Ketua Dewan TI Huguette Labelle: Kami Melawan Pelemahan KPK

STAFNYA menjuluki Ketua Dewan Transparency International ini ”Margaret Thatcher di lembaga internasional antikorupsi”. Sikapnya yang tegas dan suaranya yang lantang memang sering mengingatkan orang pada bekas Perdana Menteri Inggris itu.

Di usia 70, Huguette Labelle masih bersemangat berkeliling Asia dan Afrika, mengkampanyekan gerakan antikorupsi. Dari rumahnya di Kanada, penggemar berkebun mawar itu menyeberang samudra menuju kantornya di Berlin, Jerman, pada awal pekan, dan terbang lagi pada hari berikutnya ke negara lain untuk menyemangati para anggota Transparency International, atau melobi para bankir dan akuntan untuk bekerja sama memberantas korupsi.

Dua tahun lalu, misalnya, dalam konferensi internasional Transparency International di Bali, ia mengajak seluruh anggota Transparency dari 90 negara mendorong negara mereka menandatangani Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Melawan Korupsi (United Nations on Convention Against Corruption). Labelle memimpin lembaga ini sejak 2005.

Belakangan, perhatian perempuan yang pernah menjadi deputi di beberapa pos kementerian pada beberapa kabinet pemerintah Kanada itu tertuju pada Indonesia. Ia gundah menyaksikan Komisi Pemberantasan Korupsi diobok-obok oleh para politikus dan polisi. Labelle cemas akan penonaktifan dua pemimpin Komisi dan rancangan undang-undang pengadilan korupsi yang ingin menggergaji kewenangan Komisi sebagai garda depan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Labelle pun mengirim surat keprihatinan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 10 Agustus lalu. Transparency International meminta Yudhoyono bertindak terhadap pelemahan Komisi. ”Pada saat kampanye dia berjanji menguatkan lagi Komisi dan menjaga tetap independen,” katanya.

Transparency merupakan lembaga yang mengkampanyekan gerakan antikorupsi dengan mendorong setiap negara memiliki lembaga permanen antikorupsi. Lembaga ini juga selalu mengingatkan tingkat persepsi korupsi setiap negara dan kemajuannya dalam pemberantasan korupsi di masyarakat.

Di tengah kunjungannya ke beberapa negara di Asia, Labelle menjawab pertanyaan Yophiandi dari Tempo melalui beberapa surat elektronik pada pertengahan hingga akhir September lalu.

Apa yang membuat Anda mengirim surat kepada Presiden Yudhoyono?

Transparency International menyaksikan Komisi Pemberantasan Korupsi, yang sebenarnya sudah kuat belakangan ini, mendapat tantangan yang sangat hebat. Banyak perkembangan positif yang sudah dicapai lembaga ini hendak dikebiri dengan cara memereteli kewenangannya. Kami khawatir munculnya ancaman besar terhadap lembaga ini pada beberapa bulan terakhir. Lembaga permanen ini hendak dibuat jadi temporer lagi, dengan kekuatan yang semakin berkurang. Ini alasan kami mengirim surat kepada Presiden Yudhoyono, sebagai bentuk dukungan kepada Komisi. Ini bentuk peran penting masyarakat internasional agar pemberantasan korupsi tetap berlangsung.

Bagaimana Anda melihat peran Komisi selama tujuh tahun berdiri?

Saya melihat Komisi mengalami perkembangan signifikan dalam memberantas korupsi. Ini menarik, karena Komisi berjaya di tengah kondisi banyaknya tantangan berat bagi aksi pemberantasan korupsi. Ketika Komisi dibentuk, saya melihat pemerintah Indonesia sangat serius melaksanakan reformasi di bidang pemberantasan korupsi. Apalagi pemerintah juga menandatangani Perjanjian Internasional Antikorupsi. Ini patut mendapat apresiasi. Peran yang dimainkan Komisi terbukti kemudian membuat Indonesia memimpin dalam aksi ini secara regional dan internasional.

Seberapa efektif surat Anda menghentikan pihak-pihak yang ingin melucuti kewenangan Komisi?

Begini. Tindakan ini sangat penting agar pihak-pihak yang ingin melucuti kewenangan Komisi tahu bahwa ada perlawanan terhadap mereka. Ini juga dukungan buat personel Komisi dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi bahwa kerja mereka diakui secara internasional serta penting dilanjutkan. Selama lima tahun pertama, Presiden Yudhoyono memberikan komitmen pada pemberantasan korupsi. Pada saat kampanye, dia juga berjanji pada periode kedua pemerintahannya akan meneruskan kebijakan antikorupsi, mendukung Komisi sebagai lembaga yang kuat dan independen.

Dari beberapa pihak yang ingin melemahkan peran Komisi, menurut Anda, mana yang paling berbahaya?

Setiap pihak punya potensi melemahkan perjuangan melawan korupsi di Indonesia. Mereka (politikus legislatif) bisa mendegradasi peran Komisi dengan undang-undang baru yang sedang dirancang. Ini sebetulnya yang paling sistemik mengancam kinerja Komisi.

Bagaimana dengan polisi, yang sudah mengumumkan tersangka dua pemimpin Komisi setelah Antasari Azhar?

Polisi juga sangat bisa melemahkan Komisi dengan mengumumkan para petingginya sebagai tersangka. Ini berarti mereka hendak menjatuhkan kredibilitas lembaga ini. Meski begitu, kasus-kasus yang bersifat individual (seperti Antasari Azhar) jangan sampai melemahkan peran penting lembaga ini. Maka, walau ada pimpinan lembaga ini yang disangka terlibat kasus kriminal ataupun dikriminalisasi, Komisi sebagai lembaga harus tetap ada. Tentu dengan mandat dan kekuasaan yang sama dengan sebelumnya.

Menurut Anda, apakah Presiden Yudhoyono terkesan membiarkan Komisi dilemahkan?

Kami yakin Presiden Yudhoyono tak akan diam. Kami sangat berharap dia menunjukkan peran politiknya untuk menjamin komitmen antikorupsinya dengan kekuatan yang sama seperti periode lalu. Ini penting agar dunia internasional tahu seberapa serius dia melanjutkan program antikorupsinya. Banyak kemajuan, tapi masih perlu political will untuk meyakinkan dunia internasional bahwa Indonesia telah melaksanakan implementasi amendemen yang telah dibuat, seperti bekerja sama dengan UNCAC (United Nations on Convention Against Corruption) pada level legislasi, karena proses legislasi juga melibatkan eksekutif (presiden, pemimpin eksekutif). Ini penting untuk jaminan menguatkan institusi antikorupsi seperti Komisi.

Apakah Anda melihat demokrasi Indonesia sedang berjalan mundur akibat kasus pelemahan lembaga yang punya komitmen terhadap transparansi ini?

Selama sepuluh tahun terakhir, demokrasi Indonesia telah tumbuh dengan meyakinkan. Banyak perkembangan pesat dalam partisipasi politik publik pada pemilihan umum. Kemudian, dengan Undang-Undang Kebebasan Informasi Publik yang menjamin publik dengan bebas mengakses informasi. Masyarakat juga bisa bebas mengkaji ulang undang-undang yang telah ditetapkan, bila bertentangan dengan kepentingan publik yang dijamin dalam konstitusi. Pers juga mendapat kebebasan yang luas untuk memberikan informasi kepada publik. Ini adalah hal esensial yang saya pikir menjadi landasan demokrasi Indonesia. Iklim ini mesti dijaga untuk perkembangan demokrasi yang lebih baik.

Apakah wajar Komisi memiliki kewenangan yang besar, dari penyelidikan hingga penuntutan?

Sangat bisa dimengerti Komisi memiliki mandat yang besar dengan kewenangan yang juga besar, mulai penyidikan sampai penuntutan. Ini justru memperlihatkan, Indonesia telah menunjukkan komitmen memerangi korupsi. Terbukti, selama lima tahun terakhir Komisi menjadi sentral pemberantasan korupsi yang efektif.

Bukankah kewenangan luar biasa Komisi telah ”menepikan” peran kepolisian dan Kejaksaan Agung, yang juga punya kewenangan yang sama?

Setiap negara memiliki sistem hukum dengan keunikannya. Saya ingin kita melihat fakta bahwa Komisi, dengan mandat dan personel khususnya, terbukti sangat efektif dan akurat dalam pemberantasan korupsi. Kerja efektif Komisi Pemberantasan Korupsi sama dengan Komisi Antikorupsi Hong Kong, yang memiliki kewenangan penyidikan dan penuntutan. Situasi di Indonesia sejak reformasi memang membutuhkan komisi antikorupsi yang memiliki kedua wewenang itu. Yang diperlukan sekarang adalah sistem hukum Indonesia perlu lebih menguatkan fungsi Komisi.

Bagaimana pemerintah negara lain mengambil sikap terhadap pelemahan peran komisi antikorupsi mereka?

Gerakan antikorupsi tidak selalu linear, dan bergantung pada kondisi sebuah negara. Dukungan terhadap komisi antikorupsi sangat bergantung pada konteks politik—kemauan politik eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Yang penting, dan ini terjadi di banyak negara, ada jaminan bahwa komisi antikorupsi menjadi lembaga permanen dan independen dari campur tangan politik.

Normalnya, berapa lama sebuah negara bisa meningkatkan indeks persepsi korupsi mereka? Apakah Komisi bisa berpengaruh signifikan pada kenaikan indeks?

Sulit meningkatkan indeks persepsi korupsi dalam waktu singkat. Indeks pada 2008 berdasarkan data primer bagaimana kinerja sebuah negara memberantas korupsi dua tahun sebelumnya. Artinya, perlu waktu lama untuk mengubah persepsi korupsi. Tapi Indonesia menunjukkan kenaikan indeks yang signifikan, dari 2,3 pada 2007 menjadi 2,6 pada 2008. Walau skornya masih rendah, ini indikasi perubahan positif signifikan, yang saya yakin dipengaruhi kinerja Komisi.

Negara seperti Singapura bisa memiliki indeks persepsi korupsi lebih baik, seberapa besar peran komisi antikorupsi mereka?

Indeks mengukur tingkah pejabat dan birokrat dalam tindakan koruptif. Indeks tidak melihat korupsi di sektor swasta, di mana negara seperti Singapura sebenarnya punya kecenderungan (koruptif) di sektor ini. Corrupt Practices Investigation Bureau (KPK Singapura) sangat efektif mengatasi korupsi di sektor publik.

Apa saja kewenangan standar yang mesti dimiliki komisi antikorupsi? Apakah Komisi Pemberantasan Korupsi sudah memenuhi standar itu?

Supaya efektif, sebuah komisi antikorupsi harus memiliki mandat dan dukungan yang kuat, dengan sumber daya yang spesial. Hal yang penting, mereka memiliki kewenangan penyidikan dan penuntutan, juga kekuatan untuk mencegah korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi sudah memenuhi segala unsur itu.

Seleksi pimpinan Komisi sekarang memerlukan persetujuan politik di parlemen. Bagaimana tanggapan Anda?

Saya tak berwenang menjawab ini, lebih baik dijawab oleh Transparency International Indonesia.

Apakah Presiden Yudhoyono sudah membalas surat Anda?

Kami masih berharap dia merespons kami. Kami juga masih menunggu dia bertindak atas pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi saat ini. Tapi lebih penting bagi kami, dia merespons dengan bertindak atas nama para pemilihnya, masyarakat yang sudah muak dengan korupsi.

Huguette Labelle

Lahir: Rockland, Ontario, Kanada, 15 April 1939

Gelar: Doktor Filsafat Pendidikan Universitas Ottawa

Penghargaan: (1) Outstanding Achievement Award of Public Service of Canada, (2) Companion of the Order of Canada, (3) McGill Management Achievement Award, dan L’ordre de la Pleiade

Karier: (1) Konsultan Perencanaan Jaminan Kesehatan pemerintah Haiti dan Kuba 1974-1976, (2) Departemen Luar Negeri 1980-1985, (3) Ketua Komisi Pelayanan Publik Kanada 1985-1990, (4) Deputi Menteri Transportasi Kanada 1990-1993, (5) Dewan Penasihat Universitas Ottawa, (6) Ketua Dewan Transparency International

Sumber : Majalah Tempo, Senin, 5 Oktober 2009
-

Arsip Blog

Recent Posts