Banyuwangi, Jatim - Suara musik Gandrung mengalun saat masuk ke dalam gedung Wanita Paramitha Kencana Banyuwangi. Menginjakkan kaki pertama, pengunjung seakan di bawa ke sebuah lorong waktu. Panel display bertuliskan "Pameran Kepurbakalaan di Kabupaten Banyuwangi" dengan latar belakang situs Umpak Songo Kecamatan Muncar Banyuwangi.
"Kami terakhir kali pameran di Banyuwangi 26 tahun yang lalu. Tepatnya tahun 1987. Sudah cukup lama sekali," ungkap Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Mojokerto wilayah kerja Provinsi Jawa Timur, Aris Soviyani sambil tersenyum sumringah, Selasa (29/10/2013), saat membuka pameran yang digelar mulai 29 Oktober 2013 sampai 1 November 2013.
Di tahun 2013, pameran kepurbakalaan dilaksanakan di beberapa daerah dan salah satunya dilaksanakan di Kabupaten Banyuwangi. Tujuan dari pameran kepurbakalaan adalah memberikan pengetahuan secara langsung kepada masyarakat tentang bagaimana wujud cagar budaya, fungsi dari masa lalu serta memberikan pemahaman tentang arti penting cagar budaya bagi perkembangan sejarah bangsa Indonesia.
Aris menjelaskan ada 72 benda cagar budaya koleksi Balai Pelestarian Cagar Budaya Mojokerto Wilayah Kerja Provinsi Jawa Timur. "Benda cagar budaya ini terdiri dari masa prasejarah, klasik, Islam dan kolonial. Namun sebagian besar koleksi berasal dari era Majapahit. Benda-benda itu hasil temuan dari seluruh wilayah Jawa Timur termasuk Banyuwangi. Seperti Surya Majapahit yang biasa ditemukan di langit candi, Arca Bhima, Jaladwara Arca Garuda yaitu pancuran air yang ditempatkan pada sudut bangunan candi dan menjadi simbol kesuburan," jelasnya.
Dalam perkembangan kepurbakalaan di Jawa Timur, Kabupaten Banyuwangi memiliki tinggalan cagar budaya yang beragam. Mulai dari masa neolitikum yang berada di daerah Glenmore yang memiliki 18 situs.
Yanti Muda Oktaviana, arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya Trowulan Mojokerto menjelaskan dari hasil penelitian yang dilakukan Balai Arkeologi Yogyakarta ditemukan setidaknya 350 stupika di Gumuk Klinting dan Gumuk Jadah. "Sebagian besar berasal dari masa klasik Hindu Budha," katanya.
Dari hasil inventarisasi yang dilakukan pada tahun 2013, Banyuwangi mempunyai sebaran cagar budaya yang cukup banyak yang berada dalam beberapa titik kecamatan. Di Kecamatan Muncar terdapat Ompak Songo, situs Gumuk Klinting, situs Gumuk Mas, situs Gumuk Putri, situs Gumuk Jadah, situs Bale Kambang. Di Kecamatan Rogojampi ada situs Gumuk Tugu, situs Gumuk Ratu Kedawung, situs Gumuk Banteng, makam Adi Patih Gringsing dan situs Watu Kebo. Ada juga situs Macan Putih di Kecamatan Kabat.
Lalu di Kecamatan Songonjuruh terdapat situs Watu Kalasan, situs Watu Jaran dan situs Watu Lumpang. "Belum lagi tinggalan kolonial yang masih dapat dilihat yang tersebar di wilayah Banyuwangi seperti kampung Inggrisan," jelasnya.
Indah, salah satu mahasiswa yang datang ke pameran mengaku senang dengan penyelenggaraan pameran tersebut. "Paling tidak memberikan ilmu pengetahuan baru khususnya bagi mahasiswa seperti saya. Hanya saja mungkin koleksi yang berasal dari Banyuwangi lebih banyak dan ikut dipamerkan," katanya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ikaningtyas Unggraini, ketua Komunitas Pecinta Sejarah Blambangan. "Banyuwangi merupakan wilayah penting di masa lalu. Dan sangat disayangkan jika cagar budaya khususnya di Banyuwangi tidak mendapatkan perhatian. Kami berharap agar Pemerintah Kabupaten Banyuwangi segera memiliki perda cagar budaya agar cagar budaya di Banyuwangi mempunyai kekuatan hukum," jelasnya.
Menurut Ika, banyaknya situs di Banyuwangi juga bisa dijadikan sebagai salah satu cara untuk mengenalkan Banyuwangi. "Seperti membuat konsep kota tua Banyuwangi atau wisata sejarah. Jangan sampai generasi muda menjadi tuna sejarah," tambahnya.
Sumber: http://travel.kompas.com