Jakarta - Sulawesi Selatan, propinsi yang berada di bagian timur Indonesia ini, memiliki beragam potensi budaya yang masih ada hingga sekarang. Hebatnya lagi, wilayah ini masih mengembangkan potensi lokal yang ada, terutama hal-hal yang bernuansa budaya.
Yovie Widianto bersama Program Director Djarum Bakti Budaya Foundation, Renita Sari Adrian, serta tim Idenesia Metro TV, berkesempatan mengunjungi beberapa sentra kerajinan khas Sulawesi Selatan. Salah satu yang dikunjungi adalah Pusat Sentra Sutra di daerah Sengkang yang masuk wilayah administrasi Kabupaten Wajo.
Di Sekang dan Kabupaten Wajo pada umumnya wanita sudah sangat familiar dengan kegiatan menenun. Selain itu juga, tidak ada batasan umur untuk melakukan aktivitas menenun, sehingga wajar jika banyak wanita yang tidak kesulitan dalam belajar menenun.
Ketua Koperasi Tenun, Adi Kurnia mengatakan, umumnya satu orang wanita mampu memproduksi kain tenun dengan panjang dua meter dalam seharinya.
"Dari proses penjemuran sutra mulai dari yang normal hingga menjadi berwarna membutuhkan waktu satu jam, melalui pewarnaan alami dan kearifan lokalnya inilah kami tidak khawatir akan hadirnya saingan karena konsumen sudah sangat familiar dengan produk-produk serta bahan seperti ini," ujarnya.
Adi menambahkan, meskipun saat ini banyak juga tenunan dari negara lain, akan tetapi tenunan khas Indonesia tetap memiliki keunggulan sendiri di mata penggemarnya.
"Banyak tenunan dari negara lain dibuat menggunakan mesin dalam pembuatanya, serta dibuat secara massal, berbeda dengan tenun Indonesia terutama di Sulawesi Selatan. Selain itu motifnyapun berbeda, contohnya kalau tenun dari Thailand kebanyakan berwarna gelap, sedangkan dikita itu kebanyakan berwarna terang," imbuhnya.
Melihat tenun sutra khas Sulawesi Selatan tentunya tidak bisa dipisahkan dari baju bodo. Baju bodo merupakan baju khas Propinsi Sulawesi Selatan. Dulu, baju ini dianggap monoton dan hanya sebatas baju para keluarga Raja Goa. Akan tetapi, di bawah desainer lokal, Ida Nurharis, baju ini menjadi pakaian resmi yang dicari kaula muda saat ini.
"Dulu generasi muda tidak mau memakai baju bodo karena dianggap simpel dan tanpa model, bahkan warnapun menjadi makna tersendiri pada masa itu. Saya menyesuaikan baju bodo dengan pakemnya, tetapi mencoba mendesain dan melakukan perubahan pada aplikasinya," kata desainer yang telah membuat beberapa model baju bodo ini.
Sumber: http://hiburan.metrotvnews.com