersebut?

Tidak benar sama sekali. Saya baru tahu Rafat Ali dari pemeriksa bank lewat perantara deputi gubernur. Dia memastikan Rafat sudah lulus uji kepatutan dan kelayakan. Semua ini ada di notulensi rapat Dewan Gubernur. Saya tak mengenal Rafat secara pribadi. Jadi tak benar saya mempromosikan Rafat.

Apa hasil rapat Dewan Gubernur saat itu?

Secara prinsip, rapat menyetujui rencana akuisisi Bank CIC, Bank Pikko, dan Bank Danpac oleh Chinkara Capital. Pada saat itu juga rapat menugasi pengawas bank mengkoordinasi penelitian kepemilikan saham dan kemungkinan adanya pelanggaran hukum.

Bagaimana dengan rapat Dewan Gubernur pada April 2004? Benarkah Anda yang memimpin rapat?

Saya memang memimpin rapat yang diikuti tiga deputi gubernur yang berada di bawah koordinasi saya. Rapat ini juga diikuti pemilik ketiga bank yang mengajukan permohonan merger. Kepada pemilik bank ini, kami minta mereka segera memenuhi komitmennya, yakni menambah modal, menempatkan dana pada rekening penampungan di Bank CIC, dan mengajukan rencana merger dengan jadwal yang jelas. Rafat minta waktu satu minggu untuk menyetor dana ke rekening penampungan. Dia juga minta waktu membahas proposal merger, dan paling lambat diserahkan pada Oktober 2004.

Nah, tiga hari sebelum masa jabatan saya berakhir, direktorat yang mengawasi ketiga bank itu melaporkan penemuan rekayasa keuangan oleh Bank Pikko dan pelanggaran batas maksimum pemberian kredit di Bank CIC.

Apa yang Anda lakukan setelah menerima laporan?

Karena merger ketiga bank ini diputuskan Gubernur, proses merger tetap dilanjutkan. Sebagai jalan keluarnya, direktur yang bersangkutan mengusulkan supaya BI memberikan toleransi. Toleransi pertama adalah aktiva yang macet tak digolongkan sebagai aktiva macet sampai tanggal jatuh temponya, sehingga bank hasil merger bisa memenuhi persyaratan rasio kecukupan modal (CAR) delapan persen. Dalam masa tenggang ini, diharapkan ada pemodal baru yang masuk. Toleransi kedua, penundaan uji kepatutan terhadap pemilik bank.

Kalau sudah mengetahui ada rekayasa itu, kenapa Anda tidak mengusulkan merger dibatalkan?

Merger ini merupakan keputusan Gubernur BI yang harus dijalankan. Apalagi BI sudah memberikan toleransi sehingga proses penggabungan ketiga bank ini tetap dilanjutkan. Tiga hari setelah ditemukan rekayasa laporan keuangan itu, saya pensiun. Jadi, apa yang terjadi dengan proses selanjutnya, saya sudah tak mengikuti lagi, termasuk realisasi pemberian toleransi itu.

Apakah temuan itu yang membuat Anda mengatakan Bank Century sudah cacat sejak lahir?

Coba lihat semua sejak awal, ketiga bank ini memang bermasalah. Setelah diberi toleransi, apakah ada realisasi dari toleransi itu? Saya tak bisa lagi mengontrol karena sudah tak menjabat di BI. Saya tak bisa dimintai pertanggungjawaban atas implementasi komitmen yang diberikan Rafat karena saya sudah tidak di BI. Seharusnya janji-janji itu terus ditagih. Kondisinya dicek dan dicek terus.

Secara pribadi, Anda setuju dimerger atau dibubarkan?

Sudah saya tanyakan apakah benar kalau tiga bank ini dimerger akan bisa lebih baik. Direktur yang menangani pengawasan bank kan sudah menyatakan bisa lebih baik. Ketika saya pensiun, proses merger itu terus berjalan. Apakah pemilik bank benar-benar menjalankan komitmennya, itu tanggung jawab BI.

Jadi, Anda mempersoalkan pengawasan BI atas komitmen itu?

Keterangan Budi Rochadi (Deputi Gubernur BI) tentang peran saya itu menyesatkan. Seharusnya dia yang secara langsung bertanggung jawab terhadap lemahnya pengawasan di Century sejak Century berdiri pada 28 Desember 2004 sampai diambil alih Lembaga Penjamin Simpanan pada November tahun lalu. Kok, pelanggaran-pelanggaran itu terus dibiarkan.

Budi seharusnya juga mengetahui kualitas informasi yang dipasok BI ke Komite Stabilitas Sistem Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan sehingga biaya penyelamatan Century bisa naik 10 kali lipat menjadi Rp 6,76 triliun. Fasilitas pinjaman jangka pendek untuk Century yang tidak dijamin dengan kolateral berkualitas tinggi itu seperti menebar uang rakyat dari helikopter untuk segelintir orang saja. Lha, mereka ini bukan kaum duafa.

Bukankah berbagai kebobrokan Bank CIC sudah terjadi sejak 2002 (Tempo, 1 September 2002), saat Anda menjabat Deputi Gubernur Senior? Kenapa terus dibiarkan hidup, bahkan dipersiapkan merger?

Ya itulah, memang banyak kelemahan di Bank Indonesia.

Proses merger menjadi salah satu poin yang akan diaudit oleh auditor Badan Pemeriksa Keuangan. Anda siap untuk diperiksa?

Kalau memang audit sampai ke proses merger dan keterangan saya diperlukan, saya tidak keberatan diperiksa. Silakan saja, termasuk siapa saja yang ikut dalam rapat-rapat pembahasan merger tiga bank itu.

Apakah auditor BPK tidak risi karena posisi Anda?

Tidaklah. Auditor BPK tetap akan memeriksa siapa saja yang keterangannya diperlukan untuk kebutuhan audit. Fokus audit investigasi ini tetap pada ke mana aliran dana penyelamatan itu dan digunakan untuk apa saja. Itu yang utama.

Apakah audit BPK tak akan menyentuh kebijakan penyelamatan Century yang diambil pemerintah?

Soal kebijakan pemerintah, itu bukan wewenang kami. DPR juga menanyakan apakah Perpu Jaring Pengaman Sistem Keuangan (yang dijadikan dasar penyelamatan) itu sah atau tidak. Kami jawab, itu bukan tugas kami, tapi itu porsi Mahkamah Agung.

Berarti yang diaudit bagaimana proses pengambilan keputusannya?

Benar. Kenapa ongkosnya bisa naik sepuluh kali lipat? Apa saja indikator yang dipakai?

Apakah laporan audit sementara yang beredar di media itu benar-benar sesuai dengan hasil audit BPK?

Yang bertanya ke BPK itu DPR. Jadi kami hanya menjawab langsung ke DPR.

Apakah dalam laporan sementara itu semua pihak sudah diverifikasi?

Verifikasi sudah dilakukan. Yang belum diketahui ke mana larinya duit itu. Itu kan butuh waktu. Sampai nanti saya pensiun juga belum tentu diketahui ke mana saja uang itu. Waktu kasus Bank Bali, perlu bertahun-tahun dan dana yang tak kecil untuk melacak duitnya.

Kisruh Century ini seperti menguatkan kesan perseteruan BPK dan BI….

Tidak ada perseteruan itu. Saya tidak mengarah-arahkan temuan itu.

Tapi muncul kesan di BI bahwa dalam kasus suap dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia milik BI ke DPR ada ketidakadilan karena Anda seharusnya juga dinyatakan bertanggung jawab secara kolegial….

Betul (keputusan bersifat) kolegial. Tapi, kalau you dikasih informasi salah, lalu mengambil keputusan salah, masak ikut bertanggung jawab? Hanya karena Anda ada di situ, masak Anda pasti terlibat?

Jadi, prinsip kolegial tak berlaku karena Anda merasa tak mendapat informasi yang benar?

Bagaimana bisa berlaku? Anda ditipu, kok. Saya hanya setuju uang Yayasan dipakai untuk keperluan sosial. Tapi saya tak mendapatkan laporan uang itu untuk apa saja. Apakah saya harus ikut bertanggung jawab?

Bukankah alasan tak mendapatkan informasi yang benar juga dikemukakan Burhanuddin Abdullah karena baru dua pekan menjabat Gubernur BI? Tapi kenyataannya dia diputus bersalah?

Tidak tahulah. Tanya saja pengadilan.

BIODATA

Nama Lengkap: Anwar Nasution

Lahir: Sipirok, Sumatera Utara, 5 Agustus 1942

Pendidikan:

Sarjana, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (1968)
Master in Public Administration, Harvard University, AS (1973)
Doktor bidang Ekonomi, Tufts University, AS (1982)
Pekerjaan:

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (1964)
Tenaga Perbantuan Direktorat Jenderal Moneter Departemen Keuangan (1968)
Konsultan Ekonomi Bank Indonesia (1982)
Deputi Gubernur Senior BI (1999)
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (2004)
Sumber : Majalah Tempo, Senin, 12 Oktober 2009
-

Arsip Blog

Recent Posts