Imogiri, DIY - Kabar penghargaan Jogjakarta sebagai Kota Batik Dunia dari dewan kerajinan dunia telah sampai ke telinga para perajin batik di Giriloyo, Wukirsari, Imogiri. Dengan adanya penghargaan bergengsi ini para perajin pun menaruh banyak harapan. “Apalagi ini bebarengan dengan pelantikan presiden baru,” terang Imaroh, pemilik batik Sri Kuncoro kemarin (20/10).
Imaroh pun berharap pemerintahan baru memperhatikan nasib para perajin batik lokal. Toh, presiden terpilih Joko Widodo juga berasal dari Surakarta yang notabene sebagai salah satu pusat kerajinan batik Jawa.
Selain mendorong pertumbuhan kerajinan kecil, wujud perhatian pemerintah juga bisa berupa adanya kebijakan yang berpihak pada pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) lokal. Misalnya, membatasi impor batik printing dari China. “Syukur-syukur malah bisa menghentikan impor batik,” ujarnya.
Sebab, sebagian konsumen tidak dapat membedakan ciri batik lokal dengan batik impor. Itu kian diperparah dengan murahnya harga batik impor. Dari itu, di pasaran batik lokal selalu kalah dengan produk batik impor. “Akhirnya batik tulis nggak terlindungi,” bebernya.
Jika kebijakan penghentian impor batik dihentikan, Imaroh optimistis industri batik lokal akan lebih menggeliat. Konsumen akhirnya akan membeli batik lokal karena memang tak ada pilihan lain.
Senada diungkapkan Topo Harto Prayitno, perajin batik asal Dusun Pijenan, Wijirejo, Pandak. Dia mengaku kondisi perekonomian para perajin batik belakangan ini memang mengalami peningkatan cukup signifikan. Itu setelah batik mendapatkan pengakuan dari Unesco sebagai salah satu warisan dunia. “Kalau kebijakan impor dihentikan otomatis akan muncul perajin-perajin lokal baru,” tambahnya.
Sumber: http://www.radarjogja.co.id