Konferensi Internasional Studi Jambi: Melayu Dunia Berasal dari Jambi

Jambi - ‎Melayu dunia berasal dari daerah Jambi. Bahkan, Kerajaan Melayu yang pernah jaya dan ekspansi hingga ke Madagaskar, Benua Afrika itu, berpusat di wilayah Jambi. Tepatnya di kawasan Candi Muarojambi. Ini terungkap dalam The First International Conference on Jambi Studies (Konferensi Internasional Studi Jambi pertama) yang diikuti 14 Negara sebagai pembicara.

Aswan Zahari, steering comite pelaksana kegiatan konferensi menjelaskan, pertemuan ini sengaja digagas untuk menemukan kembali kedigjayaan sejarah Melayu Jambi yang pernah hilang. Menurut dia, kerajaan Melayu Jambi pernah berjaya, bahkan lebih besar dan lebih dulu ada dari kerajaan Sriwijaya‎.

Namun sayang, kata dia, sejarah itu pudar seiring waktu, ditambah pula ada upaya pengaburan sejarah. "Sehingga sejarah Melayu Jambi tenggelam," ujarnya saat diwawancarai di sela-sela konferensi di hotel Novita, kemarin (22/11).

Aswan mengatakan, hajatan besar ini sengaja digagas ‎untuk menguatkan positioning Jambi, baik secara nasional bahkan internasional. Sebab, dulu Jambi pernah berjaya hingga ke seluruh dunia melalui kerjaan Melayu. Namun, lanjut dia, bukti-bukti sejarah tentang kerajaan Melayu masih minim. Kalaupun ada, justru banyak tercecer di berbagai negara dan benua.

Makanya, kata dia, konferensi ini sangat penting dan mendesak bagi Jambi untuk digelar. "Kita kekurangan referensi catatan tentang posisi Jambi masa lalu, termasuk kini. Banyak referensi dunia yang menulis tentang Malaka dan Melayu, tapi tentang Melayu dari Jambi minim. Seolah Jambi dihilangkan. Ini mendesak bagi kita untuk kembali menemukan sejarah panjang Melayu Jambi," jelasnya.

Anggota DPRD Provinsi Jambi ini mengatakan, acara ini juga dimaksudkan untuk melahirkan referensi utuh tentang Melayu Jambi. Bisa jadi, melalui kegiatan rutin dua tahunan ini, Jambi bisa menemukan kembali sejarahnya yang hilang.

"Yang kita undang hadir di sini adalah orang-orang yang cukup lama meneliti, riset dan studi tentang Melayu, termasuk Jambi di dalamnya. Banyak peneliti dunia yang cukup konsen dengan Jambi, tapi tak terhimpun. Melalui kegiatan ini, kita ingin agar tulisan yang tercecer, bisa dihimpun. Nanti akan lahir sebuah buku tentang sejarah Melayu Jambi," bebernya.

Kepentingan lain, lanjut dia, ada jurnal budaya yang dimiliki Jambi, yakni Seloko. Harapannya, Seloko ini bisa jadi pintu gerbang agar tulisan tentang Jambi bisa tersebar hingga mancanegara.

"Mereka yang hadir ini adalah tokoh dan sejarawan penting di negara asalnya. Ketika mereka pulang, buku Seloko akan dibawa dan disampaikan ke seluruh perpustakaan negara mereka. Sehingga, Adat Melayu bisa mendunia," katanya.

Selain itu, Aswan berharap terbentuknya komunitas internasional tentang Jambi. Sehingga Jambi punya positioning jelas di mata dunia, seperti kejayaan Kerajaan Melayu dahulu kala.

"Memang Melayu itu berpindah-pindah, dari Thailand, Johor, Malaka, tapi mula berdirinya di Jambi. Tahun 1997, seluruh pemerhati punggawa Melayu di Malaka, menegaskan Jambi sebagai pusat Melayu dunia. Tapi ketika itu Jambi tak mau, lalu diambil Riau," ungkapnya.

Aswan menegaskan, konferensi ini bukan pula sebagai upaya untuk merebut Melayu dari Riau. Tapi, pihaknya hanya ingin meluruskan sejarah, bahwa sejarah Melayu dunia bermula dari Jambi, bukan daerah lain, seperti Riau atau Malaka. "Kita tidak mau merebut itu. Kita ingin memposisikan Jambi pada posisi tepat.

“Kita akan buktikan Bahwa Melayu bermula dari Jambi," tegasnya.

"Karena Melayu bermula dari Jambi, maka kita paling tahu dan paling berhak memperbaiki. Maka kita ingin lakukan transformasi Melayu. Kita ingin ada New Melayu," imbuhnya.

Diakuinya, jika Jambi mampu memposisikan diri, maka tak menutup kemungkinan jadi pusat riset dunia.‎ " Secara substansial kita masih punya peninggalan Melayu. Di Kerinci misalnya, kita punya adat yang begitu kuat di kampung-kampung," ujarnya.

Bukti lain, telah ditemukan jejak peninggalan Tribuana di Singapura. Tribuana adalah Raja Melayu pertama di Jambi. Dan jejak peninggalan Tribuana di Singapura jauh lebih muda dari jejak Tribuana di Jambi.

"Menurut peneliti ‎John n Micsik dari Universiti Nasional Singapura, memang Tribuana Jambi yang ekspansi ke Singapura dan sifat Melayu Jambi memang suka berpindah-pindah," jelasnya.

Bukti lain, lanjut dia, adalah kawasan Candi Muarojambi. Menurut Aswan, dulunya kawasan Candi Muarojambi adalah pusat kerajaan Melayu Jambi. Sebelum menjadi pusat kerajaan Sriwijaya, kawasan itu sudah dulu menjadi pusat Kerajaan Melayu.

"Tiga abad jaraknya. Kerajaan Melayu Jambi runtuh setelah di ekspansi Sriwijaya. Sehingga, jejak peninggalan candi lebih banyak bercerita tentang Sriwijaya. Padahal, jauh sebelum Sriwijaya masuk, Kerajaan Melayu sudah berkuasa di sini," katanya.

Aswan menegaskan, Kerajaan Melayu sudah berkuasa pada abad 8-13. Makanya ada istilah Melayu Kuno. "Itulah saya heran. Melayu luar biasa, kok tidak ada referensi. Atau sengaja dikaburkan," katanya.

Salah satu pemakalah,Viona yang berasal dari museum Inggris mengatakan bahwa bukti peninggalan Kerajaan Melayu adanya songket. Justru, kata dia, hasil penelitiannya membuktikan bahwa songket jauh lebih tua dari batik. Menurut Viona, songket itu asli milik Melayu Jambi. Fungsinya dipakai oleh permaisuri kerajaan.

"Benang emas sulam Songket adalah salah satu alat pembuktian bahwa itu lebih tua dan jadi bukti peninggalan Melayu. Sudah diteliti, dari mana ini. Apa pentingnya bagi Songket, dan benang sulam emas sudah diteliti dimana produksinya. Dan rupanya di Jambi," jelasnya.

Jumadi, Sekretaris DKJ Provinsi Jambi mengatakan, raja Melayu Jambi pertama adalah Tribuana yang nama panjangnya adalah Srimat Tribuana Mauli Marwadewa. Buktinya, dia pernah menerima Arca Amogapasha dari Singosari.

"Itu tertulis di kitab Negarakertagama. Di situ disebutkan eksistensinya Kerajaan Melayu. Meskipun, itu sudah jauh di belakang. Tapi, menurut kajian, abad ke enam Kerajaan Melayu sudah ada dan eksis. Tapi ada kesan sejarah ini memang dihilangkan," ujarnya.

Menurut peneliti, kata dia, titik Kerajaan Melayu Jambi berada di kawasan dan sepanjang Sungai Batanghari. ‎"Melayu itu sampai di Madagaskar. Di situ masih ada suku Melayu. Dari struktrur masyarakatnya, masih Melayu. Maka, yang cocok jadi bahasa dunia itu sebenarnya bahasa Melayu," katanya.

Sementara itu, ‎Gubernur Jambi Hasan Basri Agus (HBA) menyatakan, dirinya mendorong ICJS untuk mengungkap lebih banyak lagi sejarah tentang Provinsi Jambi.‎ Sebenarnya, kata HBA, Provinsi Jambi punya potensi besar, namun butuh inisiator untuk menggali dan memberdayakan potensi itu.

HBA menyatakan, DKJ sebagai inisiator ICJS ini sangat mengapresiasi ICJS tersebut. Dia berharap agar apa yang disajikan pembicara utama dan para narasumber lainnya semakin membuka wawasan terhadap kekayaan daerah Jambi, baik dari perspektif kesejarahannya, maupun dari perspektif seni dan sosial budaya, terutama bagi masyarakat Jambi.‎

Selanjutnya, HBA menuturkan poin-poin penting sejarah dan budaya di Provinsi Jambi, yang semuanya memiliki arti penting dalam perjalanan negara Indonesia.‎ "Tugas pemerintah adalah mendorong masyarakat untuk mengembangkan lagi kajian terhadap Jambi," ujarnya.‎

Selain itu, HBA mengharapkan agar konferensi studi tentang Jambi ini berkesinambungan, yang nantinya akan mengungkap lebih banyak lagi sejarah, budaya, dan potensi Jambi.

Prof John N. Miksic, memaparkan kajian dan penelitiannya terhadap Jambi, khususnya tentang Melayu Jambi. Profesor dari National University of Singapore ini mengatakan, dirinya telah melakukan riset tentang Sumatera sejak tahun 1976. Penelitian dimulai di Sumatera Utara, di daerah antara Medan dengan Belawan, di kawasan Sungai Deli, yang kemudian dilanjutkan ke berbagai daerah, termasuk Provinsi Jambi, khususnya Muarojambi.

"Dari riset, saya punya tesis bahwa Kerajaan Melayu Dunia dan pertama bermula dari Jambi," katanya.

-

Arsip Blog

Recent Posts