Budaya Timur Tengah dan Jawa Bertemu di Pasar Glagah

Kulonprogo, Yogyakarta - Pagi-pagi setelah subuh, bukan hanya para pedagang dan pembeli yang berdatangan di Pasar Glagah, Minggu (1/11).

Pasar yang terletak di kawasan simpang empat menuju objek wisata Pantai Glagah, Kecamatan Temon, Kulonprogo, ini ramai dipadati warga, karena menjadi tempat digelarnya rangkaian Festival Equator Biennale Jogja XII.

Berbaur dengan para pedagang dan pengunjung serta warga sekitar, komunitas seni Ketjil bergerak dari Yogyakarta, menggelar perhelatan bertajuk Pasar Glagah: Perjumpaan Subuh.

Sebuah perayaan perjumpaan dua kebudayaan, Timur Tengah dan Jawa digambarkan lewat penampilan kesenian hadrah rebana Nurul Dholam dan jathilan Turangga Muda dari kelompok kesenian setempat, serta gunungan hasil bumi.

Para pengunjung juga diajak makan bersama. Banyak jajanan pasar disediakan penyelenggara, diborong dari para pedagang pasar.

"Ini sebuh perayaan perjumpaan antara dua kebudayaan. Simbol-simbol yang ditemukan selama riset ditampilkan ada jathilan, hadrah, dan gunungan, yang merupakan persinggungan budaya Jawa dan Timur Tengah," ungkap Wakil Ketua Pelaksana, Aditya Nirwana.

Lokasi dipilih di pasar, lanjut Aditya, karena pasar juga merupakan tempat persinggungan atau interaksi antar komoditas antara hasil laut dengan hasil bumi juga antar berbagai lapisan masyarakat. Di desa, pasar sendiri merupakan penopang ekonomi masyarakat.

Dipilihnya Pasar Glagah sebagai lokasi even ini merupakan bentuk kepedulian terhadap pasar tradisional. Ditengah modernisasi saat ini, supermarket maupun minimarket sudah masuk juga ke desa-desa.

"Di sini berpotensi keberadaan pasar tradisional bisa tergusur dan digantikan oleh pasar-pasar modern seperti minimarket dan supermarket. Dengan kegiatan ini pasar tradisional ini bisa menjadi berarti, membekas di masyarakat, dan akan menjadi cerita tersendiri. Kita akan tetap mengupayakan pasar tradisional ini lestari dengan kebudayaan kecil di dalamnya," tuturnya.

Menurut Aditya, pemilihan Pasar Glagah karena dinilai mempunyai keunikan dari segi lokasi yang berada di pesisir. Selain itu juga untuk mendekatkan pagelaran event kesenian kepada masyarakat akar rumput.

Penentuan lokasi ini diawali dengan observasi yang telah dilakukan oleh tim Biennale. Dalam penyelenggaraan acara ini tim Biennale melakukan riset sejak dua bulan lalu, berkoordinasi dengan pemerintah desa, dusun, bahkan RT.

Kepala Desa Glagah, Agus Parmono menyatakan, pemerintah desa menyambut baik digelarnya rangkaian Festival Equator Biennale Jogja ini yang sangat berkesan bagi masyarakat.

Agus berharap, dengan telah disahkannya UUK DIY, ke depan Pemda punya kebijakan khusus, baik terkait pasar maupun kesenian-kesenian yang bisa memajukan pariwisata Glagah di tingkat nasional maupun internasioanal.

"Apalagi yayasan ini tadi dikatakan juga membawa seniman dari lima negara Timur Tengah ke sini," katanya.

-

Arsip Blog

Recent Posts