IA sebetulnya sudah siap menikmati masa tua bersama istri dan keluarga. Ketika menerima panggilan telepon dari Taufiequrachman Ruki, mantan sejawatnya di Komisi Pemberantasan Korupsi, ia sedang bersantai bersama keluarga di Cina. Ruki menanyakan kesediaan Tumpak, 66 tahun, menjadi calon pelaksana tugas pimpinan Komisi yang lowong.
Pada 16 September, kepolisian menetapkan status Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah, keduanya Wakil Ketua KPK, sebagai tersangka kasus penyalahgunaan wewenang. Dengan status tersangka, keduanya diberhentikan sementara dari Komisi. Sebelumnya, Antasari Azhar, Ketua Komisi, juga sudah dicopot dari Komisi karena menjadi tersangka kasus pembunuhan. Kosonglah tiga kursi pemimpin Komisi.
Pada 21 September, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu), yang memberi Presiden wewenang menunjuk pelaksana tugas pimpinan Komisi. Untuk menyaring calon-calon pejabat sementara itu, Presiden menunjuk Tim Lima yang beranggotakan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Widodo A.S., Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Mattalata, Todung Mulya Lubis, Adnan Buyung Nasution, dan Ruki.
Penerbitan perpu itu menuai protes. Sebagian beranggapan, penunjukan pimpinan Komisi oleh Presiden merupakan bentuk campur tangan. Sebagian juga mempersoalkan usia Tumpak yang sudah 66 tahun. Dikhawatirkan, pejabat sementara ini sekadar ”boneka”. Tapi, ”Kami tidak mau diintervensi siapa pun dan apa pun,” Tumpak menjamin.
Di kantornya yang baru, Tumpak yang ditunjuk sebagai Ketua Komisi menjelaskan kepada Sapto Pradityo, Anton Aprianto, dan Yophiandi dari Tempo berbagai hal terkait penunjukan pelaksana tugas itu, Kamis dua pekan lalu.
Kapan Anda dihubungi Tim Lima?
Menjelang Lebaran saya berlibur bersama keluarga ke Cina. Ketika itulah saya ditelepon Ruki. Dia mengatakan ada kemungkinan saya akan ditunjuk sebagai salah satu pelaksana tugas pemimpin KPK yang akan diajukan ke Presiden.
Bukankah usia Anda sudah lebih dari 65 tahun?
Makanya, saya mengatakan kepada mereka, ”Bapak keliru merekomendasikan saya, karena sesuai dengan Pasal 29 Undang-Undang KPK, usia maksimal calon pimpinan komisi adalah 65 tahun. ”Mereka menjawab, soal umur tak jadi masalah. Saya balik tanya, bagaimana tak jadi masalah? Mereka memberikan dalih pembenaran: ketentuan umur itu hanya berlaku jika melewati sistem pemilihan. Pada saat melamar, usia maksimal calon 65 tahun. Sedangkan saya, kata mereka, tak melewati mekanisme seleksi. Mereka malah menegaskan, ”Soal umur bukan urusan Anda, tapi urusan kami.”
Akhirnya Anda bersedia?
Adnan Buyung menjamin soal umur tak jadi masalah. Teman-teman di Komisi juga mendorong saya untuk menerima. Saya juga merasa Komisi sedang dirundung gonjang-ganjing, sehingga saya merasa berkewajiban moral membantu mengatasinya. Sebelum menerima, saya sampaikan kepada Tim Lima, kalau ada masalah terkait umur, itu tanggung jawab mereka.
Waktu dilantik, apa saja pesan Presiden Yudhoyono?
Tak ada. Beliau cuma mengatakan pemerintah tetap berkomitmen pada pemberantasan korupsi. Presiden juga menegaskan Komisi harus tetap di depan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Beliau mengatakan tak akan mencampuri penanganan kasus korupsi di KPK, kejaksaan, ataupun kepolisian.
Anda bertiga hanya diberi waktu enam bulan di Komisi?
Perpu tidak menyatakan hal itu. Hanya dinyatakan, apabila kasus dua pemimpin Komisi di kepolisian tidak diteruskan, jabatan kami berakhir.
Tapi, bukankah Anda menggantikan Antasari yang sudah diberhentikan tetap?
Ya. Ketentuan pertama itu berlaku untuk Waluyo dan Mas Achmad Santosa, yang menggantikan Bibit dan Chandra Hamzah. Ketentuan berikutnya, jabatan kami akan berakhir jika pimpinan Komisi hasil seleksi yang baru sudah dilantik. Kami mendorong pemerintah yang baru supaya segera membentuk panitia seleksi.
Karena hasil penunjukan, sebagian masyarakat menilai pelaksana tugas hanyalah ”boneka” pemerintah.
Ketika dilantik, kami sudah menegaskan tak mau diintervensi siapa pun dan apa pun. Presiden juga sudah menyatakan tak akan mencampuri penanganan kasus.
Apa saja yang dibahas pimpinan Komisi pada rapat pertama?
Kami bermusyawarah menunjuk ketua. Kami membagi penugasan. Kami juga merumuskan dan menginventarisasi berbagai masalah di Komisi, serta konsolidasi dengan personel penindakan dan pencegahan.
Dibanding masalah yang dihadapi Komisi periode pertama dulu, apakah masalah sekarang lebih rumit?
Lebih rumit dulu. Instansi departemen dan penegak hukum lain waktu itu belum banyak tahu mengenai KPK. Untuk meminta rekening bank tersangka saja, banyak bank menolak. Gubernur Bank Indonesia juga menolak dengan alasan terikat kerahasiaan nasabah. Kami terpaksa meminta fatwa dari Mahkamah Agung. Dulu juga belum ada siapa-siapa. Saya belum punya deputi dan direktur. Yang ada hanya kepala satgas. Itu berlangsung setahun. Baru menjelang jabatan saya selesai, ada direktur penuntutan. Masalah Komisi sekarang, dua pemimpinnya menjadi tersangka sehingga muncul keresahan, ketakutan, dan kegamangan. Dua pemimpin komisi yang tertinggal tidak berani mengambil keputusan karena merasa legitimasinya bisa dipersoalkan. Ada empat pemimpin saja bisa dipermasalahkan, apalagi cuma ada dua pemimpin. Banyak pekerjaan Komisi mandek.
Apakah masalah Komisi sekadar kekosongan pimpinan? Bukankah ada skenario melemahkan KPK?
Kekosongan itu mengakibatkan Komisi lemah. Makanya Presiden menguatkan Komisi dengan menunjuk pelaksana tugas.
Ada yang beranggapan lemahnya Komisi ini direncanakan?
Bisa saja orang berpendapat seperti itu. Saya juga merasa seperti itu. Tapi penetapan tersangka itu kewenangan penyidik polisi. Komisi juga sudah menyiapkan pembelaan terhadap dua pemimpin nonaktif itu. Mereka kan belum berhenti, baru berhenti sementara.
Tuntutan masyarakat untuk mengungkap kasus-kasus besar, seperti suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, sangat tinggi. Bagaimana KPK merespons?
Dalam rapat pimpinan, semua itu sudah diinventarisasi. Saya minta direktur penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan memaparkan kepada kami kasus-kasus yang sudah ditangani.
Bagaimana dengan kasus Bank Century?
Kasus Century masih pada tahap pengumpulan data. Kasus Bank Indonesia sebagian sudah ada tersangkanya. Kasus ini akan digerakkan kembali. Kami bertanggung jawab dan meyakinkan mereka supaya tak ada keraguan dalam penanganan perkara. Mereka kan hanya pelaksana sehingga tak mungkin dipidana. Kalau ada apa-apa, kami yang akan bertanggung jawab. Sepanjang cukup bukti, kasus itu harus maju terus.
Masyarakat melihat ada gesekan antara KPK, kejaksaan, dan kepolisian. Itu jelas bukan sekadar masalah koordinasi.
Koordinasi selalu ada. Kalau muncul kesan ada pergesekan, barangkali karena ada pimpinan Komisi yang ditangani polisi dan ada jaksa yang ditahan KPK. Saya tegaskan, KPK bukan pesaing jaksa dan kepolisian. KPK tak akan berhasil tanpa kerja sama dengan dua lembaga ini. Kalau mau melakukan penuntutan, siapa yang dipakai KPK? Kan jaksa dari Kejaksaan Agung?
Bukankah jaksa yang di KPK independen dari Kejaksaan Agung?
Ya, tapi kalau kejaksaan tak mau meminjamkan mereka, bagaimana?
Apakah Komisi berencana merekrut jaksa sendiri?
Dulu ada wacana merekrut sendiri. Kami sudah menyiapkan konsep. Tapi, untuk melakukannya perlu mengamendemen Undang-Undang KPK. Ada kekhawatiran, kalau mengajukan amendemen ke Dewan Perwakilan Rakyat, mungkin yang dibahas bukan hanya soal perubahan yang kami ajukan, tapi bisa jadi lebih dari itu. Sehingga akan ada banyak kewenangan Komisi yang berkurang. Maka sampai sekarang konsep itu masih sekadar wacana. Di Malaysia semua perkara korupsi ditangani Suruhanjaya Pencegahan Rasuah. Tapi penuntutannya dilimpahkan ke jaksa penuntut umum. Di Komisi, dari penyelidikan hingga penuntutan dilakukan sendiri.
Bagaimana menjaga independensi polisi dan jaksa yang ditugaskan di Komisi?
Itu memang bukan pekerjaan gampang. Saya selalu mengingatkan bahwa loyalitas pegawai negeri yang berasal dari kepolisian, kejaksaan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, serta Departemen Keuangan harus ke KPK, walaupun secara psikologis hubungan dengan instansi lama susah diputus. Kami juga punya pengawasan internal, sehingga kalau ada yang membocorkan rahasia, bakal cepat ketahuan.
Bibit dan Chandra dianggap menyalahgunakan wewenang dalam pencekalan. Apakah polisi berhak memeriksa kasus kewenangan KPK?
Dalam menjalankan tugas, pimpinan KPK bisa mengajukan pencekalan. Menurut saya, ini tidak masuk dalam ranah pidana. Tapi saya belum tahu fakta hukum yang ada di kepolisian.
Bukankah prosedur pencekalan yang dilakukan dua pemimpin itu sama dengan yang Anda lakukan dulu?
Saya pikir begitu. Kami dulu melakukan pencekalan banyak sekali. Standar prosedurnya, setiap pelaku yang kami indikasikan melakukan tindak pidana korupsi kami cekal. Dulu, waktu KPK baru mulai beroperasi, kantor Imigrasi pernah menolak permohonan pencekalan dari Komisi. Menurut aturan mereka, yang boleh mencekal hanya Jaksa Agung, Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, serta Menteri Keuangan. Polemik itu lama baru bisa diselesaikan.
Setelah kasus Bibit dan Chandra, apakah ada perubahan prosedur pencekalan?
Setahu saya tak ada. Cuma memang sempat ada kegamangan karena dua pemimpin Komisi yang tinggal merasa tidak sah kalau melakukannya. Jadi seolah-olah Komisi stagnan selama kurang-lebih dua bulan.
Anda bertemu dengan Kepala Kepolisian RI, apakah kunjungan ini untuk meredakan ketegangan dengan kepolisian?
Kalau masyarakat menganggap seperti itu, ya tidak jadi masalah. Walaupun, menurut saya, tak ada ketegangan di antara kedua institusi. Kami juga akan ke Mahkamah Agung, karena meskipun kami sudah diberi tempat oleh kejaksaan, masih banyak kesulitan di lapangan. Misalnya, kalau ada tahanan, akan kami titipkan di mana? Kalau mau menggeledah, kami juga harus minta izin ke mana? Apa harus di pengadilan kota besar?
Dalam Undang-Undang Pengadilan Korupsi ada beberapa pasal yang terkesan mengurangi kebebasan Komisi, misalnya soal kewenangan penuntutan yang agak kabur....
Soal penuntutan dikembalikan lagi ke Undang-Undang KPK, sehingga tetap ada di Komisi. Di DPR memang pernah ada wacana pengaturan penyadapan. Aturannya sedang digodok Departemen Komunikasi dan Informatika dengan mengacu ke Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Untuk sementara, aturan lama masih berlaku.
BIODATA
Nama: Tumpak Hatorangan Panggabean
Lahir: Sanggau, Kalimantan Barat, 29 Juli 1943
Pendidikan: Sarjana Hukum, Universitas Tanjungpura, Pontianak
Pekerjaan:
Kepala Kejaksaan Negeri Pangkalan Bun (1991)
Kepala Kejaksaan Negeri Dili (1994)
Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku (1999)
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (2000)
Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (2001)
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (2003)
Pelaksana Tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (2009)
Sumber : Majalah Tempo, Senin, 19 Oktober 2009