Ketapang, Kalbar – Bupati Ketapang, Henrikus, meminta kepada seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), instansi, dan sekolah, agar menggunakan kain batik khas Ketapang. Hal tersebut disampaikan Bupati melalui Plt Sekda Ketapang, Mahyudin, pada pembukaan pelatihan Membatik Pelangi dan Sulaman Tekatan Puadai, di Gedung Pancasila Ketapang, kemarin (20/11) siang.
"Batik merupakan warisan budaya dan seni. Oleh karena itu, seluruh SKPD, instansi pemerintah dan swasta, serta seluruh sekolah untuk menggunakan Batik Pelangi dan Sulaman Tekatan Puadai khas Ketapang," kata Sekda membacakan sambutan tertulis Bupati, kemarin (20/11).Bupati menyambut baik pelatihan membatik dan menyulam ini. Dia juga meminta agar seluruh peserta, dapat mengkuti sebaik-baiknya pelatihan ini. Karena, ditegaskan Bupati, selain menjaga citra baik dan nama baik batik, juga mendukung perekonomian, khususnya pembatik. "Kami sangat mendukung. Kami juga berikan penghargaan setinggi-tingginya kepada Rumah Budaya Daun Lebar," lanjutnya.
Wacana yang dilontarkan Bupati tersebut, ternyata mendapat sambutan positif dari kepala Dinas Pendidikan Ketapang, M Mansyur. Dia begitu mendukung diwacanakannya sekolah-sekolah menggunakan kain batik khas Ketapang.
Sementara itu, Ketua Pengelola Rumah Budaya Daun Lebar, Gusti Kamboja, berharap melalui kegiatan seperti ini, batik lokal khas Ketapang dapat menjadi home industry. Sehingga, ditambahkan dia, dari sisi pelestarian kain batik, dapat terbantu. "Kita juga berharap, pemerintah dan masyarakat menggunakan batik ini," kata Kamboja.
Figur yang juga Ketua DPRD Kabupaten Ketapang tersebut menjelaskan, kain batik khas Ketapang memiliki 100 motif dan corak. Yang membedakan antara kain batik Ketapang dengan batik lainnya, menurutnya, adalah motif kembang, alam, dan kombinasi warna. Sementara kekhasan lainnya lagi, dijelaskan dia, adalah banyaknya penggunaan warna, minimal melebihi tiga warga. Selain batik tulis, ditambahkan dia, juga ada batik cap dan printing.
Diungkapkan dia, pembuat batik khas Ketapang sudah ada sejak tahun 90-an, namun keberadaannya masih belum banyak dikenal masyarakat dan hanya untuk pameran. Oleh karena itu, Kamboja menegaskan jika Rumah Budaya Daun Lebar ingin mengenalkan dan menjadikannya sebagai batik industri rumahan. "Dengan membeli dan memakai batik Ketapang, sudah membantu dan melestarikan batik Ketapang," ujarnya.
Selain membatik, digelar juga menenun Tekatan Tuadai. Menenun Tekatan Tuadai ini adalah menggunakan teknik sulaman benang emas. Jika dulunya tenunan ini digunakan oleh bangsawan dan raja-raja, maka sekarang bisa digunakan oleh siapa saja, sehingga dengan seperti ini, batik dan tenun ini bisa tetap lestari.
Dalam pelatihan ini, ada 30 peserta yang dipilih melalui seleksi. Keberadaan mereka diharapkan dapat mengembangkan batik di rumah masing-masing. "Setelah pelatihan akan ada pendampingan di Rumah Batik. Hasilnya akan dijualkan oleh Rumah Batik, khususnya batik tulis," ujar Kamboja.
Bendahara Rumah Budaya Daun Lebar, Gusti Najasidin, mengatakan, pelatihan ini akan berlangsung selama 10 hari. Materi yang akan disampaikan, dijelaskan dia, mengenai pengenalan masalah batik, mulai dari alat-alat dan sebagainya. Setelah dilakukan pengenalan, ditambahkan dia, barulan dilakukan pelatihan.
Sementara terkait nilai jual batik Ketapang, Najasidin mengatakan, bahwa harga yang ditawarkan lumayan menggiurkan, sehingga dapat dijadikan sebagai home indsutry. "Batik bahan katun lebih murah, tapi kalau sutera paling murah Rp500 ribu. Sementara harga Tekatan Puadai mencapai Rp1 juta lebih, tergantung motif dan corak," katanya.
Salah satu peserta membatik, Elis, mengaku senang dengan dilaksanakannya pelatihan ini. Meskipun awalnya susah, namun, dia yakin, jika ditekuni, akan sangat mudah dan menyenangkan. "(Tahun) 2011 sudah belajar membatik. Waktu belajar pertama susahnya waktu melilin. Tapi selama seminggu belajar, akhirnya bisa juga," katanya.
Dijelaskan dia, ada enam proses dalam membatik. Mulai dari membuat motif, melilin, melorot, dan proses lainnya, hingga kain batik siap untuk dipasarkan. "Untuk menyelesaikan satu kain, bisa satu bulan. Dijual dengan harga Rp1 juta lebih perset, yaitu kain sama selendang. Selain dijual di Ketapang, juga dijual di luar, seperti Jawa dan Jakarta. Harga tergantung kerumitan motif," ucapnya.
Sumber: http://www.pontianakpost.com