Jakarta - Siklus tren dalam mode biasanya berulang, termasuk soal perhiasan kaum hawa. Model perhiasan tradisional yang biasa dipakai para perempuan zaman kerajaan masa silam kini kembali diminati, kata Soel Djang Rono, pemilik dari stan perhiasan lawas yang mengikuti pameran Batik Warisan Budaya VII di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa.
"Tetapi saya menjual perhiasan antik yang asli dari zaman kerajaan yang umurnya ratusan tahun," kata Soel yang merupakan kolektor perhiasan antik sejak tahun 80-an.
Beragam perhiasan yang dipamerkan di stan milik Soel meliputi kalung, liontin, bros, giwang, anting, gelang, dan ikat pinggang yang terbuat dari perak dan emas. Bentuknya bermacam-macam, mulai dari bunga, binatang seperti kupu-kupu, ayam, kepiting dan lobster. Ukiran-ukiran rumit serta berlian juga menghiasi perhiasan yang harganya berkisar dari puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Salah satu yang mencolok adalah gelang berbentuk naga berwarna emas dari era kesultanan Gowa yang dijual seharga kisaran Rp200 juta.
"Ada perhiasan dari kerajaan Sriwijaya, Gowa, dari daerah Toraja, Solo, dan Makasar," kata dia.
Menurut perempuan paruh baya itu, peminat perhiasan antik tidaklah banyak, namun tetap ada. Pembelinya biasanya berasal dari kalangan kolektor.
Dia enggan mengungkapkan dari mana sumber perhiasan yang dikoleksinya. Yang pasti semuanya berasal dari dalam negeri.
"Saya tidak mencari, tapi orang-orang yang punya barang mendatangi saya," ujar dia.
Tidak ada kekhawatiran mendapatkan barang palsu, kata Soel, karena ia sudah berkecimpung di dunia perhiasan antik selama puluhan tahun.
"Kalau mau tahu cara membedakannya ya harus belajar," kata dia.
Soel menambahkan tidak ada kiat khusus dalam merawat perhiasan kuno.
"Disimpan saja," ujarnya.
Sumber: http://www.antaranews.com