Tanahdatar, Sumbar - Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ibu Negara Ani Yudhoyono tidak jadi menandatangi prasasti peresmian Istano Basa Pagaruyung, di Kabupaten Tanahdatar. Protokoler kepresidenan hanya mengagendakan SBY datang ke Pagaruyung untuk peninjauan. Sedangkan penandatanganan prasasti dilaksanakan pada puncak peringatan Hari Pangan Sedunia di Padang pada 31 Oktober. “Sejak awal, direncanakan Pagaruyung ini akan diresmikan presiden, tapi tidak dapat terlaksana sebagaimana mestinya. Presiden dan ibu negara hanya mampir untuk peninjauan usai meninjau kelok sembilan,” ungkap Bupati Tanahdatar Shadiq Pasadigue di sela-sela acara menaiki rumah gadang, pelantikan pengurus LKAAM dan bundo kanduang Tanahdatar di Pagaruyung, kemarin.
Menurut Shadiq, ini merupakan kebijakan protokol kepresidenan RI, yang kurang peduli dengan aspirasi masyarakat Sumbar. Shadiq memaparkan, keberadaan Istano Basa Pagaruyung dapat menjadi inspirasi generasi Minangkabau di manapun berada. Digunakan sebagai salah satu objek wisata Sumbar yang diharapkan menjadi pusat pengembangan dan pendidikan pelestarian adat, seni dan budaya di daerah.
Pada kesempatan ini hadir Wakil Gubernur Muslim Kasim selaku Ketua Panitia Pembangunan Kembali Istano Basa Pagaruyung, Ketua LKAAM Sumbar Sayuti Dt Panghulu Basa, Kepala Kesbangpol Sumbar Irvan Chairul Ananda, Keturunan Kerajaan Pagaruyung Taufik Thaib, serta beberapa utusan dari Malaysia.
Muslim Kasim mengatakan, hampir enam tahun ditunggu, akhirnya pembangunan kembali Istano Basa Pagaruyung pascaterbakar, bisa diselesaikan. “Masih teringat jelas bagaimana awal tanda dimulainya pembangunan ini dengan prosesi acara batagak tonggak tuo oleh bapak Wapres Jusuf Kalla ketika itu,” ungkap Muslim Kasim.
Awalnya bangunan ini direncanakan selesai 3 tahun, ternyata menjadi 5 tahun, karena keunikan bangunan dan bahan bangunan mendasar seperti material, kayu dan ijuk yang dipasok dari hutan-hutan di berbagai lokasi di Sumbar. Begitu juga pengadaan interior benda-benda kuno bersejarah yang hampir semuanya ditelusuri dari barbagai kawasan di Nusantara, bahkan negara tetangga. Aset-aset bersejarah itu ludes terbakar tahun 2007.
“Mengingat peristiwa kebakaran yang sudah berulangkali, maka upaya yang telah dilakukan untuk merawat bangunan Istano Basa Pagaruyung ini adalah membentuk Badan Pengelola khusus. Istano ini juga sudah diasuransikan di Asuransi Wahana Tata dan bangunan dilengkapi hydrand untuk pemadam kebakaran serta penangkal petir,” jelas Muslim Kasim.
Muslim Kasim juga menyampaikan, pembangunan kembali Istano Basa Pagaruyung telah menelan biaya sekitar Rp 20 miliar. Sumbernya, klaim asuransi kebakaran 17 persen, sumbangan masyarakat 40 persen, sumbangan bupati dan wali kota se-Sumbar 20 persen, dan APBD Sumbar 22,5 persen. Sementara bantuan material, semen yang digunakan 100 persen dari PT Semen Padang dan kayu bantuan dari Kementerian Kehutanan.
Dia berharap peranan Istano Basa Pagaruyung sebagai pusat tempat tinggal keluarga kerajaan Minangkabau akan dapat difungsikan di Tanahdatar sebagai Luhak Nan Tuo dan menjadi pedoman bagi luhak yang lainya di Minangkabau.
Kontruksi bangunan yang berbeda dengan rumah tinggal masyarakat biasa, merupakan bukti nyata peranan adat dalam mempersatukan kepentingan, inspirasi untuk menciptakan iklim dan kehidupan yang damai, adil dan harmonis di bawah suatu kepemimpinan rumah gadang.
“Keberadaan bangunan Istano Basa Pagaruyung ini, menjadi simbol dan semangat kita untuk melestarikan nilai-nilai sejarah, seni dan budaya Minang,” harapnya.
Sumber: http://padangekspres.co.id