Keraton Cirebon Pamerkan ’Dirham Pertama di Tanah Jawa’

Cirebon, Jabar - Srimanganti dan Lunjuk, menjadi tempat pameran benda pusaka dalam gelaran Gelar Cipta Seni Keraton Nusantara (GCSKN) 2013 di Keraton Kasepuhan Cirebon. Bangunan tersebut pun disulap layaknya museum.

Meski ada 20 kesultanan dan kerajaan yang ikut serta dalam GCSKN 2013, tak semua peserta ikut memamerkan benda pusakanya. Hanya beberapa yang memamerkan, di antaranya Kesultanan Kasepuhan Cirebon, Kerajaan Ternate, Sumedang Larang, dan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Selain dari kesultanan dan kerajaan, pameran juga diisi oleh aneka produk kerajinan dari Cirebon. Sebut saja kerajinan topeng, ukir kuningan, dan lukisan kaca. Semua merupakan karya seniman Cirebon.

Di antara benda pusaka kesultanan dan kerajaan yang mencuri perhatian pengunjung adalah koin dinar dirham yang dipamerkan Kesultanan Kasepuhan Cirebon. Terlihat beberapa buah koin dinar dan dirham dipajang di atas meja. Dalam koin tersebut terdapat lambang dan tulisan Kasultanan Kasepuhan Cirebon serta tahun Hijriah pembuatan koin.

Sultan Sepuh XIV Kesultanan Kasepuhan Cirebon, PRA Arief Natadiningrat, mengatakan, koin dinar dirham Kesultanan Kasepuhan merupakan dinar dirham yang resmi diakui dan digunakan. Koin dinar tersebut terbuat dari emas berkadar 91,7 persen dengan berat 4,25 gram, sedangkan koin dirham terbuat dari perak murni seberat 2,975 gram.

"Koin dinar dirham ini digunakan untuk membayar zakat, infak, sedekah, dan mahar," ujar Sultan Sepuh, Sabtu (30/11/2013).

Sekadar mengingatkan, ketika Putra Mahkota Sultan Kasepuhan, PR Luqman Zulkaedin, menikah pada 11 November 2013, digunakan koin dinar sebagai mahar atau maskawin. Ketika itu, putra mahkota menyerahkan 3 keping koin dinar, emas 14 gram perhiasan, dan seperangkat alat salat kepada sang istri.

Menurut Sultan Sepuh, penggunaan koin dinar dirham di lingkungan keraton berawal ketika Pangeran Cakrabuana bersama adiknya, Nyi Mas Rarasantang, pergi menunaikan ibadah haji. Ketika berada di Mekah, keduanya bertemu dengan patih utusan sultan Mesir. Sang patih pun meminang Nyi Mas Rarasantang untuk Sultan Maulana Syarif Abdullah.

Selepas berhaji, Pangeran Cakrabuana dan Nyi Mas Rarasantang dibawa ke Mesir. Nyi Mas Rarasantang pun membina rumah tangga dengan Sultan Mesir hingga akhirnya lahir bayi laki-laki bernama Syarif Hidayatullah. Setelah dewasa, Syarif Hidayatullah hijrah ke tanah Jawa, dan dikenal sebagai Sunan Gunung Jati.

Sementara itu, ketika Pangeran Cakrabuana meninggalkan Mesir, ia dibekali pesangon sebesar 1.000 dirham perak oleh Sultan Mesir. "Bisa jadi koin dirham tersebut yang pertama kali masuk ke Cirebon dan tanah Jawa," kata Sultan Sepuh.

Dari kisah itulah, selanjutnya, dinar dirham di Kesultanan Cirebon sempat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, seiring zaman, koin dinar dirham sempat tak digunakan di lingkungan keraton karena bangsa Indonesia memiliki mata uang rupiah untuk transaksi jual-beli. Barulah beberapa tahun ke belakang, dinar dirham dihidupkan kembali.

Koin dinar dirham mampu mencuri perhatian pengunjung pameran benda pusaka dalam helaran GCSKN 2013 karena kesultanan dan kerajaan lain rata-rata memamerkan benda pusaka dalam foto. Hanya Kesultanan Kasepuhan dan Sumedang Larang yang langsung membawa benda pusaka.

Sumedang Larang membawa pakaian kebesaran kerajaan. Pakaian itu pun dipamerkan dalam patung yang menyerupai raja dan permaisurinya.

-

Arsip Blog

Recent Posts