Sri Mulyani Indrawati: Nonsens Saya Mengambil Untung

POSISINYA tepat berada di tengah pusaran kasus Bank Century. Sebagai Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan, ia memiliki wewenang memutuskan menyelamatkan atau mematikan sebuah bank. Menteri Keuangan Sri Mulyani memilih opsi pertama untuk Bank Century, yang tengah kolaps, November tahun lalu.

Keputusan Menteri Keuangan bersama Gubernur Bank Indonesia dan anggota Komite itu belakangan mengundang silang pendapat. Pihak yang mendukung keputusannya menilai ”kematian” Century saat itu bisa menyeret perbankan Indonesia ke dalam krisis yang lebih besar.

Pihak yang menghujaninya kritik mempertanyakan ongkos penanganan bank yang terus menggelembung. Semula hanya Rp 632 miliar, melesat menjadi sepuluh kali lipatnya: Rp 6,762 triliun. Wakil Presiden Jusuf Kalla juga merasa tak mendapat laporan membengkaknya suntikan modal ke Century.

Berbagai rumor menyebar, termasuk tudingan Century dipertahankan demi menyelamatkan nasabah kakap. ”Itu nonsens,” katanya. Dua hari menjelang Idul Fitri, Sri Mulyani menerima Toriq Hadad, Metta Dharmasaputra, Padjar Iswara, dan Sapto Pradityo dari Tempo di rumah dinasnya. Berikut ini petikan wawancara dengannya.

Kapan tepatnya Menteri Keuangan mengetahui masalah Century?

Saya tahu pada 13 November, ketika Century mengalami masalah kliring pertama. Saat itu saya di Washington, Amerika Serikat, mendampingi Presiden. Walaupun ada Menteri Keuangan ad-interim Sofyan Djalil, Gubernur Bank Indonesia Boediono tetap ingin bicara langsung dengan Menteri Keuangan. Tatkala kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sangat tipis akibat tekanan krisis global, konsultasi ini diperlukan. Apalagi ketika itu semua negara tetangga sudah menerapkan penjaminan penuh.

Anda segera melapor ke Presiden?

Saat itu juga saya menyampaikannya ke Presiden. Walaupun kami belum tahu masalah Century ini mengarah ke mana, yang jelas kepercayaan masyarakat sedang tipis. Presiden meminta saya kembali ke Indonesia dan menangani masalah ini hati-hati. Pada 16 November, Bank Indonesia melapor lagi, Century kembali kalah kliring. Keresahan masyarakat ditunjukkan dari migrasi dana dari 23 bank kecil seukuran Century ke bank besar. Jadi, situasi ditengarai sistemik.

Dalam rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan pada 20-21 November 2008, pemerintah semula tak menyetujui penyelamatan Bank Century. Kenapa kemudian berubah?

Apa yang terjadi 21 November 2008 tak bisa dipisahkan dari situasi sejak September. Setelah Lehman Brothers ditutup dan AIG kolaps, krisis menjadi sistemik secara global dan tak terkontrol. Suasana krisis sangat dominan. Lobi supaya pemerintah memberikan jaminan sepenuhnya atas simpanan di bank atau blanket guarantee sangat kuat. Kenapa sebulan sebelum kasus Century pemerintah menerbitkan tiga Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), itu bukan karena Century, tapi dipaksa kondisi. Bahwa penjaminan simpanan Rp 100 juta tak mampu memberikan ketenangan, maka dinaikkan menjadi Rp 2 miliar. Semua menunjukkan pemerintah peduli krisis.

Jadi sikap pemerintah dalam soal dampak sistemik ini solid?

Memang ada rumor berseliweran bahwa kami semula tak setuju lalu menjadi setuju. Bisa saya katakan, semua staf saya tak ada ketidaksetujuan. Kenapa malam itu Bank Mandiri juga ikut, karena memang ada skenario apakah mungkin Mandiri dititipi nasabah Century. Tapi, kalau dalam rapat itu semua mempertanyakan, mengkritisi, mengetes, itu bagian untuk menguji dan mendapat ide menangani situasi.

Dalam Perpu Jaring Pengaman Sistem Keuangan, tak ada kriteria dampak sistemik. Bukankah ini mengundang debat?

Kami bukan tanpa kesulitan mencari formula sistemik. Memang ada indikator umum menentukan potensi sistemik. Misalnya, jika nilai tukar merosot tajam atau suku bunga meningkat tajam. Bisa dilihat dalam neraca bank. Itu yang secara kuantitatif bisa diukur. Tapi di belakang neraca itu apa? Kepercayaan masyarakat. Anda taruh duit di bank X kan tak pernah tanya pemilik atau kasirnya. Anda hanya percaya uang akan dijaga sebaik-baiknya. Di bawah itu semua kepercayaan dan keyakinan. Apakah ini satu-satunya faktor, tentu tidak. Anda bisa audit keputusan kami, apakah benar atau tidak. Makanya, tolong, lihat kondisi Juli-November.

Apakah Komite bisa memutuskan suatu bank dimerger?

Menurut Perpu, Komite hanya punya mandat menetapkan bank gagal itu berpotensi sistemik atau tidak. Kalau sistemik, artinya berpotensi menyebabkan krisis keuangan. Komite berfungsi menangani atau mencegah krisis. Menurut Perppu, jika sudah ditetapkan berdampak sistemik, penanganan mengacu ke Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan.

Menurut beberapa ekonom, penanganan Century berlawanan dengan pernyataan Presiden sebelumnya bahwa sistem perbankan Indonesia kuat. Bagaimana?

Saat memimpin negara dalam kondisi penuh tekanan, pejabat tak bisa mengatakan sistem perbankan akan kolaps sehingga kepercayaan masyarakat makin tipis. Dalam situasi rapuh, pejabat akan mengatakan sistem keuangan cukup stabil. Ini bukan berarti bohong, karena pejabat wajib menjaga kepercayaan masyarakat. Setiap pilihan kata, sikap tubuh, dan cara komunikasi semua demi menjaga kepercayaan.

Jumlah dana Century yang masuk penjaminan, yakni Rp 5,6 triliun, tak diketahui dalam rapat Komite?

Angka itu sudah diketahui saat rapat. Namun, jangan lupa, konsekuensi keputusan Komite, untuk bank gagal berdampak sistemik cuma satu solusi, yakni penanganan. Berarti bank dipertahankan hidup. Maka tak relevan lagi bicara ongkos.

Apakah itu berarti penanganan Century akan dilakukan dengan biaya berapa pun?

Itu juga jadi perdebatan. Dalam rapat, Bank Indonesia menyampaikan ada 23 bank menghadapi situasi mirip Century. Komite juga menghitung bagaimana jika ada beberapa bank gagal. Sebab, Lembaga Penjamin cuma punya dana Rp 14 triliun. Fokus Komite mencegah krisis, soal ongkos merupakan konsekuensi. Apakah berarti Menteri Keuangan tak peduli biaya? Tidak juga, makanya kami teliti lagi. Dari hasil uji tuntas Lembaga Penjamin, biaya penyelamatan ternyata berubah. Semula Rp 632 miliar menjadi Rp 1,9 triliun plus kebutuhan likuiditas yang semula Rp 4,7 triliun menjadi Rp 9 triliun. Kok angkanya berubah, apa penyebabnya? Ada surat berharga macet atau dimacetkan. Untuk itu silakan Badan Pemeriksa Keuangan mengaudit.

Ongkos penanganan Century terus berubah, kenapa waktu itu keputusan tak diubah?

Kalau situasi normal, saya akan menguji tuntas hingga tiga tahun sebelum mengambil keputusan. Tapi kasus Century harus diputuskan esok harinya, pukul 8 pagi. Kalaupun Century ditutup, tetap harus bayar Rp 5,3 triliun. Siapa menjamin kalau bank ditutup, dampak sistemik tak akan merembet ke 23 bank lain dan akan meluas lagi? Sampai saat ini, sistem perbankan relatif stabil, berarti kami bisa mencegah krisis. Kalau orang mengatakan alasan krisis dibuat-buat, ya, silakan. Tapi pemerintah berpendapat, krisis saat itu sudah sangat dekat.

Orang bertanya-tanya, dengan sejumlah catatan buruk, kenapa Century masih diberi hak hidup?

Walaupun kasus kriminal di Century dipertanyakan rapat, fokus utama Komite mencegah krisis. Kami sial saja ini terjadi di Century. Coba penyebabnya bank lain. Waktu mau menyelamatkan, kami tak bertanya dan memilih bank yang mesti dibiarkan mati atau diselamatkan. Jika bank diizinkan beroperasi oleh Bank Indonesia, ia tak bisa dimatikan begitu saja. Karena di dalamnya ada pinjaman antarbank dan dana nasabah. Jadi, sekalipun penyebab krisis adalah bank milik penjahat, saya tak menyesali atau menolaknya. Lha wong dampak sistemiknya sudah terjadi. Kalau ada catatan kriminal, tangani lewat koridor hukum.

Wakil Presiden merasa tak dilapori. Bagaimana sebenarnya?

Menurut Perpu Jaring Pengaman, keputusan dampak sistemik ada di Komite. Pada 25 November kami melapor ke Wakil Presiden. Walaupun Perpu memberikan mandat Komite mengambil keputusan, faktanya Menteri Keuangan tetap pembantu Presiden. Setelah keputusan 21 November, saya kirim pesan pendek ke Presiden, melaporkan hasil rapat dengan tembusan Wakil Presiden. Tapi laporan resminya baru 25 November. Ketika ongkos penanganan berubah, saya sampaikan lagi ke Presiden.

Apakah waktu itu Wakil Presiden menyampaikan ketidaksetujuannya?

Dalam Perpu tak diamanatkan persetujuan Presiden atau Wakil. Namun bukan berarti tak peduli opini Presiden atau Wakil. Saya hati-hati melaporkan penanganan Century ke Wakil Presiden. Seingat saya, tak ada pertanyaan atau diskusi apakah sebaiknya Century ditutup atau ditangani. Fokusnya, pengelola dan pemilik Century mempunyai rekam jejak buruk, jadi harus ditangani secara hukum. Konteks utamanya tetap penyelamatan ekonomi dan perbankan.

DPR protes karena biaya penanganan tak dikonsultasikan dengan mereka. Apakah memang perlu?

Agenda utama rapat kerja 28 Februari dengan DPR mengenai komplain deposan Century. Ini murni kasus kriminal, terpisah dengan masalah penanganan. Karena ini menggunakan dana Lembaga Penjamin, maka tak ada persetujuan DPR.

Apakah karena Century, penanganan kasus ini menjadi berbeda?

Tidak. Saya tak akan diskriminatif terhadap bank apa pun yang menjadi pemicu krisis. Apakah Menteri Keuangan mengambil untung dan mengetahui ada deposan besar di Century? Itu nonsens. Saya tak pernah masuk ke masalah mikro. Kami tak bisa memilih penyebabnya Century dan bukan yang lain. Coba penyebabnya bank lain, pasti saya tak seperti ini.

Apa pelajaran penting dari kasus penyelamatan bank ini?

Pertama, pengambil keputusan publik dalam menghadapi situasi kritis akan selalu menghadapi kondisi dilematis. Ini bukan pembenaran. Saya bicara dengan Menteri Keuangan Jerman dan Prancis. Apa mereka tidak lebih gondok ketimbang saya karena dimarahi pembayar pajak, karena dianggap menyelamatkan para bankir. Tapi pemerintah tetap saja berkewajiban membentuk sistem keuangan sehat dan stabil. Kedua, pejabat publik tak pernah imun dari aspek politik. Tapi jangan sampai aspek politik membuat orang tak mau dan mampu melakukan kewajiban publik. Ini kan jadi semacam intimidasi oleh publik. Kalau ada kesalahan prosedur, ya tangani sebagai kesalahan prosedur, kecurangan ya kecurangan, jangan dicampuradukkan.

Sumber : Majalah Tempo, Senin, 28 September 2009
-

Arsip Blog

Recent Posts